Apa itu Pax Neerlandica mengapa bisa muncul Pax Neerlandica saat itu


Abad XIX M dan awal abad XX M merupakan puncak dari imperialisme bangsa Barat. Pada saat itu hampir semua belahan dunia telah menjadi jajahan bangsa Barat, seperti Inggris yang menguasai Semenanjung Malaya, Kalimantan Utara, Burma, India, Afrika serta menjadi penguasa Mandat di wilayah Timur Tengah. Sedangkan Prancis juga memiliki sejumlah jajahan seperti Indocina dan Afrika Utara. Negara-negara kolonial tersebut mengembangkan politik yang ingin menyatukan negaranya dengan jajahan-jajahan yang mereka miliki, seperti yang terlihat dalam konsep-konsep kolonial berikut :

→ Pax Britaniccum oleh Inggris

→ Pax Neerlandica oleh Belanda

→ Pan Amerika oleh Amerika Serikat

→ Pax Germania oleh Jerman

TUJUAN DAN LATAR BELAKANG

Pax Neerlandica  merupakan Politik Kolonial Belanda dalam rangka melakukan pembulatan jajahannya terutama di kawasan kepulauan Nusantara. Belanda ingin agar seluruh daerah di kepulauan tersebut berada di bawah kekuasaannya dan agar dapat disatukannya dengan jajahan Belanda lainnya seperti Suriname dan Cucarao di Amerika Selatan.

Gagasan Pax Neerlandica Belanda ini menandai perubahan orientasi dari politik kolonial Belanda yang semula hanya ingin membatasi peranannya sebatas menguasai jalur perdagangan rempah-rempah menjadi suatu politik ekspansif yang ingin menjalankan kolonialisme dan imperialisme.

Pax Neerlandica ini digagas juga sebagai reaksi dari kekhawatiran Belanda akan datangnya kekuatan asing lainnya di kepulauan Nusantara. Belanda khawatir negara-negara Barat lain seperti Inggris, Prancis, Amerika Serikat, Jerman dan Italia akan datang dan mencari jajahan di kepulauan Nusantara, oleh karena itu Belanda bertekad untuk segera menjalankan Politik Pasifikasi dlaam rangka menguasai semua daerah di kepulauan Nusantara tersebut.

Politik Pax Neerlandica yang dicanangkan oleh Belanda dimanifestasikan antara lain dengan cara sebagai berikut :

dilakukannya Politik Pasifikasi ;

Politik Pasifikasi merupakan politik ekspansi militer yang dilakukan oleh Belanda dalam rangka menaklukkan sejumlah daerah yang masih belum berada di bawah kekuasaan Belanda. Pada abad XIX Politik Pasifikasi Belanda mengakibatkan terjadinya sejumlah peperangan berikut :

● Perang Bali yang melibatkan sejumlah kerajaan seperti Buleleng, Karangasem, Klungkung, Gianjar, Badung, Jembrana, Tabanan, Mengwi, dan Bangli. Negara-negara ini sebelumnya merupakan negara merdeka yang memiliki kekuasaan yang independen.

● Perang Aceh yang merupakan peperangan yang paling berat dan terlama yang dihadapi oleh Belanda.

● perang Banjar yang terjadi di Kalimantan Selatan dan berlangsung hampir setengah abad lamanya.

● Perang Tapanuli dengan tokoh utamanya Sisingamangaraja XII

● Perang Padri di Sumatera Barat yang dilatarbelakangi oleh adanya pertentangan internal antara golongan Padri yang ingin melaksanakan puritanisme Islam dan golongan adat.

diadakannya sejumlah perjanjian, diantaranya :

♦ Kongres Wina (1815) dan Konvensi London (1814) ; kedua perjanjian tersebut berupaya mengembalikan wilayah-wilayah dari negara-negara Eropa sebelum adanya invasi Napoleon Bonaparte.

♦ Traktat  London (1824)  terkait dengan Sumatera dan Bengkulu dan Traktat Sumatera (1871) terkait dengan Aceh dan wilayah Gayo Alas

♦ perjanjian antara Inggris dan Belanda mengenai Irian Barat (1828)

♦ perjanjian antara Portugal dan Belanda mengenai perbatasan antara Timor Barat dan Timor Timur (1904)

Pax Neerlandica yang dijalankan melalui politik pasifikasi telah mendorong terjadinya perubahan tata sosial masyarakat tradisional sebagaimana berikut ;

Hilangnya kedaulatan kerajaan-kerajaan lokal ;

Dalam pembentukan Pax Neerlandica melalui proses pasifikasi selama abad XIX, banyak kerajaan atau negara pribumi masuk ke dalam kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Dasar hukum dari hubungan antara kedua pihak tersebut ditentukan melalui perjanjian sebagai berikut :

● Perjanjian Panjang (Lange Verklaring) yang ditandatangani oleh 15 kerajaan pribumi

● Perjanjian Pendek (Korte Verklaring) yang ditandatangani oleh sekitar 254 kerajaan pribumi

Berdasarkan kedua perjanjian tersebut, gubernemen Hindia Belanda mempunyai kekuasaan untuk mengarahkan dan mengawasi aktifitas kerajaan-kerajaan lokal yang termaktub dalam perjanjian tersebut. Pegawai-pegawai Belanda lebih berfungsi sebagai utusan (ambassadeur) dan penasihat (adviseur) dari raja. Perjanjian tersebut juga memungkinkan Belanda melakukan intervensi terhadap keuangan dan anggaran belanja kerajaan-kerajaan lokal pribumi agar disesuaikan dengan administrasi kolonial yang lebih luas.

Adapun hal terpenting yang diatur oleh kedua perjanjian tersebut adalah adnaya pengakuan dari kerajaan-kerajaan lokal pribumi, bahwa wilayahnya masuk atau menjadi bagian dari kekuasaan pemerintah kolonial Hindia Belanda serta tunduk kepada Gubernur Jenderal.

Melemahnya kewibawaan tradisional :

Perjanjian yang mengikat kerajaan-kerajaan lokal pribumi tersebut berdampak terjadinya perubahan dalam struktur kelembagaan kerajaan-kerajaan tersebut. Banyak kelembagaan tradisional menjadi disfungsional, kontrol dan pembatasannya telah menggeser peran-peran pejabat feodal pribumi kepada pejabat kolonial. Banyak pengambilalihan keputusan dalam soal pengelolaan pemerintahan dilakukan oleh pejabat kolonial pusat.

Berkembangnya infrastruktur transportasi :

Politik pasifikasi juga memiliki dampak lainnya, yaitu berkembangnya infrastruktur terutama infrastruktur transportasi. Pada masa dijalankannya politik pasifikasi, pemerintah  kolonial membangun jalan dan jalur kereta api untuk memudahkan mobilisasi dan pergerakan pasukan dalam menumpas perlawanan-perlawanan rakyat yang meluas sepanjang abad XIX M.

Pertimbangan yang dijadikan dasar dalam pembangunan infrastruktur transportasi tersebut bukannya semata-mata atas dasar kepentingan ekonomi semata-mata, akan tetapi juga menyangkut masalah pasifikasi daerah yang banyak mengalami pergolakan. Misalnya pada masa Perang Aceh, Belanda telah membuat jalan kereta api dari Kotaraja ke Oeluelue (1876) terutama untuk transportasi peralatan perang.

Demikian pula dengan pembangunan sarana transportasi di Sumatera yang dilakukan dalam rangka menaklukkan perlawanan golongan Padri dan pengikut Sisingamangaraja XII. Pada akhirnya daerah-daerah yang dilintasi oleh jalur transportasi dan jalan tersebut kemudian berkembang menjadi pusat-pusat pertumbuhan dan mendorong terjadinya modernisasi dan urbanisasi.

Terjadinya migrasi penduduk dan percampuran kebudayaan :

Dalam rangka menjalankan politik pasifikasi, Belanda merekrut pasukan dari berbagai kalangan suku bangsa di Nusantara seperti dari suku Dayak, Bugis, Bali dan Madura. Seringkali hal itu mengakibatkan tentara lokal yang direkrut Belanda tersebut bermukim di wilayah yang menjadi tugas mereka. Banyak pula diantara mereka yang kemudian menikah dengan penduduk setempat sehingga mengakibatkan terjadinya amalgamasi.

Dennys Lombard, Nusa Jawa Silang Budaya,Jakarta : Gramedia,2008

Marwati Djoened Poestopenoro dan Nuroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia IV, Jakarta : Balai Pustaka, 1990

Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru (1500-1900), Dari Emporium Sampai Imperium, Jakarta : Gramedia, 1987


Pax Neerlandica atau Pax Netherlandica atau Pax Nederlandica adalah upaya Belanda untuk menguasai seluruh Nusantara di bawah kekuasaannya.

Siapa pemerintah Belanda?

Belanda menganut sistem pemerintahan demokrasi parlementer yang disusun sebagai negara kesatuan. Ibu kota dan kota terbesarnya adalah Amsterdam, sedangkan pusat pemerintahan dan kedudukan monarkinya berada di Den Haag.

Apa alasan awal Belanda melakukan Etische Politic?

Politik etis adalah kebijakan balas budi yang dibuat untuk mengganti kerugian masyarakat Hindia Belanda (Indonesia) atas eksploitasi yang dilakukan pemerintah Belanda. Secara garis besar, politik etis memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Hindia Belanda.

Mengapa Van den Bosch melaksanakan sistem tanam paksa?

Tujuan utama adanya kebijakan tanam paksa di bawah gubernur van den Bosch yaitu menyelamatkan Belanda dari krisis ekonomi. Sebab saat itu kas pemerintah Belanda kosong.

Apa yang dimaksud dengan Regerings Reglement?

Regerings Reglement (dalam bahasa Indonesia berarti “Perubahan Aturan”) adalah seperangkat undang-undang yang mengatur tentang tata pemerintahan kolonial Hindia-Belanda semasa pergerakan nasional Indonesia.

Mengapa Belanda melaksanakan politik etis jelaskan kaitan antara politik etis dengan perkembangan pendidikan di Indonesia pada zaman kolonial Belanda?

karena Belanda merasa balas budi pada indonesia sehingga hars melaksanakan politik etis salah satunya dengan bals budi tersebut memberi pendidikan pada masyarakat indonesia.

Mengapa muncul sistem tanam paksa di Indonesia?

Latar Belakang Sistem Tanam Paksa Pemberlakuan sistem tanam paksa ini didorong oleh kondisi keuangan pemerintah Belanda saat itu yang sedang berada di ujung tanduk. Selama beberapa dekade sebelumnya, Belanda mengalami defisit. Banyak dana yang hilang, entah karena korupsi maupun perang.

Apa yang melatarbelakangi sistem tanam paksa di Indonesia?

Latar belakang tanam paksa adalah keinginan pemerintah Belanda untuk mendapatkan keuntungan besar untuk menutup pengeluaran dan defisit anggaran akibat Perang Diponegoro dan Pemberontakan Belgia.

Apakah yang diatur dalam Pasal 131 Indische Staatsregeling?

Politik pemerintahan kolonial Hindia Belanda dapat dibaca dalam Pasal 131 Indische Staatsregeling (IS) yang menyangkut hukum orang-orang Indonesia. Dalam pasal tersebut diatur bahwa hukum perdata dan dagang serta hukum acara perdata dan pidana harus dimasukkan dalam Kitab Undang-Undang (kodifikasi).

Pasal 75 RR tahun berapa?

Peraturan ini dinamakan Undang-Undnag Dasar untuk pemerintahan Indonesia . Ada beberapa RR tetapi yang selalu dihubungkan dengan pembicaraan tentang hukum adat ialah RR 1954. Dari RR ini, yang selalu disebut ialah Pasal 75.