Tuliskan hadis yang menjelaskan tentang strategi dalam menghadapi musibah agar mendatangkan pahala

Tuliskan hadis yang menjelaskan tentang strategi dalam menghadapi musibah agar mendatangkan pahala

“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan (Qs. Al-Anbiya’/21:35). Makna ayat ini menurut Imam Ibnu Katsir rahimahullah, Kami menguji kamu (wahai manusia), terkadang dengan bencana dan terkadang dengan kesenangan, agar Kami melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang ingkar, serta siapa yang bersabar dan siapa yang berputus asa”.

Tingkatan sikap manusia ketika menghadapi cobaan atau dalam menerima takdir Allah. Tingkatan yang pertama adalah marah dengan takdir yang Allah berikan. Boleh jadi ia marah dalam hatinya dengan bergumam, boleh jadi ia ucapkan dengan lisannya. Orang yang marah dengan takdir Allah, maka ia dikhawatirkan terjerumus dalam perbuatan kesyirikan dengan sebab ia mencela takdir. Dan marah kepada takdir pada hakikatnya marah kepada Allah.

Tingkatan kedua adalah sabar, ketika seseorang merasakan beratnya ujian dan tidak suka dengan ujian yang menimpanya, namun ia lebih memilih bersabar sehingga ia merasa ada atau tidaknya ujian sama saja. Meskipun ia tidak menyukainya, namun keimanannya menghalanginya untuk marah. Bersabar ketika menghadapi cobaan hukumnya wajib, dan seseorang yang tidak bersabar ketika itu akan terjerumus dalam dosa. Dan sabar adalah tingkatan yang paling minimal yang dimiliki oleh seorang Muslim ketika menghadapi cobaan.

Tingkatan ketiga lebih tinggi dari tingkatan sebelumnya, yaitu ridha. Ia jadikan ujian dan nikmat yang menimpanya sama saja, yaitu sama-sama bagian dari takdir dan ketetapan Allah, meskipun musibah tersebut membuat hatinya sedih, karena ia adalah seorang yang beriman pada qadha dan qadar.

Dimana saja Allah tetapkan qadha dan qadarnya, seperti tertimpa kesulitan atau mendapatkan kemudahan, tatkala mendapat nikmat atau sebaliknya yaitu tertimpa musibah, semua itu sama saja baginya. Bukan karena matinya hati, namun karena kesempurnaan ridha dengan takdir Allah, sebagai Rabb yang mengatur urusannya. Jika ia melihat dalam kacamata takdir Allah, baginya sama saja antara nikmat dan musibah. Sehingga hal inilah yang menjadi pembeda antara sabar dan ridha.

Ini adalah tingkatan tertinggi dan yang paling utama dalam menghadapi cobaan. Karena ia bisa bersyukur atas musibah yang menimpanya. Oleh karena itu, ia bisa menjadi hamba Allah yang penuh rasa syukur ketika ia melihat masih banyak orang lain yang lebih berat musibahnya dibandingkan dirinya. Musibah dalam hal dunia lebih ringan dibandingkan musibah dalam hal agama, karena adzab di dunia lebih ringan dibandingkan adzab di akhirat.

Dalam setiap fase kehidupan manusia, masalah akan selalu ada. Apabila diibaratkan, masalah itu seperti air dan manusia adalah ikannya, tanpa air ikan akan mati, seperti itulah kita tanpa masalah. Karena jika masalah itu sudah tidak ada maka berarti kita sudah pergi dari dunia ini. Lalu bagaimana kita bisa menjadikan masalah sebagai suatu keberkahan? Jawabannya adalah sabar dan bersyukur. Ketika kita bersabar dalam setiap masalah, terutama musibah yang sedang kita alami maka kita akan diberikan oleh Allah pahala tanpa batas.

Allah Ta’ala berfirman, yang artinya: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. Bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. “(QS. Az-Zumar :10).

Sabar dalam menghadapi masalah menjadi salah satu pengukur keimanan kita kepada Allah. Lihat saja di dunia ini! Orang yang tak bisa bersabar dalam masalahnya, kebanyakan mereka tak memiliki keimanan kepada Allah sehingga mereka melakukan jalan-jalan yang dilarang, bahkan dari mereka ada yang melakukan bunuh diri.

Saat kita bersabar maka Allah juga akan mengangkat derajat keimanan dari diri kita. Jadi, keberkahan apa yang lebih besar ketimbang diangkat derajatnya dan diberikan pahala tanpa batas  oleh Allah ‘Azza wa Jalla?

Dalam menghadapi masalah tidak hanya kesabaran yang diperlukan tetapi juga rasa syukur. Jika kita hanya menggunakan sabar saja sebagai senjata maka kita tidak akan merasakan kebahagian dalam masalah kita. Lain halnya jika kita bersyukur, dengan syukur kita dapat melihat kenikmatan dari setiap masalah yang ada. (Soffi-Muslimah.or.id)

Adakalanya dalam hidup ini kita merasakan sehat dan adakalanya kita sakit. Ketika kita sehat, hendaknya kita selalu bersyukur kepada Allah karena dengan nikmat sehat. Dengan kesehatan yang ada pada diri kita, banyak sekali nikmat lainnya yang dapat kita rasakan. Dengan sehat, kita dapat menikmati makan dan minum, ibadah, serta aktivitas hidup lainnya.

Sebaliknya, ketika kita sedang sakit, hendaknya kita bersabar atas sakit yang menimpa diri kita.

Selain itu, dengan sakit ini, tentunya kita sadar bahwa nikmat sehat begitu sangat berharga dan sehat merupakan anugerah Allah yang luar biasa. Sebagai seorang yang beriman, sudah selayaknya kita meyakini bahwa ada hikmah di balik musibah sakit yang kita alami.

Pada hakikatnya, semua keadaan seorang muslim mengandung kebaikan di dalamnya, baik ketika sehat ataupun ketika sakit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruh urusannya itu baik. Hal ini tidaklah didapati kecuali pada diri seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Hal itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim, no. 2999)

Tidak ada segala sesuatu yang datang menimpa diri kita kecuali terjadi atas izin dari-Nya. Hendaknya kita memahami bahwasannya sakit merupakan ujian dan cobaan dari Allah Ta’ala. Oleh karena itu, kita perlu menanamkan pada diri kita, bahwa akan ada kebaikan dan hikmah di balik musibah sakit. Ketika sakit menimpa diri kita, hendaklah kita berbaik sangka kepada Allah Ta’ala. Ujian sakit yang kita alami adalah bentuk kecintaan Allah Ta’ala kepada hamba-Nya. Hal ini senada dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إذا أحَبَّ اللهُ قومًا ابْتلاهُمْ

“Jika Allah mencintai suatu kaum maka mereka akan diuji” (HR. Ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath, 3/302)

Pembaca rahimakumullah, berikut ini insya Allah akan kami sampaikan mengenai beberapa kebaikan dan hikmah yang dapat kita petik dari musibah sakit.

1. Mendapatkan rida Allah

Seorang yang beriman harus yakin bahwa segala perkara yang terjadi merupakan takdir dan ketetapan dari Allah Ta’ala. Di antara sikap yang perlu ditanamkan pada diri seorang hamba yang sedang mengalami sakit adalah sikap rida. Dengan sikap rida atas cobaan tersebut, maka Allah akan memberikan keridaan kepada hamba-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ، وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ،

فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ

“Sesungguhnya pahala yang besar diperoleh melalui cobaan yang besar pula. Apabila Allah mencintai seseorang, maka Allah akan memberikan cobaan kepadanya, barangsiapa yang rida (menerimanya) maka Allah akan meridainya dan barangsiapa yang murka (menerimanya) maka Allah murka kepadanya.” (HR. At Tirmidzi no. 2396)

2. Terhapusnya dosa dan diangkat derajatnya

Di antara kabar gembira bagi orang yang sakit yaitu  Allah Ta’ala akan menghapuskan dosa-dosanya sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya. Hal ini telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى مَرَضٌ فَمَا سِوَاهُ إِلَّا حَطَّ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا

“Setiap muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya, pasti Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahannya, sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5660 dan Muslim no. 2571)

Selain itu, musibah yang menimpa kita seperti sakit akan mengangkat derajat kita di sisi Allah Ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ شَوْكَةٍ فَمَا فَوْقَهَا إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً ، أَوْ حَطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةً

“Tidaklah seorang mukmin terkena duri dan lebih dari itu melainkan Allah akan mengangkat derajat dengannya atau dengannya dihapuskan kesalahan-kesalahannya.” (HR. Bukhari no. 5640 dan Muslim no. 2572)

3. Pahala yang tetap mengalir

Terkadang ketika sakit menimpa diri kita, kita tidak dapat menjalankan aktivitas ibadah sebagaimana biasanya. Di antara bentuk kasih sayang Allah Ta’ala kepada hamba-Nya adalah pahala amal saleh yang terus mengalir meskipun kita dalam keadaan sakit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذَا مَرِضَ العَبْدُ، أوْ سَافَرَ، كُتِبَ له مِثْلُ ما كانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا

“Apabila seorang hamba sakit atau sedang safar, maka Allah akan menuliskan baginya pahala seperti saat ia lakukan ibadah di masa sehat dan bermukim.” (HR. Bukhari no. 2996)

4. Kecintaan Allah dan pahala tanpa batas jika bersabar

Sikap mulia orang yang beriman ketika ditimpa musibah adalah sabar. Oleh karena itu, sakit yang kita rasakan sudah semestinya kita hadapi dengan penuh kesabaran. Kita tahu bahwa Allah amat mencintai orang-orang yang sabar. Sebagaimana firman-Nya,

وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ

“Dan, Allah mencintai orang-orang yang sabar.“. (QS. Ali Imran:146)

Allah Ta’ala juga menjanjikan pahala yang tak berhingga bagi hamba-Nya yang bersabar. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10).

Demikian beberapa poin hikmah dan kebaikan di balik musibah sakit. Semoga Allah memberikan kita kesehatan, kesabaran, kekuatan untuk senantiasa melakukan ketaatan, menjauhi perbuatan dosa dan sia-sia. Aamiin.

Wallahu a’lam.

Ditulis di Sleman, 18 Sya’ban 1442 H/1 April 2021

Penulis: Ahmad Fathan Hidayatullah
Dosen Informatika UII

Jurusan Informatika UII menerima kiriman artikel untuk ditampilkan pada Pojok Informatika dan Pojok Dakwah. Ketentuan dan prosedur pengiriman dapat dilihat pada laman berikut.