Jelaskan intrik politik kehidupan politik pada masa kerajaan singasari

Jawaban:

Masa kekuasaan Kerajaan Singasari berlangsung antara 1222-1292 M.

Pada awanya, kehidupan politik Kerajaan Singasari diwarnai banyak intrik istana yang berkaitan dengan pembunuhan anggota kerajaan, bahkan rajanya.

Secara berturut-turut, penguasa Singasari adalah Ken Arok, Anusapati, Tohjaya, Ranggawuni (Wisnuwardana), dan Kertanegara.

Pada masa kekuasaan Raja Kertanegara (1272-1292 M) inilah, Kerajaan Singasari berhasil mencapai masa kejayaan.

Dalam bidang politik, Raja Kertanegara terkenal akan gagasan perluasan cakrawala mandala ke luar Pulau Jawa, yang meliputi daerah seluruh dwipantara atau Nusantara.

Untuk mewujudkan cita-citanya itu, berikut ini beberapa upaya politik luar negeri yang ditempuh Raja Kertanegara selama memerintah di Singasari.

Melaksanakan Ekspedisi Pamalayu

Pada 1275, Raja Kertanegara mengirimkan ekspedisi untuk menaklukkan Melayu yang terkenal dengan nama ekspedisi Pamalayu.

Sasaran ekspedisi ini adalah untuk menguasai Sriwijaya. Akan tetapi, untuk mencapai tujuan tersebut, Singasari harus menanamkan pengaruh di daerah disekitarnya, termasuk Melayu.

Ekspedisi tersebut berangkat pada 1275 dan dipimpin oleh Mahesa Anabrang (Kebo Anabrang).

Sebagai tanda persahabatan, Raja Kertanegara menghadiahkan patung Amogapasha kepada penguasa Melayu.

Baca juga: Ekspedisi Pamalayu, Usaha Kerajaan Singasari Memperluas Jajahan

Perluasan wilayah ke seluruh Nusantara

Raja Kertanegara menginginkan wilayah Singasari hingga meliputi seluruh Nusantara. Beberapa daerah yang berhasil ditaklukkan misalnya Bali, Kalimantan Barat, Maluku, seluruh Jawa, dan Pulau Gurun yang terletak di Indonesia bagian timur.

Bali berhasil ditaklukkan pada 1284 M dan rajanya saat itu ditawan untuk dibawa ke Singasari di Malang.

Dalam prasasti yang tertera pada bagian belakang arca Camundi dari Desa Ardimulyo (Singasari) yang berangka tahun 1292 M, dikatakan bahwa Raja Kertanegara menang di seluruh wilayah dan menundukkan semua pulau-pulau yang lain.

Oleh karena itu, pada masa pemerintahannya tentara Singasari kerap dikirim keluar daerah dalam rangka perluasan wilayah.

Menjalin hubungan dengan kerajaan lain di luar Indonesia

Dalam rangka memperkuat politik luar negerinya, Raja Kertanegara menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan lain di luar Kepulauan Indonesia.

Tindakan ini rupanya didorong oleh ancaman dari China, yang saat itu dikuasai oleh Kubilai Khan dari Dinasti Yuan.

Kubilai Khan diketahui sedang memperluas pengaruhnya dengan meminta pengakuan kekuasaan dari negeri-negeri yang sebelumnya mengakui kekuasaan Dinasti Sung.

Jawa pun tidak luput dari incaran, terbukti dengan utusan Kubilai Khan yang mulai datang pada 1290 dan 1291.

Untuk menghadapi Kubilai Khan, Raja Kertanegara menjali hubungan dengan Raja Jayasingawarman III dari Kerajaan Campa.

Hal itu dibuktikan dengan keberadaan Prasasti Po Sah yang berangka tahun 1306 M, yang menyatakan bahwa Raja Jayasingawarman III memperistri salah seorang saudara perempuan Raja

tirto.id - Sejarah Kerajaan Singasari terkait erat dengan sosok Ken Arok (1222-1247) yang konon sebagai pendirinya. Masa kejayaan kerajaan Hindu yang terletak di Jawa bagian timur ini terjadi saat dipimpin oleh Kertanegara (wafat tahun 1292) sekaligus menjadi raja terakhirnya.

Dikutip dari Neo Patriotisme: Etika Kekuasaan dalam Kebudayaan Jawa (2008) karya H.M. Nasruddin Anshoriy, Ch., lokasi kerajaan ini diperkirakan berada di daerah yang sekarang menjadi wilayah Kecamatan Singasari, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.

Nama sebenarnya dari Kerajaan Singasari adalah Kerajaan Tumapel yang beribukota di Kutaraja. Asal-usul penamaan Singasari bermula saat Raja Wisnuwardhana menunjuk anaknya yang bernama Kertanegara sebagai putra mahkota dan mengganti nama pusat pemerintahan kerajaan menjadi Singasari.
Singasari yang sebenarnya merupakan nama ibu kota justru lebih terkenal daripada nama kerajaannya yakni Tumapel. Pada akhirnya, orang terbiasa menyebut Kerajaan Tumapel dengan nama Kerajaan Singasari.

Kerajaan Singasari mengalami puncak keemasan pada era raja terakhirnya yakni Kertanegara dan memiliki wilayah kekuasaan yang amat luas. Widjiono Wasis dalam Ensiklopedi Nusantara (1989) mengungkapkan, Kertanegara kala itu ingin menyatukan sebagian wilayah Nusantara di bawah naungan Singasari.

Dengan pusat pemerintahan di Jawa bagian timur, wilayah kekuasaan Singasari pada era Kertanegara disebut-sebut mencakup Bali, Sunda, sebagian Kalimantan, bahkan sebagian Sumatera hingga kawasan Selat Malaka.

Ken Arok Menjadi Raja

Mulanya, Tumapel bukan sebuah kerajaan, melainkan daerah bawahan Kerajaan Kadiri (Kediri). Menurut Kitab Paraton, wilayah Tumapel dipimpin oleh Tunggul Ametung yang menjabat sebagai akuwu (setara camat). Tunggul Ametung memiliki istri bernama Ken Dedes.

Tahun 1222, masih disebutkan dalam Pararaton, Tunggul Ametung mati dibunuh oleh pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok. Ken Arok kemudian menikahi Ken Dedes yang saat itu sedang mengandung. Anak Ken Dedes dari Tunggul Ametung ini nantinya diberi nama Anusapati.

Selain beristrikan Ken Dedes yang merupakan janda Tunggul Ametung, Ken Arok punya satu istri lagi bernama Ken Umang yang kelak melahirkan anak laki-laki bernama Tohjaya.

Dikutip dari buku yang mengambil judul Pararaton (1965) karya R. Pitono, setelah membunuh Tunggul Ametung dan menikahi Ken Dedes, Ken Arok menjadi penguasa baru Tumapel. Ken Arok berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kerajaan Kadiri.

Terjadilah peperangan sengit antara Tumapel melawan Kadiri. Tumapel di bawah pimpinan Ken Arok memenangkan perang tersebut yang kemudian mendeklarasikan diri sebagai raja dengan gelar Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi.

Dua Versi Raja-raja Singasari

Ada dua versi dalam dalam mengidentifikasi sejarah Kerajaan Tumapel atau Singasari menurut dua kitab, yakni Kitab Pararaton dan Kitab Negarakertagama. Perbedaan ini meliputi daftar penguasa dan angka tahunnya

Menurut Kitab Pararaton


Dikisahkan dalam Pararaton, Anusapati yang merupakan putra Tunggul Ametung (1185-1222) dan Ken Dedes ingin membalas dendam terhadap Ken Arok yang telah membunuh ayahnya. Pada 1247, Ken Arok mati di tangan Anusapati yang kemudian berkuasa di Tumapel. Namun, pada 1249, gantian Anusapati yang tewas, dihabisi oleh Tohjaya yang tidak lain adalah anak Ken Arok dari Ken Umang. Tohjaya naik singgasana sebagai raja Tumapel atau Singasari setelah Anusapati tiada. Akan tetapi, takhta Tohjaya hanya berlangsung singkat. Pada 1250, pemerintahannya digulingkan oleh pasukan khusus yang dihimpun oleh Ranggawuni atau yang nantinya dikenal sebagai Wisnuwardhana. Ranggawuni atau Wisnuwardhana adalah anak dari Anusapati dan melanjutkan lingkaran dendam yang melingkupi takhta Kerajaan Singasari. Wisnuwardhana dinobatkan sebagai raja selanjutnya hingga kemudian mewariskan kekuasaan kepada putranya yang bernama Kertarajasa.

Daftar Raja Tumapel/Singasari Versi Pararaton


  • Tunggul Ametung (1185-1222) | Pemimpin Tumapel
  • Ken Arok (1222-1247) | Pemimpin Tumapel, membunuh Tunggul Ametung
  • Anusapati (1247-1249) | Putra Tunggul Ametung & Ken Dedes, membunuh Ken Arok
  • Tohjaya (1249-1250) | Putra Ken Arok dari Ken Umang, membunuh Anusapati
  • Wisnuwardhana (1250-1272) | Putra Anusapati, menggulingkan Tohjaya
  • Kertanagara (1272-1292) | Putra Wisnuwardhana


Menurut Kitab Negarakertagama

Negarakertagama tidak pernah menyebut nama Tunggul Ametung maupun Ken Arok. Penguasa Tumapel yang mengalahkan Kerajaan Kadiri, menurut Negarakertagama, adalah Rangga Rajasa Sang Girinathaputra (1222-1227).

Rangga Rajasa memiliki putra bernama Anusapati (1227-1248) yang kemudian bertakhta di Tumapel alias Singasari. Anusapati digantikan oleh putranya yang bernama Wisnuwardhana pada 1248 dan memerintah hingga 1254. Selanjutnya, raja terakhir Singasari adalah Kertanagara, putra Wisnuwardhana, yang memimpin hingga wafatnya pada 1292 sekaligus mengakhiri riwayat kerajaan ini lantaran terjadinya pemberontakan dari dalam.

Dengan demikian, Negarakertagama tidak menyebut sosok Tunggul Ametung, Ken Arok, Ken Dedes, Ken Umang, maupun Tohjaya dalam sejarah Kerajaan Tumapel alias Singasari, seperti yang termaktub dalam Pararaton.

Daftar Raja Tumapel/Singasari Versi Negarakertagama


  • Rangga Rajasa (1222-1227) | Penguasa Tumapel
  • Anusapati (1227-1248) | Putra Rangga Rajasa
  • Wisnuwardhana (1248-1254) | Putra Anusapati
  • Kertanagara (1254-1292) | Putra Wisnuwardhana

Jelaskan intrik politik kehidupan politik pada masa kerajaan singasari

Kerajaan Singhasari


1222–1292

Perkembangan Kerajaan Singhasari pada masa pemerintahan Kertanagara.

Ibu kotaKutaraja yang lalu berganti nama SinghasariBahasa yang umum digunakanJawa Kuno, SanskertaAgama

Siwa-Buddha (Hindu dan Buddha), Kapitayan, Animisme, Tantra BhairawaPemerintahanMonarkiSri/Raja 

• 1222–1227

Ken Arok

• 1227–1248

Anusapati

• 1248–1268

Wisnuwardhana

• 1268–1292

Kertanegara Sejarah 

• Awal berdiri oleh Pemberontakan Ken Arok

1222

• Ekspedisi Pamalayu

1275–1286

• Ekspedisi Pabali

1282–1284

• Runtuh oleh pemberontakan Jayakatwang dari Gelanggelang

1292 Mata uangKoin emas dan perak

Didahului oleh
Digantikan oleh
Jelaskan intrik politik kehidupan politik pada masa kerajaan singasari
Kerajaan Kadiri
Kerajaan Majapahit
Jelaskan intrik politik kehidupan politik pada masa kerajaan singasari
Sekarang bagian dari
Jelaskan intrik politik kehidupan politik pada masa kerajaan singasari
 
Indonesia

Jelaskan intrik politik kehidupan politik pada masa kerajaan singasari
 Malaysia

Jelaskan intrik politik kehidupan politik pada masa kerajaan singasari
 
Singapura

Jelaskan intrik politik kehidupan politik pada masa kerajaan singasari

Arca Prajnaparamita ditemukan dekat candi Singhasari dipercaya sebagai arca perwujudan Ken Dedes (koleksi Museum Nasional Indonesia). Keindahan arca ini mencerminkan kehalusan seni budaya Singhasari.

Kerajaan Singasari (bahasa Jawa: ꦏꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦱꦶꦔꦱꦫꦶ, translit. Karaton Singhasari) atau Kerajaan Tumapel, merupakan sebuah kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang didirikan oleh Ken Arok atau disebut juga sebagai Ken Angrok pada tahun 1222. Sejarah kerajaan ini terkait erat dengan sosok Ken Angrok (1222–1247) yang adalah pendiri Wangsa Rajasa sekaligus kerajaan Tumapel. Lokasi dari kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di daerah Kecamatan Singasari, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.

Nama Kerajaan

Berdasarkan keterangan dalam Prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan Singhasari adalah Kerajaan Tumapel. Nama Tumapel juga muncul dalam berita Tiongkok dari Dinasti Yuan dengan ejaan Tu-ma-pan. Kakawin Nagarakretagama memperjelas jika sesungguhnya ibu kota Tumapel bernama Kutaraja ketika pertama kali didirikan tahun 1222.[1][2]

Pada 1253, Wisnuwardhana mengganti nama ibu kota kerajaan menjadi Singhasari. Nama Singhasari yang merupakan nama ibu kota kemudian justru lebih terkenal daripada nama Tumapel. Inilah yang membuat Tumapel juga lebih dikenal dengan nama Kerajaan Singasari.

Pendirian Kerajaan

Pararaton menyebut Tumapel awalnya hanya sebuah daerah bawahan Kerajaan Kadiri. Adapun yang menjabat sebagai akuwu (setara camat) Tumapel saat itu adalah Tunggul Ametung. Dia mati dibunuh dengan cara tipu muslihat oleh pengawalnya sendiri, yaitu Ken Angrok, yang kemudian mengangkat dirinya menjadi raja pertama Tumapel dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi.

Ken Angrok lantas menikahi janda Tunggul Ametung yang saat itu sedang mengandung, yaitu Ken Dedes. Anak Ken Dedes dari Tunggul Ametung ini nantinya diberi nama Anusapati. Selain beristrikan Ken Dedes, Ken Angrok mempunyai satu istri lagi bernama Ken Umang yang kelak melahirkan anak laki-laki bernama Tohjaya.

Ketika berkuasa, Ken Angrok berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kadiri. Pada 1221, terjadi perseteruan antara Kertajaya, raja Kerajaan Panjalu, dengan kaum brahmana. Para brahmana lantas menggabungkan diri dengan Ken Angrok. Perang melawan Kadiri lantas meletus di Desa Ganter pada 1222 yang dimenangkan oleh pihak Tumapel.

Nagarakretagama juga menyebut tahun yang sama untuk pendirian Tumapel, tetapi tidak menyebutkan adanya nama Ken Angrok. Dalam naskah itu, pendiri Tumapel bernama Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra yang berhasil mengalahkan Kertajaya, raja Kadiri.

Pada 1253, Wisnuwardhana kemudian mengangkat putranya yang bernama Kertanagara sebagai yuwaraja (putra mahkota) dan mengganti nama ibu kota kerajaan menjadi Singhasari. Nama Singhasari yang merupakan nama ibu kota kemudian justru lebih terkenal daripada nama Tumapel. Inilah yang membuat Tumapel juga dikenal dengan nama Kerajaan Singhasari.

Penemuan Prasasti Mula Malurung di sisi lain memberikan pandangan yang berbeda dengan versi Pararaton, yang selama ini dikenal mengenai sejarah Tumapel. Prasasti yang dikeluarkan Kertanagara tahun 1255 atas perintah Wisnuwardhana itu menyebutkan jika Tumapel didirikan oleh Rajasa yang dijuluki "Batara Syiwa", setelah menaklukkan Kerajaan Kadiri. Nama ini kemungkinan adalah gelar anumerta dari Ranggah Rajasa, karena dalam Nagarakretagama arwah pendiri Tumapel itu dipuja sebagai Syiwa. Selain itu, Pararaton juga menyebutkan bahwa Ken Angrok lebih dulu menggunakan julukan Batara Syiwa sebelum maju dalam perang melawan Kadiri.

Prasasti itu juga menyatakan jika kerajaan kemudian terpecah menjadi dua sepeninggal Ken Angrok, yaitu Tumapel yang dipimpin oleh Anusapati dan Kadiri yang dipimpin oleh Mahesa Wong Ateleng alias Batara Parameswara. Parameswara digantikan oleh Guningbhaya, kemudian Tohjaya. Sementara itu, Anusapati digantikan oleh Seminingrat yang bergelar Wisnuwardhana. Prasasti itu juga menyebutkan bahwa Tumapel dan Kadiri dipersatukan kembali oleh Seminingrat. Kadiri kemudian menjadi kerajaan bawahan yang dipimpin oleh putranya, yaitu Kertanagara.

Lebih lanjut, prasasti ini menyatakan Tohjaya sebagai raja Kadiri, bukan raja Tumapel. Hal ini memperkuat kebenaran berita dalam Nagarakretagama yang tidak menyebut Tohjaya sebagai raja di Tumapel. Selain itu, pemberitaan dalam Nagarakretagama yang menyebut Kertanagara naik takhta tahun 1254 juga dapat diperdebatkan. Kemungkinannya adalah Kertanagara menjadi raja muda di Kadiri terlebih dahulu, kemudian barulah pada 1268 dia bertakhta di Singasari.

Silsilah Wangsa Rajasa

Jelaskan intrik politik kehidupan politik pada masa kerajaan singasari

Silsilah Wangsa Rajasa dari sumber prasasti dan naskah kepujanggaan.

Jelaskan intrik politik kehidupan politik pada masa kerajaan singasari

Silsilah Wangsa Rajasa, keluarga penguasa Singhasari dan Majapahit. Penguasa ditandai dengan blok warna dalam gambar ini.[3]

Ada dua versi dalam mengidentifikasi sejarah Tumapel atau Singhasari, yaitu Pararaton dan Kakawin Nagarakretagama. Perbedaan ini meliputi daftar Wangsa Rajasa yang berkuasa dan angka tahunnya. Wangsa Rajasa sendiri adalah keluarga yang berkuasa di Kerajaan Singhasari dan Majapahit pada kurun abad ke-13 sampai ke-15. Wangsa ini didirikan oleh Ken Angrok pada awal abad ke-13 berdasarkan gelar yang didapatkannya, yaitu "Rajasa". Keluarga kerajaan ini menjadi penguasa Singhasari dan berlanjut hingga Kerajaan Majapahit.

Versi Pararaton

Dikisahkan dalam Pararaton, Anusapati yang merupakan putra Tunggul Ametung dan Ken Dedes ingin membalas dendam terhadap Ken Arok yang telah membunuh ayahnya. Pada 1247, Ken Arok mati di tangan Anusapati yang kemudian berkuasa di Tumapel. Namun, pada 1249 Anusapati tewas dihabisi oleh Tohjaya yang tidak lain adalah anak Ken Arok dari Ken Umang.

Tohjaya naik singgasana sebagai raja Tumapel setelah Anusapati tiada, tetapi takhtanya hanya berlangsung singkat. Pada 1250, pemerintahannya digulingkan oleh pasukan khusus yang dihimpun oleh Ranggawuni atau yang nantinya dikenal sebagai Wisnuwardhana. Wisnuwardhana adalah anak dari Anusapati yang melanjutkan lingkaran dendam dalam takhta Kerajaan Singasari. Wisnuwardhana lantas dinobatkan sebagai raja selanjutnya hingga mewariskan kekuasaan kepada putranya yang bernama Kertanagara.

Berikut daftar raja Tumapel menurut versi Pararaton.

  1. Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi (1222–1247);
  2. Anusapati (1247–1249);
  3. Tohjaya (1249–1250);
  4. Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250–1272);
  5. Kertanagara (1272–1292).

Versi Kakawin Nagarakretagama

Sementara itu, Nagarakretagama tidak menyebut sosok Tunggul Ametung, Ken Angrok, Ken Dedes, Ken Umang, dan Tohjaya maupun pembunuhan di antara penguasa Tumapel. Hal ini dapat dimaklumi karena kitab tersebut berisi pujian untuk Hayam Wuruk, raja Majapahit. Peristiwa berdarah yang menimpa leluhurnya itu dianggap sebagai aib. Namun demikian, dapat diketahui hanya Wisnuwardhana dan Kertanagara saja yang didapati menerbitkan prasasti sebagai bukti kesejarahan mereka.

Menurut Nagarakretagama, penguasa Tumapel yang mengalahkan Kadiri adalah Sri Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra. Rangga Rajasa memiliki putra bernama Anusapati, yang kemudian bertakhta di Tumapel dengan gelar Batara Anusapati. Anusapati digantikan oleh putranya yang bernama Wisnuwardhana pada 1248 dan memerintah hingga 1254. Selanjutnya, raja terakhir Tumapel adalah Kertanagara, putra Wisnuwardhana, yang memimpin hingga meninggal pada 1292. Kematiannya sekaligus mengakhiri riwayat kerajaan ini lantaran terjadinya pemberontakan dari dalam.

Berikut daftar raja Tumapel menurut versi Nagarakretagama.

  1. Sri Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra (1222–1227);
  2. Anusapati (1227–1248);
  3. Wisnuwardhana (1248–1254);
  4. Kertanagara (1254–1292).

Diagram silsilah di samping ini adalah urutan penguasa dari Wangsa Rajasa yang bersumber dari Pararaton maupun prasasti dan naskah kepujanggaan.

Pemerintahan bersama

Pararaton dan Nagarakretagama menyebutkan adanya pemerintahan bersama antara Wisnuwardhana dan Narasingamurti. Dalam Pararaton disebutkan nama asli Narasingamurti adalah Mahisa Campaka.

Apabila kisah kudeta berdarah dalam Pararaton benar-benar terjadi, maka dapat dipahami maksud dari pemerintahan bersama ini adalah suatu upaya penggabungan atau rekonsiliasi antara Tumapel dan Kadiri yang awalnya terpecah. Wisnuwardhana penguasa Tumapel yang merupakan cucu Tunggul Ametung - Ken Dedes, sedangkan Narasingamurti penguasa Kadiri adalah cucu Ken Arok - Ken Dedes.

Masa Kejayaan

Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Tumapel(1272 - 1292). Ia adalah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luar Jawa.

Pada tahun 1275 ia mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk menjadikan Sumatra sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi bangsa Mongol. Saat itu penguasa Sumatra adalah Kerajaan Melayu. Kerajaan ini akhirnya dianggap telah ditundukkan, dengan dikirimkannya bukti arca Amoghapasa yang dari Kertanagara, sebagai tanda persahabatan kedua negara.[4]

Pada tahun 1284, Kertanagara juga mengadakan ekspedisi menaklukkan Bali.

Pada tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim utusan ke Tumapel meminta agar Jawa mengakui kedaulatan Mongol. Namun permintaan itu ditolak tegas oleh Kertanagara. Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan Tumapel di luar Jawa pada masa Kertanagara antara lain, Kerajaan Melayu, Bali, Pahang, Gurun, dan Bakulapura.

Wilayah kerajaan Tumapel juga meliputi Mojokerto jauh sebelum Majapahit berdiri. Kekuasaan Tumapel di Mojokerto salah satunya dibuktikan dengan Prasasti Gondang. Prasasti Gondang adalah sebuah prasasti in-situ (masih ditempat asli) peninggalan Kerajaan Tumapel yang baru ditemukan pada tahun 2017 silam di tengah persawahan di Dusun Rejoso, Desa Gondang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Prasasti tersebut ditemui oleh warga setempat dan terdapat bacaan dalam bahasa Jawa Kuno yang bertuliskan tahun 1197 saka atau 1275 masehi.[5] Berdasarkan angka tahunnya, prasasti ini dibuat pada masa kekuasaan Raja Kertanegara. Prasasti ini menandakan wilayah yang masuk dalam kekuasaan Singasari yaitu Gresik, Surabaya, Sidoarjo, sampai Mojokerto sebelum berdirinya Kerajaan Majapahit.

Keruntuhan

Jelaskan intrik politik kehidupan politik pada masa kerajaan singasari

Candi Singhasari dibangun sebagai tempat pemuliaan Kertanegara, raja terakhir Singhasari.

Kerajaan Singhasari yang sibuk mengirimkan angkatan perangnya ke luar Jawa, akhirnya membuat pertahanan di dalam kerajaan menjadi lemah.

Pada tahun 1292 terjadi pemberontakan Jayakatwang bupati Gelanggelang, yang merupakan sepupu, ipar, dan sekaligus besan dari Kertanagara sendiri, karena ingin membalas dendam terhadap Wangsa Rajasa yang telah merebut kekuasaan, serta membunuh keluarga dan leluhurnya. Pemberontakan ini menyebabkan kematian Kertanegara dan runtuhnya kerajaan Tumapel.

Setelah runtuhnya Tumapel, Jayakatwang mengangkat dirinya menjadi raja dan membangun Kerajaan Kediri dengan ibukota di Daha. Riwayat Kerajaan Tumapel pun berakhir.

Hubungan dengan Majapahit

Pararaton, Nagarakretagama, dan prasasti Kudadu mengisahkan Raden Wijaya cucu Narasingamurti yang menjadi menantu Kertanagara lolos dari maut. Berkat bantuan Aria Wiraraja (penentang politik Kertanagara), ia kemudian diampuni oleh Jayakatwang dan diberi hak mendirikan desa Majapahit.

Pada tahun 1293 datang pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese untuk menaklukkan Jawa. Mereka dimanfaatkan Raden Wijaya untuk mengalahkan Jayakatwang di Kerajaan Kadiri. Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya dengan siasat cerdik ganti mengusir tentara Mongol keluar dari tanah Jawa.

Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit sebagai kelanjutan Tumapel, dan menyatakan dirinya sebagai anggota Wangsa Rajasa, yaitu dinasti yang didirikan oleh Ken Arok.

Warisan Budaya

Arca

  • Arca Amoghapasa
  • Arca Anusapati
  • Arca Dwarapala
  • Arca Joko Dolog
  • Arca Ken Dedes
  • Arca Wisnu Wardhana

Candi

  • Candi Jago
  • Candi Jawi
  • Candi Kangenan
  • Candi Katang Lumbang
  • Candi Kidal
  • Candi Singasari
  • Candi Sumberawan

Prasasti

  • Prasasti Maribong
  • Prasasti Mula Malurung
  • Prasasti Padang Roco
  • Prasasti Wurare

Kutipan

  1. ^ Komandoko, Gamal (2010). Ensiklopedia Pelajar dan Umum. Pustaka Widyatama. ISBN 9789796103713. 
  2. ^ Anshoriy,Ch, HM Nasruddin (2008-01-01). Neo Patriotisme ; Etika Kekuasaan dalam Kebudayaan Jawa. Lkis Pelangi Aksara. ISBN 9789791283670. 
  3. ^ Bullough, Nigel (1995). Historic East Java: Remains in Stone. Jakarta: ADLine Communications. hlm. 116–117. 
  4. ^ Reichle, Natasha (2007). Violence and Serenity: Late Buddhist Sculpture from Indonesia (dalam bahasa Inggris). University of Hawaii Press. hlm. 120. doi:10.1515/9780824865474. ISBN 978-0-8248-6547-4. § The Sumatran Image of Amoghapāśa. [...]. It is known from the Nāgarakṛtāgama that eleven years earlier Kṛtanagara had sent a military force to Malāyu. Kṛtanagara was victorious, and, according to the text, “[t]he whole territories of Pahang and Malāyu bowed humbly before him.” 
  5. ^ Budianto, Enggran Eko (05 Jun 2020). "Prasasti Gondang, Bukti Kekuasaan Kerajaan Singasari di Mojokerto". detikcom.  Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)

Referensi

  • Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka
  • Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
  • R.M. Mangkudimedja. 1979. Serat Pararaton Jilid 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
  • Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
  • Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
  • Vlekke, Bernard H.M. Nusantara. Jakarta:KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)

Pranala luar

  • Kakawin Nagarakretagama di Wikisource
Didahului oleh:
Kadiri
Kerajaan Hindu-Budha
1222–1292
Diteruskan oleh:
Majapahit

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kerajaan_Singasari&oldid=22071651"