Bagaimana solusi untuk mengatasi Covid-19 di negara-negara ASEAN

  • Hotline Virus COVID-19  119 ext 9
  • Kesiapsiagaan Rumah Sakit dalam Penanganan Penyakit COVID-19 klik disini
  • WASPADA!! Hati-hati apabila ada mendapatkan info melalui whatsapp dan lain sebagainya mengatasnamakan Pejabat Kemenkes. mohon untuk diabaikan!
  • Fatwa MUI Nomor 4 tahun 2016 tentang Imunisasi Klik di Sini

  • Dipublikasikan Pada : Minggu, 15 Mei 2022 00:00:00, Dibaca : 786 Kali

    Negara Anggota ASEAN akui sertifikat vaksinasi COVID-19 jadi langkah pertama keluar dari pandemi COVID-19. Hal ini dibahas dalam pertemuan menteri kesehatan se-ASEAN ke-15 (15th AHMM) di Hotel Conrad, Bali, pada Sabtu (14/5).

    Dalam pertemuan dibahas pengembangan sertifikat COVID-19 dengan menggunakan standar digital dapat meminimalkan paparan virus COVID-19. Termasuk juga memaksimalkan potensi perjalanan internasional yang aman.

    Secara tidak langsung, sertifikat vaksinasi ini dapat membantu mendorong kegiatan ekonomi untuk memastikan kembalinya bisnis, termasuk pariwisata setelah pandemi COVID-19. Fungsi yang sama untuk memfasilitasi kemudahan perjalanan oleh warga ASEAN di kawasan ASEAN.

    Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan implementasi verifikasi sertifikat vaksinasi COVID-19 akan dilakukan secara sukarela di masing-masing negara anggota ASEAN.

    ''Negara-negara anggota ASEAN dapat menggunakan mekanisme yang berlaku di masing-masing negara,'' katanya di Bali, Sabtu (14/5).

    Menkes Budi menekankan pentingnya keterlibatan multi sektoral dalam operasionalisasi sertifikat vaksinasi COVID-19.

    Para Menteri Kesehatan ASEAN berkomitmen untuk bekerja sama menumbuhkan ketahanan pasca pandemi COVID19, di antaranya melalui sertifikat vaksinasi COVID-19.

    Dengan saling pengakuan terhadap sertifikat vaksinasi COVID-19, lanjut Mnkes Budi, diharapkan warga negara anggota ASEAN dapat melakukan perjalanan dengan aman ke negara-negara ASEAN lainnya. Penggunaan sertifikat vaksinasi COVID-19 tetap menjunjung tinggi hukum yang berlaku, peraturan keimigrasian, dan protokol kesehatan wajib di masing-masing negara anggota ASEAN.

    Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak[at]kemkes[dot]go[dot]id (D2).

_Menko PMK Bicara Dampak Transformasi Digital di  The 4th SEASIA Biennial Conference 2022_

KEMENKO PMK - Selama dua dekade terakhir, kondisi politik dan sosial ekonomi di banyak negara termasuk Asia Tenggara telah mengalami perubahan dramatis yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Tidak hanya krisis politik dan konflik sosial, serta efek raksasa dari perkembangan digital, tetapi juga dampak luar biasa dari perubahan iklim dan COVID-19. 

Perubahan itu juga dipicu dari dampak transformasi digital dan diperkuat oleh tren global yang sedang berlangsung, seperti perubahan demografis, urbanisasi yang cepat, peningkatan migrasi internasional, dan ketergantungan yang kuat pada teknologi digital.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, ketahanan Sosial dan Budaya di Asia Tenggara sangat diperlukan untuk mengidentifikasi masalah dan mencari solusi, terutama dalam mengatasi krisis-krisis yang terjadi di banyak tempat.

Adapun Asia Tenggara adalah wilayah yang kaya dan padat penduduk serta terdiri dari banyak variasi sosial dan budaya. Negara-negara ASEAN adalah rumah bagi berbagai kelompok sosial dan etnis dan agama. Keragaman sosial budaya beserta kekayaan sumber daya alam dan masyarakatnya ini merupakan aset potensial untuk keluar dari kesulitan yang terjadi akibat disrupsi. 

“Dengan pengalaman dari berbagai negara, kawasan ini memberikan banyak contoh bagaimana negara dan orang-orang dengan karakteristik seperti itu dapat mengatasi situasi dan kerentanan ini dengan mengandalkan aset mereka dan membangun ketahanan mereka,” ungkap Muhadjir saat menjadi Keynote Speaker pada melalui kegiatan The 4th SEASIA (Southeast Asian Studies in Asia) Biennial Conference 2022 di Hotel Le Meridien Jakarta, Kamis (9/6).

Keberhasilan Asia Tenggara dalam melewati kesulitan tidak diragukan lagi telah banyak dipengaruhi oleh ketahanan sosial dan budaya mereka. Upaya pemerintah di semua tingkatan untuk meningkatkan kewaspadaan virus dan masyarakat yang divaksinasi, misalnya, banyak didukung oleh peran aspek sosial dan budaya.

“Apalagi, atmosfer di Asia Tenggara dihasilkan dari keragaman budaya, etnis, dan agama di kawasan itu. Oleh karena itu, manusia dan budayanya terkait erat atau memainkan peran penting dalam keberlanjutan masyarakat,” tambahnya.

Kebudayaan merupakan akar dan salah satu unsur penting untuk membangun ikatan dan ketahanan sosial, termasuk dalam meminimalisir konflik sosial yang berpotensi menghambat pencapaian kemajuan. Di negara-negara Asia Tenggara, baik individu maupun komunitas dengan ikatan dan komunitas mereka telah bekerja keras untuk mengatasi tantangan dan menghindari jebakan yang lebih buruk, sehingga membangun ketahanan.

Banyak contoh telah menunjukkan bahwa ketahanan yang terbentuk dari masyarakat, bahkan dari masyarakat yang beragam, adalah hal yang penting untuk menghadapi perkembangan, transformasi, dan adaptasi terhadap keadaan baru.

Oleh karena itu, daripada mengkambinghitamkan keragaman dan menyoroti masyarakat yang lemah sebagai hambatan untuk mencapai perbaikan, lebih fokus pada keragaman dan inklusivitas masyarakat akan jauh lebih penting dan bermanfaat dalam pembangunan masa depan. Sudah saatnya mengubah cara pandang dan paradigma lebih ke aspek 'manusia' dan masyarakat.

“Saya berharap akan ada lebih banyak kesempatan, seperti konferensi SEASIA ini dapat dijadikan sebagai peluang positif, tidak hanya untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman tetapi juga untuk mempelajari strategi yang lebih baik yang akan berkontribusi pada perbaikan di Asia Tenggara,” tutupnya.

Turut hadir dalam acara tersebut, Kepala BRIN Dr. Laksana Tri Handoko, Mendikbudristekdikti Nadiem Makarim,  Kepala Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri, Kementerian Luar Negeri Dr. Yayan GH Mulyana, Leiden Institute of Cultural Anthropology and Sociology Prof. Bart Barendregt, Chairman of SEASIA Consortium Prof. Hsin-Huang Michael Hsiao, dan the Organizing Committee of the 4' SEASIA Biennial Conference 2022 Dr. Yanu Endar Prasetyo.

Pandemi COVID-19 telah memberikan dampak negatif bagi perekonomian global termasuk kawasan ASEAN+3 dengan mempengaruhi elemen-elemen penting baik dari sisi pasokan maupun permintaan. Dari sisi pasokan, gangguan produksi terjadi karena penurunan kesehatan tenaga kerja dan kematian dan terganggunya logistik akibat pembatasan mobilitas (karantina). Sementara dari sisi permintaan, gangguan terjadi akibat meningkatnya ketidakpastian, kenaikan biaya dan penurunan pendapatan tenaga kerja yang secara simultan berpotensi mengurangi kemampuan daya beli, penutupan usaha, dan pemutusan hubungan kerja.

Dampak pandemi COVID-19 terhadap perekonomian di negara-negara kawasan ASEAN+3 juga dapat dilihat dari penurunan beberapa indikator makroekonomi seperti kontraksi pada pertumbuhan PDB di hampir seluruh negara di kawasan, melemahnya kinerja perdagangan internasional, serta melemahnya tingkat kepercayaan konsumen. Di sektor moneter dan keuangan, pandemi juga menyebabkan kondisi pasar modal ekuitas di kawasan mengalami tekanan yang cukup besar dan terutama periode bulan Januari – Maret 2020. Sementara, tekanan sektor keuangan akibat aliran keluar modal asing juga menyebabkan tingkat yield obligasi pemerintah jangka pendek di beberapa negara di kawasan cenderung meningkat di bulan Februari hingga Maret 2020.

Dalam memitigasi dan menangani dampak negatif penyebaran COVID-19 bagi perekonomian, pemerintah negara-negara di kawasan ASEAN+3 telah melakukan berbagai langkah-langkah kebijakan baik moneter, fiskal, maupun keuangan yang ditujukan untuk menahan penyebaran virus, mendukung penyediaan dan memperkuat sistem perawatan kesehatan, meningkatkan kepercayaan dan permintaan, melindungi kelompok masyarakat dan perusahaan yang rentan dan mengalami gangguan pendapatan, serta membatasi gangguan rantai pasokan yang merugikan.

Instrumen kebijakan stimulus fiskal yang dilakukan oleh negara-negara di kawasan ASEAN+3 berupa pemberian insentif perpajakan dan melalui belanja pemerintah. Penurunan pajak secara langsung akan menurunkan biaya produksi, namun tidak serta merta membuat produsen meningkatkan produksinya, karena terganggunya permintaan. Dalam hal ini, peran belanja pemerintah menjadi sangat penting untuk mendorong permintaan dan mendukung consumer confidence agar kembali melakukan konsumsi, yang pada akhirnya akan menyerap produksi dari perekonomian.

Dari paket kebijakan stimulus fiskal yang dikeluarkan oleh negara-negara di kawasan ASEAN+3 yang dianalisis, terdapat beberapa persamaan karakteristik, yaitu ditargetkan kepada konsumen dan produsen yang menitikberakan pada sektor yang terdampak langsung karena perlambatan ekonomi akibat wabah COVID-19. Namun demikian, terdapat perbedaan nilai stimulus yang tergantung dengan kemampuan fiskal dan struktur ekonomi dari masingmasing negara. Secara umum, sektor-sektor yang mendapatkan perhatian adalah kesehatan, UMKM, manufaktur, dan pariwisata. Adapun paket stimulus fiskal yang dikeluarkan oleh negara-negara di kawasan ASEAN+3 dapat dikategorikan ke dalam 3 tujuan, yaitu (i) stimulus untuk menghentikan dan mengatasi krisis kesehatan masyarakat, (ii) stimulus untuk tujuan konsumsi (sisi permintaan), dan (iii) stimulus untuk tujuan produksi (sisi penawaran). Stimulus untuk tujuan konsumsi dan produksi pemberiannya bersifat tunai dan non-tunai pada sektorsektor tertentu seperti sektor kesehatan, pariwisata, manufaktur, dan perdagangan retail tergantung pada seberapa besar sektor tersebut terkena dampak dari COVID-19. Hampir semua negara di ASEAN+3 memfokuskan stimulus produksi untuk membantu UMKM yang terdampak. Bentuk-bentuk kebijakan stimulus fiskal yang dilakukan negara-negara di kawasan ASEAN+3 dalam menangani penyebaran pandemi COVID-19 mencakup antara lain: (i) pengalokasian dana untuk menghentikan dan mengatasi penyebaran virus, (ii) pemberian bantuan tunai/non-tunai dan subsidi bagi masyarakat rentan untuk mengurangi beban pengeluaran dan menjaga daya beli, (iii) mengurangi beban perusahaan yang terdampak melalui pemberian insentif tunai berupa pengurangan dan penundaan pembayaran pajak, serta pembebasan biaya registrasi bisnis, (iv) memberikan dukungan pembiayaan bagi perusahaan yang terdampak, dan (vi) pemberian insentif fiskal sementara untuk mendukung bisnis di sektor-sektor yang terkena penurunan tajam dalam perjalanan dan pariwisata seperti penerbangan, ritel, kuliner, dan transportasi darat. Terdapat beberapa perbedaan fokus dari kebijakan stimulus fiskal yang dilakukan oleh negara-negara ASEAN+3. Beberapa negara seperti Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura, kebijakan stimulus yang dilakukan lebih diarahkan untuk mendorong sektor riil (supply). Sementara beberapa negara seperti Indonesia, Thailand, dan Viet Nam kebijakan stimulus fiskal lebih diarahkan untuk mendukung peningkatan konsumsi masyarakat (demand). Sebagai rekomendasi kajian ini atas pengalaman langkah-langkah kebijakan stimulus fiskal yang dilakukan oleh negara-negara di kawasan ASEAN+3 adalah:

• Negara-negara di kawasan ASEAN+3 termasuk Indonesia masih memiliki ruang fiskal yang cukup untuk penanggulangan dampak COVID-19 dan mendorong upaya pemulihan ekonomi. Namun demikian perumusan kebijakan fiskal tetap perlu dilakukan dengan berhati-hati dan terukur agar dapat tepat sasaran dan kredibel. Hal ini juga sejalan dengan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang ditetapkan berdasarkan PP No. 43 tahun 2020 (menggantikan Peraturan Pemerintah sebelumnya, yaitu PP No. 23 tahun 2020 terhitung mulai tanggal 4 Agustus 2020).

• Pemerintah perlu memprioritaskan sektor-sektor mana saja yang memerlukan stimulus fiskal dengan tetap menjaga kualitas belanja yang baik, agar stimulus tersebut dapat efektif dan memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan. Stimulus untuk tujuan konsumsi, seperti perluasan program-program bantuan langsung tunai, bantuan pangan non tunai, dan kartu pra kerja dapat diprioritaskan untuk mendorong daya beli masyarakat melalui konsumsi rumah tangga. Sementara stimulus untuk tujuan produksi, dapat diberikan melalui insentif pajak maupun dukungan penempatan dana pemerintah melalui BUMN.

• Pemerintah perlu memperhatikan potensi peningkatan defisit anggaran sebagai akibat dari pemberian stimulus kepada kelompak masyarakat dan dunia usaha yang terkena dampak COVID-19. Pemberian kebijakan stimulus tetap perlu mempertimbangkan kemampuan pembiayaan dari pemerintah. Untuk itu, pemerintah perlu memberi ruang fleksibilitas untuk memfasilitasi potensi perubahan alokasi anggaran dalam APBN tersebut termasuk merubah postur APBN apabila diperlukan yang disesuaikan dengan dinamika perkembangan ekonomi.

• Perumusan kebijakan fiskal dalam bentuk insentif dan subsidi khususnya pada sisi produksi perlu memperhatikan kaidah Hukum terkait kegiatan bisnis universal seperti Hukum Persaingan Usaha dan Hukum dagang, serta kesepakatan dalam perjanjian internasional, seperti WTO dan GATTS. Hal ini diperlukan agar langkah kebijakan domestik terkait penanggulangan pandemi COVID-19 tidak menimbulkan implikasi lain yang mencederai prinsip-prinsip dalam upaya keterbukaan pasar dan persaingan usaha yang berlaku dan telah disepakati.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA