Apakah uang penghargaan nobel bisa habis

The International Campaign to Abolish Nuclear Weapon (ICAN) dianugerahi penghargaan Nobel Perdamaian 2017 atas keberhasilannya mengupayakan Traktat Pelarangan Senjata Nuklir. Traktat ini secara langsung menyatakan bahwa senjata pemusnah massal tersebut ilegal sehingga segala kegiatan termasuk pengembangan, pengujian, produksi, dan penggunaan senjata nuklir dilarang. Perjanjian historis ini diadopsi oleh PBB pada 7 Juli 2017 dengan dukungan dari 122 negara.

ICAN adalah koalisi kampanye global yang terdiri dari masyarakat sipil dan organisasi non-negara di lebih dari 100 negara. ICAN senantiasa memobilisasi masyarakat di seluruh dunia untuk dapat menginspirasi, mempersuasi, dan menekan pemerintah masing-masing agar mendukung upaya pelarangan senjata nuklir. Di Indonesia, ICAN bermitra dengan Institute of International Studies (IIS), sebuah lembaga riset yang berdiri di bawah Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada. IIS UGM sebagai satu-satunya mitra resmi ICAN di Indonesia, mengemban misi untuk memastikan pemerintah Indonesia mendukung seluruh upaya perlucutan senjata nuklir.

IIS UGM secara giat memberikan edukasi melalui media sosial, kuliah umum di berbagai universitas di Indonesia, penandatanganan petisi, human poster di titik keramaian, dan kegiatan bersepeda bersama dan telah dilakukan sejak 2012. Kegiatan-kegiatan itu diupayakan oleh IIS UGM untuk mendorong ratifikasi pelarangan senjata nuklir oleh pemerintah Indonesia. Sementara itu, dua peneliti IIS UGM, Muhadi Sugiono dan Yunizar Adiputera, secara aktif juga turut hadir sebagai bagian dari ICAN dalam berbagai pertemuan tingkat tinggi. Keduanya secara bergantian hadir dalam tiga Konferensi Dampak Kemanusiaan Senjata Nuklir di Oslo (2013), Nayarit (2014), dan Wina (2014); serta pertemuan Kelompok Kerja Perlucutan Senjata Nuklir PBB di Jenewa (2016). Selain memastikan dukungan pemerintah Indonesia, mereka juga diberi mandat untuk memonitor sikap yang diambil oleh pemerintah di negara-negara Asia Tenggara serta melakukan lobi-lobi informal kepada perwakilan diplomat yang hadir.

Menanggapi keraguan terhadap absennya negara pemilik senjata nuklir dalam penandatanganan traktat, Muhadi dan Yunizar menegaskan bahwa traktat ini akan mendorong perubahan norma internasional. Perlahan, status ilegal yang disematkan kepada senjata nuklir melalui traktat ini akan mengubah standar moral masyarakat internasional. Menurut Yunizar, saat sebuah negara memiliki senjata nuklir, mereka sering sekali merasa dirinya istimewa. Ia beranggapan, kemunculan traktat ini dapat menghilangkan perasaan tersebut dan membuat opini buruk.

“Traktat ini nantinya akan memunculkan opini saat negara pemilik senjata nuklir akan dicap sebagai negara yang buruk karena memiliki senjata tersebut,” terang Yunizar, Senin (9/10).

Muhadi menambahkan satu abad lalu penjajahan masih dianggap tindakan yang wajar dilakukan. Namun, seiring dengan upaya menarasikan penjajahan sebagai tindakan amoral, praktik ini tidak lagi dilihat sebagai sebuah kebanggan. Muhadi menjelaskan, ketika traktat ini secara penuh berlaku maka penduduk negara-negara pemilik senjata nuklir akan malu karena tindakan negaranya dinilai ilegal dan tidak bermoral berdasarkan aturan internasional.

“Amerika Serikat kedudukannya akan sama dengan Korea Utara, sama-sama buruk karena memiliki senjata pemusnah massal yang ilegal sehingga nantinya kepemilikan senjata nuklir bukanlah suatu kebanggaan,” tambah Muhadi. 

Langkah Indonesia untuk menandatangani Traktat Pelarangan Senjata Nuklir pada seremoni di sesi Sidang Umum PBB 20 September lalu dipandang sebagai langkah yang tepat. Langkah tersebut menegaskan kembali keberpihakan moral negara kita terhadap kemanusiaan. Meski begitu, jalan Indonesia di isu perlucutan senjata nuklir masih panjang. Traktat Pelarangan Senjata Nuklir baru akan berlaku penuh dan mengikat setelah 50 negara meratifikasi ke dalam hukum domestik masing-masing.

Dukungan Indonesia terhadap dunia-bebas-senjata nuklir harus diwujudkan hingga ratifikasi traktat ke dalam Undang-Undang. Sayangnya, menurut Muhadi, RUU mengenai perlucutan senjata seringkali tidak dianggap sebagai prioritas oleh DPR. Padahal, ketika terjadi perang nuklir, dampak radiasi akan menyebabkan efek secara global, misalnya penurunan rata-rata suhu hingga menyebabkan kegagalan panen dan krisis pangan. Ini tentu saja akan berdampak pula pada Indonesia.

“Saya harap bisa dimasukkan prolegnas dan bisa langsung diratifikasi paling lambat tahun depan, bersamaan dengan upaya ratifikasi pelarangan bom curah,” pungkas Muhadi Sugiono. (Humas UGM/Catur)

Bicara di tengah forum dunia saat Peringatan Hari Jadi PBB usai diganjar Penghargaan Nobel untuk bidang ekonomi Tahun 2019, Ekonom asal Universitas Harvard, Michael Kremer menegaskan bahwa aksi nyata, meskipun kecil tetapi hasilnya akan sangat berarti bagi mereka yang hidup dalam kemiskinan. “Karena tindakan  memerangi kemiskinan adalah sesuatu yang sebenarnya dapat dilakukan oleh semua orang,” kata Kremer.

Indonesia menjadi objek penelitian dalam upaya memerangi kemiskinan. Kebijakan di masa lalu dan efeknya di masa kini. Penelitinya pun dapat Nobel di Tahun 2019 ini.

“Berikan mereka kelambu saat wabah malaria menyebar atau hanya untuk pencegahan saja, itu sudah membuktikan adanya kepedulian kita terhadap mereka yang miskin. Hal sederhana dan murah tetapi punya arti besar dalam menjaga kesehatan diri dan lingkungan,” kata Kremer lagi. “Hidup di dunia dengan segala sumberdaya yang ada dan bisa kita manfaatkan, menurut saya, menjadi penting untuk mengatasi segala masalah kemiskinan. Upaya ini tentu bisa kita lakukan baik sebagai bagian dari masyarakat maupun sebagai pribadi.”

Bersama kedua Ekonom lainnya, Esther Duflo dan Abhijit Banerjee, Kremer menerima Hadiah Nobel itu setelah sekian lama meneliti upaya dan kebijakan pemerintah di beberapa negara dalam memerangi kemiskinan. Ketiga Pemenang itu dinilai berhasil melahirkan pendekatan baru di bidang pendidikan dan kesehatan untuk memerangi kemiskinan. Penelitian yang mereka lakukan setidaknya terjadi selama dua dekade dan Esther Duflo bahkan secara khusus meneliti tentang keberadaan SD Inpres di Indonesia, mulai dari berdirinya hingga efek yang ditimbulkannya saat ini dalam hal pendapatan upah kerja.

“Dampak Jangka Menengah Ekspansi Pendidikan: Studi Kasus Program Pembangunan Sekolah di Indonesia” merupakan judul laporan penelitian Duflo yang secara garis besar menyoroti adanya kebijakan SD Inpres terhadap angka partisipasi pendidikan, gaji, serta partisipasi tenaga kerja dalam kurun waktu 13 tahun (1986 -- 1999)

Abstraksi penelitian itu menyatakan bahwa penelitian ini berbasis pada realita yang terjadi di Indonesia pada 1973 dan 1978. Kala itu, Indonesia membangun lebih dari 61.000 SD. Duflo mengevaluasi efek dari program ini pada pendidikan dan upah. Dengan menggabungkan perbedaan antardaerah dalam jumlah sekolah yang dibangun dengan perbedaan antarkelompok yang disebabkan oleh waktu program.

Dalam risetnya, Duflo menunjukkan bahwa pembangunan SD Inpres menyebabkan peningkatan pendidikan dan pendapatan. Anak-anak usia 2 hingga 6 tahun di 1974 menerima 0,12 hingga 0,19 tahun lebih banyak pendidikan, untuk setiap sekolah yang dibangun per 1.000 anak di wilayah kelahiran mereka.

Dengan menggunakan variasi sekolah yang dihasilkan oleh SD Inpres ini sebagai variabel instrumental dampak pendidikan terhadap upah. Duflo mendapatkan kesimpulan bahwa kebijakan ini sukses “meningkatkan” perekonomian bahkan pengembalian ekonomi sekitar 6,8 -- 10,6%.

Duflo juga berkesimpulan dengan adanya program SD Inpres, Indonesia memiliki dampak positif terhadap angka partisipasi di sektor tenaga kerja formal, meskipun kemudian peningkatan partisipasi pendidikan berbanding terbalik dengan besaran upah yang diterima. 

Penyebabnya, menurut Duflo, karena laju partisipasi lebih tinggi ketimbang laju kenaikan upah. Selain itu, peningkatan modal sumber daya manusia (Human Capital) yang tidak dibarengi dengan peningkatan modal fisik (physical capital). Kalau produktivitas tidak naik, kemungkinan besar upah juga tidak naik. 

Menurut sejarahnya, SD Inpres merupakan proyek peningkatan kualitas pendidikan dasar semasa Pemerintahan Orde Baru. SD Inpres terbentuk dengan keluarnya instruksi presiden Nomor 10 tahun 1973 tentang Program Bantuan Pembangunan Gedung SD atas gagasan Ekonom, Widjodjo Nitisastro.

SD Inpres kerap disebut dengan “sekolah kecil” karena disediakan untuk anak-anak masyarakat miskin, di daerah terpencil. Kalaupun di wilayah perkotaan, SD Inpres berada di kawasan dengan penghasilan rendah, sementara di wilayah lebih maju pemerintah membuat SD Negeri.

Berapa banyak uang dari Hadiah Nobel?

Pemenang Hadiah Nobel, sering disebut sebagai penerima Nobel, dapat berupa individu, kelompok, atau organisasi. Selain gelar bergengsi, pemenang menerima medali emas 18 karat serta hadiah uang yang meningkat dari sekitar US$1 juta pada tahun 2020 menjadi US$1,1 juta (Rp 155,6 miliar) tahun ini.

Siapa Peraih Nobel Terbanyak?

Amerika Serikat adalah negara penerima penghargaan terbanyak sebesar 363 nobel, kemudian Inggris 125 nobel, Jerman 106 nobel.

Siapa pemenang Nobel pertama di dunia?

Penerima penghargaan Nobel Prize di bidang fisika, untuk pertama kalinya jatuh kepada … Wilhelm Conrad Röntgen! Dari namanya, lo udah tahu dong penemuannya itu apa. Yap, dia menemukan sinar-X pada tahun 1895.

Untuk apa dia menerima Hadiah Nobel?

Penghargaan Nobel atau dikenal juga dengan nama Nobel Prize adalah penghargaan prestisius di dunia. Penghargaan ini tujukan bagi pria, wanita, atau organisasi atas kiprahnya yang telah membawa kemajuan besar bagi umat manusia di seluruh dunia.