KALTENG.CO – Pandemi Covid-19 telah membuka peluang untuk menghadirkan inovasi dalam kegiatan pembelajaran. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) pun telah melakukan beberapa terobosan, yakni menyederhanakan Kurikulum 2013 menjadi kurikulum darurat. Plt Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek, Zulfikri menuturkan, penyederhanaan ini dilakukan dalam rangka pemulihan pembelajaran sebagai bagian dari mitigasi hilangnya pembelajaran (learning loss) di masa pandemi. Dampak positif penerapan kurikulum darurat menjadi dasar di bukanya opsi bagi kurikulum prototipe yang bersifat sukarela bagi satuan pendidikan. Untuk itu, sekolah di minta memahami secara mendalam konsep kurikulum ini terlebih dahulu. “Karena ini pemulihan, di lakukan pengurangan materi dari Kurikulum 2013 yang padat dan di pilih materi yang esensial. Sehingga guru punya waktu memulihkan proses pembelajaran itu dan melakukan inovasi pembelajaran yang fokus kepada anak berdasarkan konteks, kebutuhan dan potensi anak yang beragam,” ungkap dia di kutip, Kamis (30/12/2021). Menurutnya, dengan makin meningkatnya layanan pembelajaran di sekolah maka anak akan tumbuh dan berkembang sesuai potensi dan hilangnya pembelajaran pun bisa di atasi. Baca Juga: Dorong Pengusaha Muda Terus Berinovasi “Kalau mengunakan kurikulum yang padat materi, sementara PTM di lakukan secara terbatas. Itu tidak mungkin akan mencapai kualitas belajar yang di harapkan . Sehingga kurikulumnya perlu di sederhanakan,” terangnya. Salah satunya adalah memberikan opsi untuk menggunakan kurikulum prototipe. Adapun keuntungan menerapkan kurikulum tersebut adalah guru tidak di kejar-kejar target materi pembelajaran yang padat, guru lebih fokus pada materi esensial yang berorientasi pada kebutuhan dan penguatan karakter siswa, metode pembelajarannya lebih bervariasi, situasi belajar lebih menyenangkan bagi guru dan siswa serta guru di beri kesempatan untuk mengeksplor potensi siswa lewat berbagai inovasi pembelajaran. “Kurikulum prototipe berbasis kompetensi statusnya semacam model. Model untuk pilihan di mana guru dan murid tidak merasa terlalu terbebani. Penyempurnaan dari kurikulum darurat, di kurikulum prototipe ini (strukturnya) lebih di tata selain di sedehanakan juga,” tandas Zulfikri.(tur) Oleh : itsojt | | Source : ITS Online
Potret pendidikan jarak jauh di masa pandemi yang dikhawatirkan menimbulkan learning loss pada siswa (Sumber: Detik News)
Penangguhan pembelajaran tatap muka di sekolah ini telah menimbulkan kekhawatiran akan penurunan kualitas pengetahuan kognisi, keterampilan vokasi, dan keterampilan sosial yang dimiliki pribadi siswa. Dimulai dari penyampaian materi yang tidak leluasa, kesulitan untuk bertanya maupun berkonsultasi dengan guru, serta gangguan kelancaran internet. Selain itu, proses pembelajaran daring yang diselenggarakan oleh guru belum menemukan format yang tepat di banyak sekolah sehingga efektivitasnya masih sering dipertanyakan. Jika dilihat lebih jauh, tumpuan sistem pendidikan pada tingkat rendah, seperti TK dan SD semua akan beralih ke keluarga, dengan orangtua yang mengawasi berlangsungnya proses pembelajaran siswa. Secara singkat, orangtua akan berperan sebagai guru yang mengajarkan materi-materi kurikulum hingga menyelesaikan tugas sekolah. Hal ini sangat tidak mengherankan bila para orangtua mengeluh berperan sebagai guru dirumah karena mengalami banyak kesulitan. Di lain sisi, pihak sekolah pun merasakan kesulitan dengan keterbatasan dalam memberikan materi ajar kepada siswa. Jam belajar mengajar berkurang, materi pelajaran tidak tersampaikan dengan baik, dan sulitnya mengajar materi yang bersifat praktikum, sehingga hal ini menimbulkan rasa was-was di kalangan pelaku dan pengamat pendidikan. Dari permasalahan learning loss ini, dikhawatirkan siswa akan mengalami kesulitan belajar setelah masa pandemi Covid-19 usai. Jika kualitas siswa menurun, nantinya akan berimbas pada pembangunan pendidikan secara keseluruhan dan juga dunia kerja. Tidak mengherankan bila muncul saran-saran yang berisikan gagasan untuk memperpanjang lama tahun belajar. Beberapa diantaranya mengusulkan masa belajar diperpanjang selama 6 bulan, ada juga yang menyarankan diperpanjang selama satu tahun, dan ada pula yang menyarankan diperpanjang sesuai lama dari pandemi ini. Namun, apakah learning loss yang terjadi pada para siswa ini murni diakibatkan oleh sistem PJJ dan pandemi? Dilihat dari konsep learning loss yang dipakai di Indonesia dan di luar negeri, terdapat perbedaan yang mencolok. Di Indonesia, konsep learning loss hanya dipahami sebagai bentuk penurunan daya kemampuan siswa akibat adanya pandemi Covid-19. Berdasarkan konsep, learning loss sendiri sebenarnya dapat terjadi karena beberapa hal semisal liburan sekolah, tidak masuk sekolah, pengajaran yang tidak efektif hingga putus sekolah. Sedangkan di luar negeri, konsep learning loss ini adalah suatu kondisi hilangnya atau menurunnya pengetahuan dan keterampilan siswa yang disebabkan oleh kekurangan atau terputus secara berkelanjutan dalam pendidikan. Jika saya tekankan pada konsep learning loss secara menyeluruh di Indonesia, hal ini terjadi akibat dari adanya pengajaran yang kurang efektif. Jika melihat kebelakang sebelum terjadi pandemi, para siswa sudah sering mengalami learning loss yang tidak pernah disadari oleh guru, dinas pendidikan dan pemerintah. Setelah diberlakukannya sistem pembelajaran daring oleh pemerintah justru semakin memperparah ketidakefektifan dalam proses belajar mengajar. Selain karena rendahnya tingkat pemahaman guru tentang teknologi, kebingungan para guru mengenai kebijakan pemerintah yang diambil masih belum relevan dengan realitas di Indonesia. Saat ini hanya ada pengajaran yang berupa soal-soal tanpa adanya pembelajaran terlebih dahulu. Jadi, apakah ada solusi untuk mengatasi learning loss ini? Pertama, sekolah harus terus mengembangkan kapasitas siswa dan guru sehingga mampu mengoptimalkan pembelajaran melalui daring. Pelajari banyak pengalaman selama pandemi yang tidak akan hilang ketika keadaan sudah normal. Dari pengalaman tersebut akan tercipta inspirasi dan masukan untuk pengembangan pendidikan kedepannya. Kedua, pembelajaran selama pandemi difokuskan pada topik dan keterampilan yang esensial dan berguna bagi siswa untuk menempuh pendidikan tingkat lanjut dan dunia kerja. Untuk mewujudkan pembelajaran yang berguna, bukan hanya pada pemahaman materi, melainkan juga penekanan pada makna. Ketiga, pengembangan kurikulum dan model pelajaran yang membebaskan siswa daripada mengejar nilai karena hal ini justru membuat pribadi siswa menjadi individualis dan tidak peka sosial. Pada kurikulum, sudah seharusnya pelajar dan guru tidak dibebankan pada kurikulum ‘normal’ yang tertuang dalam kompetensi dasar karena hal ini tidak mengalami perubahan sama sekali padahal jam pelajaran mengalami pengurangan yang cukup signifikan. Keempat, pembelajaran yang mendalam dapat dipahami sebagai proses seseorang agar mampu mengambil manfaat dari apa yang telah dipelajari dalam suatu situasi dan mampu menerapkannya pada situasi baru (pandemi, red) atau bisa dibilang sebagai bentuk pembelajaran transformasi. Dan terakhir, kelima, diperlukan pengetahuan keterampilan (tool-knowledge) agar bisa secara mandiri, mencari, dan memperoleh ilmu pengetahuan baru. Disini guru berperan sebagai pemateri dan motivator bagi siswa guna meningkatkan kualitas pembentukan sikap dan karakter pribadi siswa. Penguasaan ini akan mempermudah siswa untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru yang mendukung kemampuan belajar mandiri siswa. Konsep learning loss ini bukan hanya terfokus pada unsur teknologi informasi, melainkan juga membutuhkan penataan ulang kurikulum yang selaras dengan kondisi pada saat ini. Sekolah juga seharusnya lebih membuat siswa lebih siap menghadapi kebebasan dalam mencari ilmu pengetahuan alih-alih hanya mengejar target tugas dan nilai. Referensi: Ditulis oleh:
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemendikbudristek telah melakukan pengawasan dan evaluasi penerapan kurikulum darurat selama masa pandemi Covid-19. Studi Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) menunjukkan bahwa siswa pengguna kurikulum darurat mendapat capaian belajar yang lebih baik daripada pengguna Kurikulum 2013 secara penuh, terlepas dari latar belakang sosio-ekonominya. Bila kenaikan hasil belajar itu direfleksikan ke proyeksi learning loss numerasi dan literasi, penggunaan kurikulum darurat dapat mengurangi dampak pandemi sebesar 73 persen (literasi) dan 86 persen (numerasi). “Saat penerapan kurikulum darurat, terjadi mitigasi 73 persen dari learning loss. Dan ini dilanjutkan dengan kurikulum prototipe pemulihan pembelajaran yang menjadi dasar untuk pengembangan kurikulum prototipe," ujar Plt Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek Zulfikri melalui keterangan tertulis, Kamis (30/12/2021). Baca juga: Kemendikbudristek: Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Jenjang SD Alami Penurunan Kemendikbudristek telah menyederhanakan Kurikulum 2013 menjadi kurikulum darurat dalam rangka pemulihan pembelajaran sebagai bagian dari mitigasi hilangnya pembelajaran (learning loss) di masa pandemi. “Karena ini pemulihan, dilakukan pengurangan materi dari Kurikulum 2013 yang padat dan dipilih materi yang esensial. Sehingga guru punya waktu memulihkan proses pembelajaan itu dan melakukan inovasi pembelajaran yang fokus kepada anak berdasarkan konteks, kebutuhan, dan potensi anak yang beragam," kata Zulfikri. Dampak positif penerapan kurikulum darurat menjadi dasar dibukanya opsi bagi kurikulum prototipe yang bersifat sukarela bagi satuan pendidikan. Sekolah, kata Zulfikri, perlu memahami secara mendalam konsep kurikulum ini terlebih dahulu. |