Apakah boleh tidak shalat saat perjalanan?

Tanya Jawab Islam

Salat di Perjalanan, Begini Solusinya

Tim detikRamadan - detikNews

Minggu, 10 Jun 2018 21:29 WIB

Apakah boleh tidak shalat saat perjalanan?
Foto: 20detik

Jakarta - Bepergian keluar rumah, ke luar kota, bahkan ke luar negeri, disertai kesibukan serta tingginya mobilitas, membuat kita seringkali 'terjebak' di dalam kendaraan saat masuk waktu salat.

Kondisi seperti menyebabkan seseorang tidak bisa melakukan aktivitas secara normal, termasuk menunaikan salat. Bagaimana menunaikan salat wajib ketika berada di dalam kendaraan?

Seperti diketahui, salat lima waktu merupakan rukun Islam yang wajib dijalankan umat Islam. Allah berfirman di dalam Alquran 'Aqiimu shalah', dirikanlah salat. Baginda Rasulullah SAW dipanggil khusus oleh Allah untuk menerima kewajiban menjalankan ibadah salat bagi umat Islam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dr Abdul Moqsith Ghazali menyebutkan, ibadah salat tidak sama halnya dengan ibadah lain seperti puasa. Jika puasa Ramadan memberikan keringanan bagi sebagian orang untuk tidak menjalankan ibadah puasa, berbeda dengan salat, umat Islam wajib menjalankan ibadah salat dan tak boleh ditinggalkan.

"Tidak boleh ada umat Islam, selama dia masih hidup, meninggalkan salat. Persoalannya, seringkali kondisi-kondisi tertentu yang menyebabkan umat Islam tidak bisa menjalankan ibadah salat tepat pada waktunya. Dalam kasus di perjalanan misalnya, umat Islam diperbolehkan untuk melakukan jama' dan qashar," tutur dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.

Baca juga: Fanatik Buta pada Ustaz


Contoh, kemacetan lalu lintas di kota-kota besar seperti Jakarta, yang sebenarnya jaraknya pendek, namun waktu tempuhnya demikian lama. Nah, ada beberapa alternatif yang bisa dipakai oleh umat Islam.

Pertama, jika mereka masih memungkinkan untuk menjalankan ibadah salat di tengah jalan atau di tengah kemacetan, sebagian mereka yang mengendarai kendaraan pribadi bisa mampir ke musala-musala terdekat.

"Tapi sebagian umat Islam yang lain, yang di tengah perjalanan tidak mungkin untuk menjalankan ibadah salat dengan mengambil wudu dan mampir ke musala, alternatif kedua bisa diberikan yaitu dengan jalan bertayamum dan salat di kendaraan," urai Moqsith.

Jadi, sambil naik kereta api, mobil pribadi, bus umum, bahkan pesawat, seseorang bisa bertayamum di dalam kendaraan tersebut dan salat di situ.

Kendati demikian, tak jarang juga umat Islam yang menaiki kendaraan umum tidak dalam kondisi siap untuk mengerjakan ibadah salat dikarenakan pakaian yang dikenakannya dalam keadaan najis atau terkena najis. Sebab, persyaratan orang yang hendak salat itu adalah harus suci pakaian yang dipakainya.

Baca juga: Memaknai Jihad Zaman Now


"Jika mereka memiliki pakaian yang mutannajis, terkena najis, sehingga tidak memungkinkan salat tepat pada waktunya maka para ulama membolehkan baginya untuk mengqada salatnya nanti ketika sampai di rumah dengan berganti pakaian," terang alumni Ma'had Aly Situbondo Jawa Timur ini.

Demikian, inilah solusi-solusi yang bisa dipakai untuk menghadapi kemacetan di kota-kota besar seperti Jakarta. Bisa dengan mengqada salat, bertayamum jika memungkinkan.

Namun bagi yang mungkin, semampunya bisa melaksanakan ibadah salat di musala atau tempat-tempat umum yang biasa menyelenggarakan ibadah salat.

"Hanya dengan cara itu, tidak ada satu ruang di dalam tubuh kita, tidak ada satu ruang di dalam waktu kita yang kosong dari mengerjakan ibadah salat," tutupnya.

Simak penjelasan lengkapnya dalam sketsa berikut ini:



Saksikan program Tanya Jawab Islam, setiap hari pukul 17:35 WIB selama Ramadan di detikcom.



Tonton juga video spesial Ramadan lainnya tentang mengaji berikut ini:


(rns/rns)

Diwajibkan menunaikan shalat pada waktu yang telah diperintahkan Allah Ta’ala. Siapa yang tahu bahwa shalatnya akan terlewatkan di sela-sela berangkatnya karena transportasi, maka dia harus menjaga shalatnya. Hendaknya dia menunaikan sebelum naik. Atau mempercepat naik agar memungkinkan menunaikan shalat langsung ketika turun. Kalau shalatnya itu memungkinkan dijama dengan lainnya seperti shalat zuhur dan asar dan shalat magrib dengan isya’. Maka dia jama’ diantara dua shalat di awal waktu atau diakhirnya, dengan melaksanakan keduanya secara bersamaan di waktu kedua sesuai dengan jadwal safar dan yang lebih mudah dilaksanakan. Agar tidak mengharuskan shalat di dalam mobil. Karena hal itu berdampak meninggalkan sebagian rukun dan syarat (shalat).

Kedua;

Shalat subuh tidak dapat dijamak dengan shalat lainnya. Kalau sekiranya seorang muslim naik mobil sebelum masuk waktu dan tidak memungkinkan berhenti untuk menunaikan shalat. Perkiraan kuat bahwa shalatnya akan terlewatkan kalau diakhirkan sampai turun. Karena tidak sampai kecuali telah terbit matahari. Maka dia shalat dalam kondisi naik di mobil. Maka dia harus melakukan rukun dan syarat shalat semampunya. Yang tidak mampu, menjadi gugur. Tidak boleh mengakhirkan shalat sampai keluar waktunya. Berdiri, menghadap kiblat, rukuk dan sujud kalau mampu melakukan sesuatu dari itu, maka dia harus melaksanakannya. Mampu berdiri di bus, maka dia berdiri di tempatnya dan menghadap kiblat semampunya. Kalau tidak memungkinkan ruku dan sujud, maka menunduk untuk keduanya, menjadikan sujud lebih rendah dibandingkan rukuk. Yang lebih baik dia menunduk untuk rukuk ketika berdiri kalau dia mudah untuk berdiri. Kemudian duduk dan merunduk untuk sujud ketika duduk di kursi. Silahkan merujuk jawaban soal di no. 96229.

Ketiga:

Yang kuat dari pendapat ahli ilmu bahwa tidur lelap yang mana seseorang tidak merasakan dengan adanya kejadian kalau hadats, termasuk membatalkan wudu. Sementara tidur ringan yang mana seseorang merasakan kalau hadats, tidak termasuk membatalkan wudu. Kalau tidur anda di bus lelap, maka itu termasuk pembatal wudu. Kalau tidur ringan, maka tidak membatalkan wudu. Kalau wudunya batal dan kesulitan seorang muslim untuk berwudu karena dia naik bus dan tidak berhenti, maka diperbolehkan bertayamum. Dengen menepuk kedua tangan di bawah bus kemudian mengusap wajah dan kedua telapak tangan kemudian shalat. Jangan mengakhirkan shalat dari waktunya. Silahkan merujuk jawaban soal no. 36889.

Apakah boleh tidak sholat saat perjalanan?

Salat lima waktu merupakan salat wajib yang tidak boleh ditinggalkan. Meski tengah disibukkan dengan berbagai aktivitas, ibadah ini harus tetap dilakukan tak terkecuali saat perjalanan jauh atau sedang mudik.

Bolehkah menunda shalat karena perjalanan?

BANJARMASINPOST.CO.ID - Bepergian atau berada di perjalanan yang jauh terkadang dapat menghambat seseorang untuk beribadah terutama shalat fardhu. Sesuai perintah Allah SWT, shalat fardu hukumnya wajib tak boleh ditinggalkan meski dalam keadaan apapun.

Bagaimana cara mengganti shalat yang tertinggal karena perjalanan jauh?

Cara membayar hutang shalat fardhu, yaitu dengan cara melakukan shalat qadha. Adapun tata cara qadha shalat sama seperti shalat yang ditinggalkan. Misalnya, seorang muslim lupa shalat Maghrib sebab sedang berada di perjalanan, maka orang tersebut wajib mengerjakan shalat tiga rakaat yang sama.

Apakah boleh shalat wajib di kendaraan?

Para ulama memperbolehkan umat muslim untuk sholat saat naik kendaraan. Hal ini mengacu sebuah hadist dari Jabir bin Abdillah r.a., "Rasulullah SAW melaksanakan sholat sunnah di atas kendaraan tanpa menghadap kiblat" (HR. Bukhari 1094). Sholat di atas kendaraan ini termasuk pula sholat di dalam mobil.