Mengapa wanita yang sedang haid tidak boleh shalat

Mengapa wanita yang sedang haid tidak boleh shalat

Begini anjuran Nabi Muhammad SAW soal apakah wanita yang sedang haid boleh mengikuti salat Ied atau tidak.* /Galih Nur Wicaksono/Beritadiy

PR TASIKMALAYA - Bagi wanita, haid bisa menjadi sedikit penghalang untuk beribadah, terutama ketika kita harus melewatkan salat Ied di Hari Raya Idul Fitri.

Namun, sebenarnya masih ada banyak amalan sunnah yang bisa dilakukan wanita Muslim yang sedang haid dan tidak bisa mengikuti salat Ied.

Meskipun demikian, hukum menunaikan salat Ied adalah sunnah muakad, yang berarti sangat dianjurkan walaupun tidak wajib.

Karenanya, wanita yang sedang haid pun diperbolehkan untuk menghadiri salat Ied walaupun tidak mengikutinya.

Baca Juga: Tes Kepribadian: Gambar Kura-kura atau Kelinci yang Pertama Kali Kamu Lihat?

Nabi Muhammad SAW pun telah meminta agar wanita yang sedang haid tetap keluar rumah, sebagaimana yang telah diberitakan Pikiran Rakyat Indramayu.

>

Ulama besar sekaligus ahli fiqih, Imam As-Syaukani, menyampaikan anjuran Nabi Muhammad SAW ini.

Dikatakan bahwa para wanita diminta untuk menghadiri salat Ied, bahkan wanita yang sedang haid dan wanita yang sedang dipingit.

Imam As-Syaukani berkata: “Ketahuilah bahwasanya Nabi SAW terus-menerus mengerjakan dua shalat Ied ini dan tidak pernah meninggalkannya satu pun dari beberapa Ied. Nabi memerintahkan umatnya untuk keluar padanya, hingga menyuruh wanita, gadis-gadis pingitan dan wanita yang haid."

Baca Juga: Pram/Yere Raih Gelar di Badminton Asia Championship 2022

Sumber: Pikiran Rakyat Indramayu Tuban Bicara

Portal Kudus - Haid atau menstruasi adalah kegiatan rutin yang dirasakan wanita dewasa tiap bulan.

Ini berlangsung sebab kesibukan perkembangan fisiologis pada tubuh wanita, yang berlangsung dengan cara periodik serta dikuasai oleh hormon reproduksi.

Dalam Islam, wanita yang mengalami haid dilarang untuk melakukan salat. Beberapa faksi memandang larangan itu adalah bukti jika wanita yang sedang haid pada kondisi kotor serta najis.

Baca Juga: Niat Puasa Senin Kamis, dan Keutamaan Puasa Sunnah Senin Kamis

Asumsi ini adalah pertimbangan feminis serta tidak berdasarkan. Ini membuat wanita seperti dosa waktu mereka alami siklus alami badan.

>

Walau sebenarnya larangan melakukan salat saat haid mempunyai tujuan untuk kesehatan wanita tersebut.

Islam berpandangan jika wanita yang sedang haid masih suci serta bersih seperti wanita umum yang lain, yang kotor serta najis ialah darah yang keluar waktu haid, hingga orang yang sedang haid tak perlu dijauhi.

Baca Juga: Begini Tata Cara dan Niat Lengkap Puasa Tasua dan Asyura,Jatuh Pada Tanggal 28 Agustus 2020

Rasulullah bersabda, sebenarnya mukmin itu tidak najis." (HR. Al-Bukhari)

Kabar Damai I Senin, 26 Juli 2021

Jakarta I kabardamai.id I Haid atau menstruasi merupakan rutinitas yang dialami wanita dewasa setiap bulan. Ini terjadi karena aktivitas perubahan fisiologis dalam tubuh wanita, yang terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi.

Dalam Islam, wanita yang sedang mengalami haid dilarang untuk melaksanakan salat. Beberapa pihak menganggap larangan tersebut merupakan bukti bahwa wanita yang sedang haid dalam keadaan kotor dan najis.

Anggapan ini merupakan pemikiran yang tidak berdasar. Hal ini membuat wanita seperti dosa saat mereka mengalami siklus alami tubuh. Padahal larangan melaksanakan salat ketika haid bertujuan untuk kesehatan wanita itu sendiri.

Islam berpandangan bahwa wanita yang sedang haid tetap suci dan bersih layaknya wanita umum lainnya, yang kotor dan najis adalah darah yang keluar saat haid, sehingga orang yang sedang haid tidak perlu dijauhi.

“Rasulullah bersabda, sesungguhnya mukmin itu tidak najis.” (HR. Al-Bukhari)

“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”…. (Al-Baqarah: 222)

Larangan Islam terhadap wanita haid untuk melaksanakan shalat inipun mendapat tanggapan miring. Ada yang mengatakan bahwa haid diciptakan baik adanya agar dapat mengetahui tingkat kesuburan dan berguna untuk membersihkan darah dan tubuh. Selain itu juga bisa membersihkan area reproduksi dari berbagai bakteri, serta mengeluarkan kelebihan zat besi dari dalam tubuh.

Jelas sekali tidak ada hubungannya dengan salat dan puasa. Namun ilmu pengetahuan dan teknologi menjawab hal itu. Haid sangat ada hubungannya dengan kegiatan salat yang diwajibkan dalam Islam.

Baca Juga: Kekerasan Berbasis Gender: Mengapa Perempuan Kerap Menjadi Korban?

Allah SWT tidak mungkin melarang wanita untuk salat dan tidak boleh puasa tanpa alasan. Studi modern membuktikan bahwa gerakan salat sama seperti olahraga sehingga dapat membahayakan wanita yang sedang haid.

Kegiatan ruku dan sujud dalam salat berbahaya karena akan meningkatkan peredaran darah ke rahim yang akan dikeluarkan dalam bentuk darah menstruasi. Semakin banyak melakukan ruku dan sujud tentu saja sel rahim dan indung telur ini akan semakin banyak menyedot banyak darah dari sistem peredaran darah.

Hasilnya banyak darah mengalir ke rahimnya dan kehilangan darah yang terus menerus juga mengakibatkan perempuan lebih gampang lelah, memiliki kadar emosi yang naik turun. Selain itu, wanita menjadi rentan terkena anemia dan kehilangan zat besi ketika sistem peredaran darah banyak mengalirkan darah ke rahim yang dikeluarkan menjadi darah menstruasi.

Semakin banyak darah yang dikeluarkan, maka zat imunitasnya di tubuhnya akan hancur. Sebab sel darah putih berperan sebagai imun akan hilang melalui darah haid. Jika seorang wanita salat saat haid, maka ia akan kehilangan darah dalam jumlah banyak.

Ini berarti akan kehilangan sel darah putih. Jika ini terjadi maka seluruh organ tubuhnya seperti limpa dan otak akan terserang penyakit. Inilah hikmah besar di balik larangan syariat agar wanita haid untuk salat hingga ia suci. Al-Quran dengan sangat cermat menyebutkannya.

Selain itu, wanita tidak dianjurkan untuk berpuasa demi menjaga asupan gizi makanan yang ada di dalam tubuhnya dan kesehatan fisiknya.

Hal ini disebabkan karena kehilangan banyak darah yang keluar membuatnya gampang lelah, memiliki kadar emosi yang naik turun, serta rentan terkena anemia. Para medis menganjurkan agar ketika dalam keadaan haid, wanita banyak beristirahat dan mengonsumsi makanan yang bergizi.

Agar darah dan logam (magnesium, zat besi) dalam tubuh yang berharga tidak terbuang percuma. Selama masa haid ini, seorang wanita seharusnya lebih memperhatikan asupan gizi dan kondisi kesehatan fisiknya. Seperti makan makanan kaya zat besi (contohnya bayam, daging-dagingan, dan ati ampela), makanan tinggi protein (contohnya telur dan ikan), makanan tinggi serat (sayur berdaun dan buah-buahan), dan sumber vitamin C yang membantu penyerapan zat besi dalam tubuh.

Dalam kondisi tertentu, dilansir renungkanlah.com, wanita juga dianjurkan mengonsumsi tablet tambah darah yang kaya akan zat besi untuk membantu proses pembentukan darah dan mencegah anemia.

Nah, bisa dibayangkan kalau saja perempuan yang sedang Haid masih diwajibkan berpuasa, bakal banyak wanita yang mengalami anemia kronis. Karena sepanjang hidupnya ia harus berpuasa disaat seharusnya ia membutuhkan asupan nutrisi dan zat besi yang cukup untuk kesehatan tubuhnya.

Penulis: Ai Siti Rahayu

Pertama, larangan wanita haid untuk shalat. Melaksanakan shalat dalam keadaan memiliki hadats besar sangatlah dilarang. Ketika dalam masa haid, berarti kita sedang dalam keadaan tidak suci atau kotor. Oleh karena itu, diperintahkan untuk tidak shalat fardhu maupun sunnah kepada muslimah yang sedang haid.

Rasulullah Saw. bersabda kepada istrinya Aisyah, “Apabila haid datang, tinggalkanlah shalat,”

(HR Bukhari dan Muslim).

Suatu hari, datanglah seorang wanita dan bertanya kepada Aisyah, “Apakah salah seorang dari kami harus mengqadha shalatnya bila telah suci dari haid?”

Kemudian istri Nabi pun bertanya, “Apakah engkau wanita Hururiyah? Kami dulunya haid di masa Nabi Saw. Beliau tidak memerintahkan kami mengganti shalat,” (HR. Bukhari).

Kedua, larangan puasa untuk muslimah yang sedang haid. Para ulama sepakat (ijma), muslimah yang sedang haid atau masa setelah melahirkan yang masih mengeluarkan darah nifas, maka tidak diperbolehkan berpuasa. Namun, setelah masa haidnya usai, mereka wajib mengganti (mengqadha) puasa Ramadhan.

Aisyah menjelaskan, “Kami mengalami hal itu (haid), maka kami diperintahkan mengqhada puasa tapi tidak diperintahkan mengqadha shalat,” (H.R Muslim dan Abu Daud).

Ketiga adalah thawaf. Thawaf adalah salah satu rukun haji. Dengan cara mengelilingi Kabah di Masjidil Haram sebanyak tujuh kali putaran.

Saat ini, tidak sedikit muslimah yang berkeinginan kuat “harus” melakukan thawaf sampai-sampai meminum obat penghalang haid. Mengkonsumsi obat seperti ini tidak dilarang selagi obat ini tidak membahayakan dirinya sendiri sendiri dan orang lain.

Rasulullah Saw. bersabda kepada Aisyah ketika sedang melaksanakan haji, tetapi pada saat itu pula haid datang. “Kerjakanlah segala yang dikerjakan oleh orang yang sedang berhaji, tetapi jangan melakukan thawaf,”

(HR. Bukhari dan Muslim).

Keempat adalah membaca Al-Quran. Rasulullah Saw. bersabda, “Orang junub dan wanita haid tidak boleh membaca sedikit pun dari Al-Quran,” (HR. Tirmidzi).

Ada banyak pendapat para ulama tentang ini. Di antaranya ialah pendapat Syekh Shaleh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan. Ia menjelaskan, seorang muslimah yang sedang haid tidak diperbolehkan membaca Al-Quran. Baik melalui mushaf atau dari hafalannya, karena dia memiliki hadats besar.

Hal itu karena Rasulullah pernah menolak membaca Al-Quran ketika beliau sedang junub. Namun beberapa pendapat ulama meringankan atau membolehkan dalam beberapa kondisi. Seperti mengulang hafalan atau dalam ujian membaca Al-Quran, jika memang nantinya dikhawatirkan tidak ada lagi kesempatan ujian.

Ulama lain juga menyebut, muslimah yang sedang haid harus memakai penghalang seperti kain, sarung tangan dan sebagainya jika hendak memegang Al-Quran. Dalam hal ini, muslimah tidak diperkenankan menyentuh Al-Quran secara langsung tanpa penghalang.

Lain halnya dengan pendapat Abu Hanifah, Asy Syafi’i, dan Ahmad. Mereka menjelaskan, wanita yang sedang haid dan junub boleh berdzikir dan membaca Al-Quran.

Hal lain yang perlu diketahui, tidak ada larangan bagi muslimah yang sedang haid, ketika mendengar ayat sajadah untuk melakukan sujud tilawah. Dijelaskan, karena sujud bukan berarti shalat. Sehingga tidak diharuskan untuk bersuci ketika ingin melakukannya.

Kelima adalah berhubungan badan (jima). Allah Swt. berfirman, “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah haidh itu adalah kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita diwaktu haidh dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.” 

QS. Al-Baqarah [2]: (222).

Keenam adalah berdiam diri di masjid. Dalam Al-Majmu II/163, An-Nawawi mengutip ucapan Ahmad bin Hanbal, “Haram bagi seseorang junub duduk dan berdiam di masjid, tetapi dibolehkan baginya melewatinya karena suatu keperluan.” Dilanjutkan lagi, “Seseorang yang junub boleh berhenti dan duduk di masjid setelah dia berwudhu.”

Dalam hal ini, para ulama juga berbeda pendapat. Dikisahkan juga, seorang wanita yang tinggal di dalam masjid pada zaman Rasulullah Saw. tapi tidak ada dalil menyatakan Rasulullah Saw. memerintahkan wanita itu untuk meninggalkan masjid ketika haid.

Ketujuh adalah thalak (Ath-Thalaq). Menurut bahasa adalah melepas ikatan atau membiarkan. Sedangkan menurut istilah, melepas ikatan pernikahan.

Ketika seoarang suami melakukan thalak saat istrinya dalam keadaan haid, maka disebut thalak bid’i. Thalak jenis ini sangat dilarang. Seperti dijelaskan Ibnu Katsir dalam tafsirnya dengan membawa ucapan Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas tentang firman Allah Swt, “Fathalliquuhunna li ‘iddatihinna.”

Ibnu Abbas menafsirkan, “Tidak boleh seseorang menceraikan istrinya dalam keadaan haid dan tidak boleh pula ketika si istri dalam keadaan suci, namun telah disetubuhi dalam masa suci itu. Akan tetapi, bila dia tetap ingin menceraikan istrinya, maka hendaklah membiarkannya sampai datang masa haid berikutnya, lalu disusul masa suci setelah itu ia bisa menceraikannya.”

Wallahu A’lam bis Shawab

...Berikutnya