Hukum bagi wanita melakukan jual beli pada saat dikumandangkan adzan Jumat adalah

Dilarang Jual Beli ketika Adzan Jum’at

Apa hukum jual beli ketika sudah masuk waktu jumatan?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Sesuatu dinilai sah ketika dia memenuhi rukun, syarat dan tidak ada mawani’ (penghalang keabsahan). Baik bentuknya ibadah maupun muamalah. Akad seseorang dinilai sah ketika terpenuhi rukun, syarat dan tidak ada penghalang keabsahan.

Diantara penghalang keabsahan transaksi jual beli adalah adanya adzan jum’at ketika khatib sudah naik mimbar. Karena ketika adzan jumatan telah dikumandangakan, Allah melarang hamba-Nya untuk melakukan aktivitas jual beli. Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.” (QS. al-Jumu’ah: 9).

Larangan ini berlaku, ketika adzan jum’atan setelah khatib naik mimbar. Sementara untuk masjid yang adzannya 2 kali, larangan ini tidak berlaku untuk adzan sebelum khatib naik mimbar.

Dalam Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusyd mengatakan,

وهذا أمر مجمع عليه فيما أحسب أعني منع البيع عند الأذان الذي يكون بعد الزوال والإمام على المنبر.

Ini aturan yang disepakati ulama – menurut yang saya tahu – yaitu larangan melakukan jual beli ketika adzan setelah masuk jumatan, dan khatib sudah berada di atas mimbar.

Apakah Akadnya Sah?

Ada dua hal yang perlu kita bedakan,

[1] Pelanggaran larangan, kaitannya dengan dosa orang yang melanggarnya

[2] Keabsahan akad, kaitannya dengan berlakunya konsekuensi jual beli, apakah telah terjadi perpindahan hak milik ataukah tidak.

Ketika seseorang melakukan aktivitas tertentu, baik ibadah maupun muamalah, dan dia melanggar larangan syariat, maka orang ini berdosa. Apakah aktivitas yang dia lakukan menjadi batal? Jawabannya belum tentu. Ada orang melakukan pelanggaran ketika ibadah, dan ibadahnya tetap sah.

Misal, orang melakukan shalat dengan menggunakan pakaian hasil mencuri. Shalatnya sah, meskipun orang ini berdosa karena dia mengenakan pakaian orang lain tanpa kerelaan pemilik. Padahal yang seharusnya dia lakukan adalah segera mengembalikannya.

Meskipun terkadang ada larangan, yang jika dilanggar bisa menyebabkan ibadah menjadi batal. Misalnya larangan berbicara ketika shalat. Ketika ini dilaranggar maka meyebabkan shalat yang dikerjakan menjadi batal.

Para ulama membahas masalah ini dalam kajian ushul fiqh di bab kaidah, apakah adanya larangan menyebabkan ibadah atau akad menjadi batal.

Apakah larangan melakukan jual beli ketika adzan jum’at menyebabkan akad jual beli menjadi batal?

Ulama berbeda pendapat dalam hal ini,

Pertama, jual belinya tetap sah dan tidak batal. Ini merupakan pendapat Hanafiyah dan Syafi’iyah.

Mereka beralasan bahwa larangan melakukan jual beli ketika adzan jum’at tujuannya adalah agar orang bisa serius menghadiri jumatan, sehingga tidak disibukkan dengan kepentingan duniawi lainnya.

(Bada’i as-Shana’i, 2/220 dan al-Muhadzab, 4/418).

Kedua, jual beli batal dan tidak berlaku konsekuensinya. Ini merupakan pendapat Malikiyah dan Hambali.

Mereka beralasan dengan ayat di atas, dimana Allah melarang jual beli ketika adzan telah dikumandangkan. Dan larangan ini kembali kepada dzat jual beli. Sehingga ketika seseorang melanggarnya, dia berdosa dan jual belinya statusnya terlarang. (al-Mudawwanah, 1/280 dan Kasyaful Qana’, 4/1428).

Ibnu Rusyd mengatakan,

واختلفوا في حكمه إذا وقع هل يفسخ أو لا يفسخ فإن فسخ … فالمشهور عن مالك أنه يفسخ وقد قيل لا يفسخ وهذا مذهب الشافعي وأبي حنيفة

Mereka berbeda pendapat tentang hukum jual beli yang sudah terjadi, dilakukan saat adzan jumat. Apakah jual belinya batal atau tidak batal… pendapat yang masyhur menurut Malik, jual belinya batal. Ada juga yang mengatakan, jual belinya tidak batal, dan ini pendapat Imam as-Syafi’i dan Abu Hanifah. (Bidayatul Mujtahid, 2/169).

Terlepas  perbedaan di atas, Allah melarang bagi orang yang wajib jumatan untuk jual beli ketika jum’atan. Menjauhi larangan ini adalah kewajiban. Waspadai bagi anda yang wajib jumatan, beli BBM ketika sudah masuk waktu jumatan, beli makanan, minuman, atau masih antri di kasir swalayan, dan beberapa transaksi kecil yang sering dilanggar kaum muslimin ketika jumatan.

Demikian, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android.
Download Sekarang !!

KonsultasiSyariah.com didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia.

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

  • SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
  • DONASI hubungi: 087 882 888 727
  • REKENING DONASI : BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK

🔍 Hadits Tentang Nisfu Sya'ban, Orang Terakhir Masuk Surga, Lafadz Akad Nikah, Doa Agar Tidak Diganggu Jin, Film Omar Bin Khattab, Buku Tentang Sholat, Menghilangkan Galau

Hukum bagi wanita melakukan jual beli pada saat dikumandangkan adzan Jumat adalah

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO CARA SHOLAT, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ashalatu was salaamu ‘ala rasulillah sayyidil mursalin,

Pembaca yang budiman, kita ketahui bersama bahwa shalat Jum’at adalah ibadah yang agung, yang diwajibkan bagi sebagian kaum Muslimin. Oleh karena itu dalam artikel ini akan kita bahas bagaimana hukum berjual-beli ketika shalat Jum’at sedang dilangsungkan.

Orang-orang yang diwajibkan shalat Jum’at

Shalat Jum’at hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap Muslim yang berakal, kecuali : 1. wanita 2. budak 3. anak kecil

4. orang yang sakit. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

الجمعةُ حقٌّ واجبٌ على كلِّ مسلمٍ فبجماعةٍ إلاَّ أربعةً عبدٌ مملوكٌ أوِ امرأةٌ أو صبيٌّ أو مريضٌ

“Shalat Jum’at adalah wajib bagi setiap Muslim dengan berjama’ah kecuali empat orang: hamba sahaya, wanita, anak kecil, orang sakit” (HR. Abu Daud no. 1067, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

5. Musafir

Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu mengatakan:

ليس على مسافِرٍ جمعَةٌ

“Tidak ada kewajiban shalat Jum’at bagi musafir” (HR. Ad Daruquthni 2/111, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’, no. 5404).

6. Semua orang yang memiliki kesulitan menghadiri shalat jama’ah di masjid
baik karena hujan, badai, kondisi mencekam, atau semacamnya. Berdasarkan keumuman hadits:

Dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma:

كَانَ يَأْمُرُ مُؤَذِّنًا يُؤَذِّنُ ، ثُمَّ يَقُولُ عَلَى إِثْرِهِ ‏‏: ” أَلَا صَلُّوا فِي ‏‏الرِّحَالِ ‏” فِي اللَّيْلَةِ الْبَارِدَةِ أَوْ الْمَطِيرَةِ فِي السَّفَرِ

“Dahulu Nabi memerintahkan muadzin adzan lalu di akhirnya ditambahkan lafadz /shalluu fii rihaalikum/ (shalatlah di rumah-rumah kalian) ketika malam sangat dingin atau hujan saat safar” (HR. Bukhari no. 616, Muslim no. 699).

Hukum jual-beli ketika shalat Jum’at

Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاَةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum’at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS. Al-Jumu’ah: 9).

Ayat ini dengan jelas melarang jual-beli ketika shalat Jum’at bagi orang yang diwajibkan shalat Jum’at. As Sa’di dalam Tafsir-nya mengatakan:

أي: اتركوا البيع، إذا نودي للصلاة، وامضوا إليها

“maksudnya tinggalkan jual-beli ketika adzan dikumandangkan, dan hendaknya pergi menuju shalat” (Taisir Karimirrahman, 825).

Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya mengatakan:

اتفق العلماء رضي الله عنهم على تحريم البيع بعد النداء الثاني

“Para ulama radhiallahu’anhum bersepakat haramnya jual-beli setelah adzan yang kedua”

Yaitu jika berpegang pada pendapat bahwa adzan Jum’at boleh dua kali. Adapun jika adzan Jum’at hanya sekali maka ketika adzan itu sudah tidak boleh berjual-beli. Ibnu Qudamah mengatakan:

والنداء الذي كان على عهد رسول الله صلى الله عليه و سلم هو النداء عَقِيْب جلوس الإمام على المنبر ، فتعلق الحكم به دون غيره . ولا فرق بين أن يكون ذلك قبل الزوال أو بعده

“Adzan (shalat Jum’at) yang ada di zaman Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam hanyalah adzan setelah imam duduk di mimbar. Maka larangan jual-beli ini dikaitkan pada adzan tersebut bukan adzan yang lainnya. Dan tidak ada bedanya apakah itu sebelum zawal ataukah sesudah zawal” (Al-Mughni, 2/145).

Ringkasnya, ketika imam sudah naik mimbar lalu setelah itu dikumandangakan adzan maka berlakulah larangan jual-beli ketika itu.

Sahkah akad jual-belinya?

Ketika orang yang diwajibkan shalat Jum’at melakukan akad jual-beli, setelah khatib naik mimbar dan adzan, sahkah akadnya?

Ulama berbda pendapat dalam masalah ini dalam dua pendapat:

Pendapat pertama, akadnya sah. Ini pendapat Hanafiyah dan Syafi’iyyah. Karena larangan jual-beli di sini bukan pada dzat akadnya namun karena sebab lain yaitu bisa memalingkan orang dari shalat Jum’at.

Pendapat kedua, tidak sah akadnya, dengan dalil surat Al Jumu’ah ayat 9. Secara eksplisit, ayat tersebut menunjukkan tidak sahnya akad menurut mereka. Ini merupakan pendapat Malikiyyah dan Hanabilah.

Wallahu a’lam, yang kami pandang lebih kuat dalam hal ini adalah pendapat kedua. Karena larangan berjual-beli dalam hal ini adalah maani’ (penghalang) untuk sempurnanya akad. Sehingga akad tidak sah dengan adanya penghalang. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan:

الصحيح من العقود ما ترتبت اثاره على وجوده كترتب الملك على عقد البيع مثلا . ولا يكون الشيء صحيحا إلا بتمام شروطه و انتفاء موانعه

“Akad yang sah adalah yang bisa membuat berlakunya konsekuensi dari akad tersebut. Seperti konsekuensi kepemilikan dalam akad jual-beli misalnya. Dan akad tidak disebut sah kecuali dengan terpenuhinya syarat-syarat dan hilangnya mawani’ (penghalang)” (Al Ushul min ‘Ilmil Ushul, 13).

Oleh karena itu Syaikh Ibnu Al Utsaimin dalam masalah ini mengatakan:

إن البيع بعد نداء الجمعة الثاني حرام وباطل أيضا ، وعليه فلا يترتب عليه آثار البيع ، فلا يجوز للمشتري التصرف في المبيع ؛ لأنه لم يملكه ، ولا للبائع أن يتصرف في الثمن المعين ؛ لأنه لم يملكه ، وهذه مسألة خطيرة ؛ لأن بعض الناس ربما يتبايعون بعد نداء الجمعة الثاني ثم يأخذونه على أنه ملك لهم

“Jual-beli setelah adzan jum’at yang kedua hukumnya haram dan juga batal (tidak sah). Oleh karena itu semua konsekuensi dari jual-beli tidak terjadi. Maka tidak boleh seorang yang membeli barang ketika itu menjual barangnya, karena ia belum memilikinya. Dan tidak boleh juga yang menjual ketika itu mentransaksikan uang hasil penjualannya, karena ia tidak memilikinya. Ini masalah yang urgen, karena sebagian orang saling berjual-beli setelah adzan kedua dan mereka merasa uang dan barang (hasil jual-beli tadi) adalah miliknya” (Syarhul Mumthi’, 8/52).

Bolehkah orang-orang yang tidak wajib shalat Jum’at berjual beli

Dari penjelasan di atas kita ketahui bahwasanya yang terkena larangan jual-beli adalah orang-orang yang diwajibkan shalat Jum’at. Maka mafhumnya, orang-orang yang tidak wajib shalat Jum’at tidak terlarang melakukan jual-beli. Dengan syarat, kedua pihak yang melakukan jual-beli adalah orang-orang yang tidak diwajibkan shalat Jum’at. Seperti jual beli antara sesama wanita, antara wanita dengan musafir, antara anak kecil dengan wanita, dan semisalnya. Ibnu Qudamah mengatakan:

وتحريم البيع , ووجوب السعي , يختص بالمخاطبين بالجمعة , فأما غيرهم من النساء والصبيان والمسافرين , فلا يثبت في حقه ذلك ; فإن الله تعالى إنما نهى عن البيع من أمره بالسعي , فغير المخاطب بالسعي لا يتناوله النهي , ولأن تحريم البيع معلل بما يحصل به من الاشتغال عن الجمعة , وهذا معدوم في حقهم . وإن كان أحد المتبايعين مخاطبا والآخر غير مخاطب , حرم في حق المخاطب , وكره في حق غيره ; لما فيه من الإعانة على الإثم

“Pengharaman jual-beli dan wajibnya sa’yu (pergi menuju shalat), ini khusus bagi orang-orang yang diwajibkan shalat Jum’at. Adapun yang selain mereka, baik wanita, anak kecil, musafir, maka larangan tidak berlaku. Karena yang Allah larang untuk berjual-beli adalah orang-orang yang Allah perintahkan untuk pergi menuju shalat. Adapun yang tidak diperintahkan shalat maka tidak tercakup dalam larangan. Kemudian, larangan berjual-beli juga alasannya adalah karena ia dapat menyibukkan dari shalat Jum’at. Dan alasan ini tidak ada pada orang-orang yang tidak wajib shalat Jum’at. Adapun jika salah satu pihak yang bertransaksi adalah orang yang wajib shalat Jum’at sedangkan pihak yang lain tidak wajib. Maka hukumnya haram bagi orang yang diwajibkan tersebut. Dan makruh bagi yang tidak waijb karena terdapat unsur tolong-menolong dalam dosa” (Al Mughni, 2/73).

Maka hendaknya orang-orang yang tidak diwajibkan shalat Jum’at mereka memberi nasihat kepada orang-orang yang lalai dari shalat Jum’at padahal wajib atas mereka. Dan jangan membantu mereka dalam kelalaian dengan bertransaksi jual-beli dengan mereka.

Demikian paparan singkat mengenai jual-beli ketika shalat Jum’at, semoga bermanfaat.

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

Baca juga:

***

Penulis: Yulian Purnama
Artikel: Muslim.or.id

🔍 .or.id, Doa Dijauhkan Dari Orang Zalim, Hadits Riba, Faidah Surat Al Mulk, 6 Orang Sholat Dengan Setan