Program dari organisasi Budi Utomo yang paling menonjol terdapat pada bidang

dr.Soetomo (Sumber. Shutterstock.com)

Pada awal abad ke 20 terjadi perubahan dalam kebijakan politik di Hindia Belanda. Kelompok liberal yang memenangkan suara menyebabkan terjadinya peraturan ekonomi liberal di Hindia Belanda. Salah satu kebijakannya yaitu politik etis, peraturan tentang politik etis ini berasal dari masalah yang terjadi di Hindia Belanda dalam masalah kemanusiaan dan selain itu untuk mencari keuntungan bagi Belanda sendiri. Kritik-kritik yang dilayangkan untuk pemerintah kolonial belanda telah membuat pemerintah kolonial sedikit menyadari bahwa mereka telah banyak mengambil keuntungan dan mereka harus memperhatikan masyarakat di Hindia Belanda. Atas penderitaan yang didapatkan dari penduduk dari kebijakan kolonial sebelumnya seperti tanam paksa yang telah menyengsarakan rakyat sedangkan pemerintah kolonial telah mengambil banyak keuntungan dari itu maka sudah seharusnya pemerintah kolonial memberikan kesejahteraan bagi masyarakat pribumi.

Politik etis pada pelaksanaanya mulai ditetapkan pada tahun 1901 di bulan September pada saat Wilhelmina memberikan pidato pada acara tahunan. Meskipun politik etis yang diterapkan oleh pemerintah kolonial memberikan dampak bagi kemajuan kehidupan di tanah Hindia Belanda, akan tetapi tetap saja memiliki kepentingan bagi pemerintah kolonial sendiri. Pendukung dari politik etis setuju dengan peningkatan di dunia pendidikan bagi penduduk pribumi dan pemerataan kesejahteraan rakyat Hindia Belanda. Penerapan politik etis diharapkan oleh pendukung dari politik etis diharapkan untuk merata terhadap seluruh rakyat Hindia Belanda tidak hanya golongan tertentu.

Pemerintah kolonial yang menerapkan politik etis yang juga mendirikan sekolah-sekolah bagi pribumi merupakan salah satu langkah tonggak awal dari adanya kesadaran akan kebebasan dari kebijakan penjajahan yang terjadi. Pembebasan akan cengkeraman penjajahan melalui jalur pendidikan pertama kali didorong dengan adanya jurnal Bintang Hindia. Artikel ini pertama kali terbit pada tahun 1902 di Belanda. Pemimpin dalam penerbitan jurnal ini berasal dari seorang Minangkabau yang merupakan sarjana lulusan sekolah stovia yang dulunya sebelum tahun 1900 bernama sekolah Dokter-Jawa. Jurnal ini banyak dibaca oleh berbagai kalangan elite dan memiliki gagasan yang dianggap progresif sebelum peredarannya berakhir pada tahun 1906.

Dalam menjalankan politik etis di Hindia Belanda yang paling menonjol dari program tersebut yaitu dalam bidang pendidikan. Pengajar dan fasilitas yang diberikan sangat berkembang pesat dan pada perkembangan selanjutnya akan ditemui perubahan sosial yang terjadi di kalangan elite Hindia Belanda. Kesempatan yang diberikan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda diberikan bagi rakyat yang berasal dari golongan atas atau bangsawan. Di sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda menggunakan bahasa pengantar berbahasa Belanda dan hanya menerima hanya pada tingkat sekolah tingkat dasar dan menengah belum bisa sampai tingkat atas. Kondisi tersebut merupakan sebuah kemajuan dimana sebelum diadakannya program politik etis sangat tidak mungkin hal itu terjadi.

Politik etis dalam program edukasi menimbulkan banyak golongan terpelajar yang kemudian ingin mengadakan sebuah perubahan bagi sistem negaranya. Munculnya pergerakan politik dan pada beberapa kemudian memunculkan organisasi yang penyusunnya dilakukan secara modern.organisasi tersebut yaitu:

Pertemuan yang diselenggarakan pada bulan Mei 1908 menghasilkan suatu keputusan untuk membentuk organisasi bagi para pelajar yang digunakan untuk memajukan kepentingan-kepentingan priyayi rendah. Budi Utomo mendirikan cabang-cabang pada lembaga pendidikan dan anggotanya sendiri berjumlah 650 orang pada bulan juli 1908. Dalam organisasi ini telah menetapkan bahwa bidang perhatiannya hanya pada Jawa dan Madura. Bahasa Melayu dipilih sebagai bahasa resmi organisasi ini dan bukan bahasa Jawa. Organisasi Budi Utomo lebih banyak mengutamakan pada bidang kebudayaan dan pendidikan dan tidak banyak bergerak dalam bidang politik.

Kongres Budi Utomo pertama kali dilakukan di Yogyakarta pada bulan oktober 1908. Dalam kongres yang pertama kali dilakukan ini banyak memunculkan usulan-usulan baru dalam hal mengatur organisasi Budi Utomo. Usulan yang pertama muncul dari Tjipto Mangunkusumo yang menginginkan agar organisasi Budi Utomo menjadi partai politik agar dapat memperjuangkan semua kalangan tidak hanya golongan tertentu yaitu golongan priyayi saja dan kegiatannya dapat dilakukan lebih tersebar ke setiap daerah. Budi Utomo diakui sebagai organisasi yang sah pada tahun 1909 bulan desember dan kemudian dibubarkan pada tahun 1935.

Perkembangan organisasi ini sudah sejak awal mengalami kemandekan dalam perkembangannya karena kurangnya pendanaan dan pemimpin yang kurang dinamis. Setelah berdirinya organisasi ini kemudian muncul organisasi-organisasi yang lebih aktif dan beberapa organisasi tersebut bersifat kebudayaan, keagamaan dan pendidikan. Organisasi yang berkembang kemudian anggotanya tidak hanya golongan tertentu tetapi juga masyarakat bawah di desa dan beberapa bersifat politik.

Tirtoadisuryo berhasil mendirikan surat kabar untuk pertama kali yang pendiriannya dan dananya berasal dari orang-orang Indonesia asli. Surat kabar tersebut yaitu mingguan yang menggunakan bahasa Melayu Soenda Berita yang percetakannya dilakukan di Cianjur. Tahun 1910 Tirtoadisuryo mendirikan surat kabar Medan Prijaji yang kemudian berubah menjadi harian. Surat kabar ini didirikan di Batavia dan merupakan surat kabar harian pertama yang pengelolaannya dilakukan oleh pribumi. Tirtoadisuryo pada tahun 1911 mendorong salah satu pedagang batik yang sukses untuk mendirikan sebuah koperasi bagi pedagang batik Jawa. Cabang Surabaya H.O.S Cokroaminoto merupakan pemimpin di cabang Surabaya. H.O.S Cokroaminoto merupakan tokoh yang memiliki pengaruh dan karisma. H.O.S Cokroaminoto dalam pergerakan rakyat cukup terkemuka pada saat itu.

Organisasi Sarekat Dagang Islam berubah namanya menjadi Sarekat Islam. Perubahan nama dari organisasi ini sebelumnya terjadi perdebatan antara Tirtoadisuryo dan Samanhudi, Samanhudi banyak terlibat dalam perdagangan tidak terlibat dalam politik. Organisasi yang pada awalnya hanya berkutat pada perdagangan dan islam kini menjadi kabur. Setelah perubahan nama tersebut organisasi menjadi berkembang yang sangat pesat. Pada saat ini kekuataan rakyat memiliki basis dan untuk melakukan pengendalian sulit dan kelangsungannya berjalan sebentar. Sarekat Islam mengatakan bahwa mereka memiliki anggota yang jumlahnya sekitar 2 orang pada tahun 1919, akan tetapi jumlah yang sesungguhnya tidak lebih dari setengah juta anggota.

Meskipun SI menyatakan bahwa mereka setia terhadap rezim Belanda akan tetapi banyak terjadi kekerasan terutama ketika organisasi berkembang di desa-desa karena rakyat pedesaan menganggap bahwa organisasi sebagai alat pelindung di dalam melawan struktur kekuasaan lokal yang terlihat monolitik daripada sebagai gerakan politik modern karena mereka tidak sanggup mereka hadapi. Akibat adanya terjadinya gerakan kekerasan tersebut dianggap menjadi solidaritas yang dipersatukan karena ketidaksukaan terhadap pejabat-pejabat priyayi, maka dengan itu di beberapa wilayah terjadi semacam pemerintah bayangan dan pejabat priyayi harus menyesuaikan diri.

Pemboikotan yang terjadi pada tahun 1913 menyebabkan terjadi kekerasan di desa-desa yang dimana pada saat itu SI cabang memiliki peran penting terhadap hal tersebut. Pada saat itu Gubernur Jenderal Idenburg memberikan pengakuan resmi kepada SI, bahwa aksi tersebut tidak dapat dikendalikan oleh markas besarnya tetapi hanya dilakukan oleh cabang-cabang otonom. Idenburg dianggap membantu pemimpin pusat organisasi maka oleh sebagian orang-orang Belanda menganggap bahwa pernyataan Idenburg merupakan sebuah kekeliruan sehingga dari hal tersebut memunculkan ungkapan bahwa SI memiliki arti 'salah Idenburg'