Salawat dulang adalah tradisi yang berasal dari daerah

Salawat Dulang juga kerap dikenal dengan Salawat Talam adalah salah satu tradisi khas Minangkabau yang menggunakan Talam dalam pertunjukannya. Salawat Dulang atau Salawat Talam adalah pembacaan do’a untuk Rasulullah SAW diiringi dengan Talam, yang dipertunjukkan oleh minimal 2 orang atau lebih. Dalam sastra rakyat Minangkabau, salawat dulang adalah penceritaan kehidupan nabi Muhammad, cerita yang memuji nabi, atau cerita yang berhubungan dengan persoalan agama Islam dengan diiringi irama bunyi ketukan jari pada dulang atau piring logam besar itu. (Djamaris, 2002: 150).

Salawat Dulang dimulai dengan membacakan salawat diiringi musik yang berasal dari talam, namun salawat hanya didendangkan pada pembukaannya saja. Namun sebelum memainkan alat musiknya, mereka terlebih dahulu membacakan salawat, baru setelah itu para penyair akan mengumandangkan kata-kata penghormatan yang diberikan kepada penonton, serta ucapan terimakasih kepada pemilik rumah serta penyelenggara acara yang telah mengadakan acara tersebut.

Namun di masa yang semakin modern ini, Salawat Dulang sudah jarang ditemukan serta penyelenggaraannya sudah mulai langka. Seiring berkembangnya zaman, orang-orang memiliki pendapat bahwa kesastraan daerah merupakan sesuatu yang kuno dan memalukan. Mereka seakan lupa dengan eksistensi Salawat Dulang yang bisa dibilang unik dan memiliki ciri khas tersendiri. Bagaimana tidak, mereka memiliki alat musik khusus untuk mengiringi salawat yaitu talam yang dipukul sesuai irama. Sehingga menghasilkan bunyi yang khas yang menjadi ciri khas Salawat Dulang.

Oleh karena itu, untuk mempertahankan agar Salawat Dulang tidak hilang kita hendaknya bangga dan tetap menjaga eksistensi Salawat Dulang agar tetap ada. Serta menghilangkan rasa malu dan perasaan kuno, karena sesungguhnya Salawat Dulang merupakan warisan budaya yang harus dibanggakan, dijaga serta dilestarikan agar warisan budaya tetap ada dan tidak hilang oleh era modern yang terjadi di masa sekarang ini.


Salawat dulang adalah tradisi yang berasal dari daerah

Lihat Sosbud Selengkapnya


Page 2

Salawat Dulang juga kerap dikenal dengan Salawat Talam adalah salah satu tradisi khas Minangkabau yang menggunakan Talam dalam pertunjukannya. Salawat Dulang atau Salawat Talam adalah pembacaan do’a untuk Rasulullah SAW diiringi dengan Talam, yang dipertunjukkan oleh minimal 2 orang atau lebih. Dalam sastra rakyat Minangkabau, salawat dulang adalah penceritaan kehidupan nabi Muhammad, cerita yang memuji nabi, atau cerita yang berhubungan dengan persoalan agama Islam dengan diiringi irama bunyi ketukan jari pada dulang atau piring logam besar itu. (Djamaris, 2002: 150).

Salawat Dulang dimulai dengan membacakan salawat diiringi musik yang berasal dari talam, namun salawat hanya didendangkan pada pembukaannya saja. Namun sebelum memainkan alat musiknya, mereka terlebih dahulu membacakan salawat, baru setelah itu para penyair akan mengumandangkan kata-kata penghormatan yang diberikan kepada penonton, serta ucapan terimakasih kepada pemilik rumah serta penyelenggara acara yang telah mengadakan acara tersebut.

Namun di masa yang semakin modern ini, Salawat Dulang sudah jarang ditemukan serta penyelenggaraannya sudah mulai langka. Seiring berkembangnya zaman, orang-orang memiliki pendapat bahwa kesastraan daerah merupakan sesuatu yang kuno dan memalukan. Mereka seakan lupa dengan eksistensi Salawat Dulang yang bisa dibilang unik dan memiliki ciri khas tersendiri. Bagaimana tidak, mereka memiliki alat musik khusus untuk mengiringi salawat yaitu talam yang dipukul sesuai irama. Sehingga menghasilkan bunyi yang khas yang menjadi ciri khas Salawat Dulang.

Oleh karena itu, untuk mempertahankan agar Salawat Dulang tidak hilang kita hendaknya bangga dan tetap menjaga eksistensi Salawat Dulang agar tetap ada. Serta menghilangkan rasa malu dan perasaan kuno, karena sesungguhnya Salawat Dulang merupakan warisan budaya yang harus dibanggakan, dijaga serta dilestarikan agar warisan budaya tetap ada dan tidak hilang oleh era modern yang terjadi di masa sekarang ini.


Salawat dulang adalah tradisi yang berasal dari daerah

Lihat Sosbud Selengkapnya


Page 3

Salawat Dulang juga kerap dikenal dengan Salawat Talam adalah salah satu tradisi khas Minangkabau yang menggunakan Talam dalam pertunjukannya. Salawat Dulang atau Salawat Talam adalah pembacaan do’a untuk Rasulullah SAW diiringi dengan Talam, yang dipertunjukkan oleh minimal 2 orang atau lebih. Dalam sastra rakyat Minangkabau, salawat dulang adalah penceritaan kehidupan nabi Muhammad, cerita yang memuji nabi, atau cerita yang berhubungan dengan persoalan agama Islam dengan diiringi irama bunyi ketukan jari pada dulang atau piring logam besar itu. (Djamaris, 2002: 150).

Salawat Dulang dimulai dengan membacakan salawat diiringi musik yang berasal dari talam, namun salawat hanya didendangkan pada pembukaannya saja. Namun sebelum memainkan alat musiknya, mereka terlebih dahulu membacakan salawat, baru setelah itu para penyair akan mengumandangkan kata-kata penghormatan yang diberikan kepada penonton, serta ucapan terimakasih kepada pemilik rumah serta penyelenggara acara yang telah mengadakan acara tersebut.

Namun di masa yang semakin modern ini, Salawat Dulang sudah jarang ditemukan serta penyelenggaraannya sudah mulai langka. Seiring berkembangnya zaman, orang-orang memiliki pendapat bahwa kesastraan daerah merupakan sesuatu yang kuno dan memalukan. Mereka seakan lupa dengan eksistensi Salawat Dulang yang bisa dibilang unik dan memiliki ciri khas tersendiri. Bagaimana tidak, mereka memiliki alat musik khusus untuk mengiringi salawat yaitu talam yang dipukul sesuai irama. Sehingga menghasilkan bunyi yang khas yang menjadi ciri khas Salawat Dulang.

Oleh karena itu, untuk mempertahankan agar Salawat Dulang tidak hilang kita hendaknya bangga dan tetap menjaga eksistensi Salawat Dulang agar tetap ada. Serta menghilangkan rasa malu dan perasaan kuno, karena sesungguhnya Salawat Dulang merupakan warisan budaya yang harus dibanggakan, dijaga serta dilestarikan agar warisan budaya tetap ada dan tidak hilang oleh era modern yang terjadi di masa sekarang ini.


Salawat dulang adalah tradisi yang berasal dari daerah

Lihat Sosbud Selengkapnya

Koropak.co.id, 04 November 2022 12:05:57

Eris Kuswara

Koropak.co.id, Jawa Barat - Mungkin dari sekian banyaknya tokoh wayang yang biasa dimainkan dalang, bisa dikatakan Cepot menjadi salah satu tokoh yang paling terkenal. 

Diketahui, wayang sendiri merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia yang hadir sejak dulu sebagai pertunjukan tradisional yang biasa dinikmati oleh masyarakat, khususnya bagi mereka yang ada dan tinggal di Pulau Jawa.

Menariknya lagi, ada banyak sekali jenis dan gaya wayang di Indonesia, salah satunya adalah wayang golek yang mempunyai banyak tokoh dalam ceritanya yang di mana Cepot menjadi salah tokoh di dalamnya.

Wayang golek merupakan wayang yang berkembang pesat dan populer di Provinsi Jawa Barat dan identik dengan hiburan ala masyarakat Sunda. Kendati demikian, jenis wayang itu juga ada di luar Jawa Barat, seperti wayang golek menak yang lahir di Kudus, Jawa Tengah. Lalu, seperti apa tokoh dan karakter yang dimiliki Cepot ini?

Dalam wayang golek, diceritakan bahwa Cepot memiliki nama lain Astarajingga. Ia merupakan anak dari tokoh wayang lain, bernama Sanghyang Ismaya alias Semar. Menariknya, cara Cepot dilahirkan ke dunia bisa dikatakan cukup dramatis. Ia lahir karena diciptakan dari bayangan Semar. 

Alasan Cepot dilahirkan adalah untuk menemani Semar ketika ia mendapatkan perintah dari Sanghyang Tunggal untuk mengabdi kepada Trah Witaradya atau Ksatria. Kendati kisah mengenai asal usul Cepot yang tampaknya sangat serius, justru berbanding terbalik dengan sifat Cepot di atas panggung wayang. 

Ya, diatas panggung wayang Cepot dikenal sebagai tokoh yang lucu. Kelucuan Cepot itu tergambar dari gayanya yang humoris dan mengundang gelak tawa saat sedang berkomunikasi dengan tokoh lainnya. Namun lebih uniknya lagi, setiap ucapan yang dilontarkan Cepot itu biasanya terdengar penuh makna. 

Pasalnya, selalu ada saja pesan atau nasehat yang senantiasa bisa didapatkan dari ocehan kocak Cepot di samping kritiknya atas berbagai hal yang dilakukan dalam kehidupan manusia. OIeh karena itulah, sudah selayaknya Cepot dijuluki sebagai "Si Kocak tapi Bijak".

Selain kocak, ternyata Cepot juga dikenal sebagai tokoh yang mempunyai karakter cuek. Sehingga melalui kombinasi antara sikap kocak dan cuek inilah yang membuat Cepot ditampilkan suka bercanda kepada semua orang. 

Bahkan ia juga suka bercanda kepada kelompok ksatria maupun dewa yang keberadaannya begitu dihormati di kalangan para tokoh wayang golek. Jangan salah, wayang sendiri bukanlah pertunjukan biasa. Sebab di baliknya, ada berbagai makna filosofis yang dibawa oleh setiap karakternya, tak terkecuali Cepot.

Pada dasarnya, wayang akan mengadopsi kisah dalam kitab Mahabharata dan Ramayana yang berasal dari India. Akan tetapi di era Wali Songo, kisah-kisah tersebut pun dimodifikasi menjadi bernuansa ajaran Islam.


Baca: Pesona Wayang Golek yang Tak Pernah Pudar

Ternyata, salah satu perubahan yang ada yaitu setelah kisah-kisah dari kitab Mahabharata dan Ramayana diadopsi oleh wayang dengan kemunculan tokoh-tokoh baru dari kalangan masyarakat kecil.

Sementara itu, kisah dalam kitab Mahabharata dan Ramayana sendiri bercerita tentang tokoh-tokoh berkasta tinggi. Sedangkan dalam wayang golek, Cepot merupakan salah satu tokoh dari kalangan masyarakat kecil dan memiliki makna dan filosofisnya tersendiri.

Ki Dalang Dadan Sunandar Sunarya mengatakan bahwa Cepot dengan wajah merahnya itu menyimbolkan hawa nafsu atau keberanian. Untuk Cepot dengan warna merahnya itu juga merupakan simbol sosok yang berani dalam membela kebenaran sekaligus juga takut karena salah.

Di sisi lain, Cepot juga merupakan tokoh wayang golek yang termasuk unik, tampak paling mencolok dan berbeda dengan tokoh lainnya. Dari segi fisik, Cepot memiliki tubuh berwarna merah menyala yang dimaknai sebagai simbol keberanian. 

Selain itu, warna merah pada tokoh wayang juga merupakan representasi dari sikap berani dan pemberontak terhadap masyarakat yang suka bertindak sewenang-wenang dan selalu rakus dalam segala hal.

Meskipun begitu, tampilan Cepot dengan warna merahnya yang disertai gigi tonggos justru membawa kesan ramah dan jenaka. Keunikan lain yang dimiliki Cepot adalah karakternya yang menonjol yakni jenaka dan kocak tanpa sifat keras dan ngotot. 

Di satu sisi, tokoh Cepot ini pastinya tak bisa dilepaskan dari nama Asep Sunarya yang disebutkan sebagai sosok penting di balik hadirnya Cepot dalam dunia wayang golek.

Asep Sunarya merupakan seorang dalang kondang sekaligus pencetus tokoh Cepot. Semasa hidupnya, pria yang lebih akrab disapa Abah Asep itu sudah malang melintang di kancah wayang golek selama puluhan tahun dan Cepot merupakan salah satu karya besarnya.

Ide mengenai sosok Cepot yang diciptakannya itu berawal ketika pamor wayang golek sedang redup dan hanya diminati oleh kalangan orang tua, hingga membuat Asep tergerak untuk mengusahakan agar wayang golek menjadi lebih populer dan disukai masyarakat dari berbagai kalangan.

Untuk mewujudkan keinginan itu, Asep pun kemudian menciptakan tokoh Cepot yang memiliki ciri khas gemar melontarkan lawakan dan obrolan yang menyangkut kehidupan sehari-hari masyarakat Sunda. Cepot pun sukses membuat misi Asep berhasil. 

Silakan tonton berbagai video menarik di sini: