Bagaimana kehidupan masyarakat praaksara pada masa bercocok tanam?

Masa bercocok tanam lahir melalui proses panjang dari usaha manusia prasejarah dalam menunjang dan mempermudah pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Dimana, kehidupan bercocok tanam ini ditandai dengan peningkatan kemampuan untuk menghasilkan alat-alat kebudayaan. Lalu bagaimana kehidupan budaya masa bercocok tanam dan alat apa saja yang digunakan?

Kehidupan budaya masa bercocok tanam ditandai perubahan kehidupan manusia yang sangat signifikan, yaitu dari kehidupan semi nomad menjadi menetap secara permanen. Manusia prasejarah tidak lagi berpindah tempat untuk mencari makan, melainkan sudah mampu bercocok tanam.

Peralihan dari kehidupan berburu dan meramu menjadi bercocok tanam merupakan lompatan perubahan yang luar biasa. Gejala ini disebut revolusi neolitik atau revolusi agraria pertama. Dimana dalam menunjang kehidupan budaya masa bercocok tanam ini manusia mengandalkan alat-alat yang lebih maju dibanding masa berburu dan meramu.

Adapun pelaku kebudayaan pada masa ini adalah proto melayu. Mereka bermigrasi ke Indonesia secara bergelombang sekitar tahun 5000 SM sampai 3000 SM. Kebudayaan yang mereka bawa adalah kebudayaan kapak persegi dan kapak lonjong.

Baca juga: Kehidupan Budaya Pada Masa Berburu dan Meramu

Ciri umum dari dua kebudayaan ini adalah peralatan batu yang sudah halus buatannya, sudah diasah sampai tajam dan bertangkai. Selain itu, keperluan sehari-hari (rumah tangga dan pertanian), manusia purba juga membuat alat-alat keperluan upacara dan keindahan.

Kebudayaan Kapak Persegi

  • Kapak bahu, sejenis kapak berbentuk khusus dengan bilah tajam cembung. Mata kapak pendek, bahu cekung. Alat bertangkai panjang berfungsi untuk menebang dan membelah kayu.
  • Kapak tangga, sejenis kapak persegi dengan permukaan atas dibuat lebih rendah sehingga bentuknya menjadi seperti tangga. Alat ini digunakan untuk menggemburkan tanah dan memanen palawija.
  • Kapak biola, sejenis kapak berbentuk menyerupai biola dengan penampang sedikit lonjong. Alat ini digunakan sebagai kelengkapan upacara kepercayaan.
  • Kapak atap, sejenis kapak persegi yang tebal dengan keempat bentuk trapesium.
  • Mata panah, sebagai alat berburu dan menangkap ikan.
  • Gerabah, terbuat dari tanah liat yang dibakar. Alat ini berfungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda perhiasaan, atau bisa juga untuk menyimpan makanan olahan untuk persediaan pangan.
  • Perhiasaan, berupa kalung, gelang, anting-anting yang terbuat dari tanah liat, batu kalsedon, yaspur dan agat. Selain untuk keindahan penampilan, perhiasaan ini digunakan sebagai kelengkapan upacara.

Kebudayaan Kapak Lonjong

  • Kapak Lonjong berukuran besar atau weizenbel, terbuat dati batu kali. Alat ini digunakan sebagai pacul dan menggemburkan tanah.
  • Kapak lonjong berukuran kecil atau kleinbel, juga terbuat dari batu kali dan digunakan untuk membelah kayu dan menebang tanaman. Ada juga kapak lonjong dari batu kalsedon yang digunakan sebagai kelengkapan upacara.
  • Alat-alat lain yang serupa dengan kebudayaan kapak persegi, seperti gerabah, mata panah, dan perhiasaan.

Masa Bercocok taman zaman praaksara, setelah melewati masa kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan, maka mereka menuju masa kehidupan bercocok tanam. Mereka telah merasakan kehidupan berpindah-pindah kurang menguntungkan karena harus berulangkali membuka ladang.

Selain itu dengan bercocok tanam dirasakan persediaan makanan akan tercukupi sepanjang tahun, tanpa harus membuka ladang lagi. Selain bercocok tanam juga dikembangkan memelihara hewan ternak.

Masa Bercocok taman zaman praaksara, manusia yang hidup pada masa bercocok tanam ini diperkirakan semasa dengan zaman neolithikum. Secara geografis pada zaman ini sangat menggantungkan iklim dan cuaca alam. Hal ini karena sangat di butuhkan untuk bercocok tanam.

Hasil dari penen mereka juga sangat di pengaruhi dari kondisi tekstur tanah yang mereka gunakan. Manusia kadang harus menyesuaikan dan belajar banyak dari pengalaman yang mereka dapatkan sebelumnya.

Pada masa ber bercocok tanam ini, manusia mampu mengolah lahan secara sederhana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara ekonomi mereka telah menghasilkan produksi sendiri untuk memenuhi kebutuhan kelompok.

Mereka membabat hutan dan semak belukar untuk di tanami. Produksi yang mereka hasilkan antara lain dari jenis tanaman umbi umbian. Karena jenis tanaman ini mudah di kembangkan dan tidak memerlukan teknik pertanian yang begitu rumit.

Selain pertanian sumber ekonomi yang lain adalah beternak. Dengan memelihara ayam, kerbau, babi hutan dan lain-lain mereka sangat terbantu dalam menjalani hidup.

Fungsi hewan ternak selain sebagai sumber makanan untuk juga membantu dalam berburu, karena kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan masih mereka lakukan.

Manusia pada masa bercocok tanam diperkirakan sudah melakukan kegiatan perdagangan sederhana yaitu barter atau tukar menukar barang. Barang yang di pertukarkan pada waktu itu ialah hasil-hasil cocok tanam, hasil laut yang di keringkan dan hasil kerajinan tangan seperti gerabah dan beliung.

Hasil umbi umbian sangat di butuhkan oleh penduduk pantai dan sebaliknya hasil ikan laut yang di keringkan sangat di butuhkan oleh mereka yang hidup di pedalaman.

Kehidupan Sosial

Kehidupan bercocok tanam mempengaruhi tata kehidupan sosial secara kelompok. Dengan hidup bercocok tanam memberi kesempatan pada manusia untuk menata hidup lebih teratur. Mereka hidup secara berkelompok dan membentuk masyarakat perkampungan kecil.

Dalam sebuah kampung terdiri dari beberapa keluarga dan dalam kampung di pimpin oleh satu ketua kampung atau ketua suku. Strata sosial dari ketua suku adalah paling tinggi, karena kriteria yang di ambil berdasarkan orang yang paling tua atau yang paling berwibawa secara religius.

Dengan demikian semua aturan yang telah di tetapkan kan di taati dan di jalankan oleh seluruh kelompok tersebut.

Kebutuhan hidup secara bersama-sama di kelola untuk kepentingan bersama. Kegiatan yang memerlukan tenaga besar seperti membangun rumah, berburu, membuat perahu, membabat hutan untuk ladang pertanian diserahkan pada kaum laki-laki.

Sedangkan kegiatan mengumpulkan makanan, menabur benih di ladang, beternak, merawat rumah dan keluarga yang masih kecil di serahkan pada kaum perempuan. Sedangkan ketua kampung atau suku sebagai komando dari semua kegiatan diatas sekaligus sebagai pusat religi pada kepercayaan yang mereka anut.

Baca juga Jenis Manusia Pra Aksara di Indonesia

Dari sinilah mulai muncul strata sosial dalam sebuah komunitas masyarakat kecil. Secara berangsur-angsur namun pasti kelompok ini kan membentuk sebuah masyarakat yang besar dan kompleks sehingga kan muncul suatu masyarakat kompleks di bawah kekuasaan yang kelak di sebut kerajaan dengan datangnya pengaruh Hindu dan Budha.

Ilustrasi kehidupan masyarakat Indonesia pada masa bercocok tanam. Sumber foto : pixabay.com

Kehidupan masyarakat Indonesia pada masa bercocok tanam sering disebut juga sebagai masa revolusi kebudayaan karena terjadi perubahan besar pada berbagai corak kehidupan masyarakat praaksara.

Hal ini beralasan karena kehidupan masyarakat Indonesia pada masa bercocok tanam mengalami perubahan baik dalam bidang ekonomi, sosial sampai kepercayaan.

Masa bercocok tanam merupakan proses panjang dari usaha manusia prasejarah untuk memenuhi kebutuhan hidup pada periode-periode sebelumnya. Periode ini amat penting dalam sejarah perkembangan dan peradaban masyarakat, karena beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber alam terjadi pada masa ini.

Melansir dari buku Pengantar Antropologi, Koentjaraningkart, 2005, masa bercocok tanam dimulai sekitar 10.000 tahun lalu, bersamaan dengan Zaman Neolitikum. Jenis manusia pendukung dari periode ini adalah Proto Melayu, antara lain suku Dayak, Toraja, Sasak, dan Nias.

Kehidupan masyarakat Indonesia pada masa bercocok tanam mengalami banyak perubahan, namun satu hal yang bisa dipastikan adalah ciri-ciri dari masa bercocok tanam tersebut.

Ciri-ciri masa bercocok tanam

  • Perubahan dari food gathering ke food producing.

  • Masyarakatnya mengenal bercocok tanam dan beternak.

  • Tempat tinggal sudah menetap.

  • Mengenal sistem pertukaran barang atau barter.

  • Alat-alat batu sudah diasah dan dihias.

  • Ditemukannya kebudayaan kapak lonjong dan kapak persegi.

Kehidupan masyarakat Indonesia pada masa bercocok tanam dari segi ekonomi mengalami perubahan karena telah berhasil mengolah makanan sendiri (food producing). Masyarakat membuka hutan kemudian menanaminya dengan sayur dan buah untuk mencukupi kehidupan sehari-hari. Binatang buruan yang dulunya mereka tangkap mulai dipelihara dan diternak. Diperkirakan pada masa ini mereka telah mengenal sistem pertukaran barang alias barter.

Pixabay.com

Sementara dari segi sosial, mereka beralih dari kegiatan mengumpulkan makanan ke kehidupan bercocok tanam. Mereka tidak lagi berpindah-pindah tempat atau nomaden, tetapi menetap di suatu wilayah. Pemilihan tempat tinggal biasanya dipengaruhi oleh sumber air dan dekat dengan alam yang diolahnya. Karena mereka telah hidup menetap, maka akhirnya mereka hidup secara berkelompok dan membentuk perkampungan kecil.

Kehidupan masa bercocok tanam dan hidup menetap ini berlangsung bersamaan dengan masa Neolitikum. Maka tak heran jika pada periode ini terjadi revolusi kebudayaan yang sangat besar dalam peradaban manusia. Ini dapat dilihat dari benda-benda peninggalannya berupa peralatan dari batu dan tulang yang telah diumpam (diasah).

Dari penemuan alat pemukul kayu, maka diduga pada masa bercocok tanam ini mereka sudah mengenal pakaian. Pakaiannya terbuat dari kulit kayu dan kulit binatang.

Terakhir, yang menarik dari kehidupan masyarakat Indonesia pada masa bercocok tanam adalah sistem kepercayaannya. Mereka mengenal kepercayaan akan hal gaib dan orang yang meninggal akan memasuki alam lain.

Berkaitan dengan kepercayaan ini, lalu muncul tradisi pendirian bangunan besar yang disebut tradisi megalitik. Secara umum, sistem kepercayaan pada masa ini dapat dibagi ke dalam dua aliran, yaitu animisme (kepercayaan terhadap roh leluhur) dan dinamisme (kepercayaan terhadap benda gaib). (DNR)