Realisasi AKM merupakan sikap adil negara pada kondisi sekolah di seluruh wilayah di Indonesia

JawaPos.com – Setelah sempat tersendat karena pandemi Covid-19, tahapan asesmen nasional (AN) bakal berjalan akhir tahun ini. Rangkaian program itu diawali asesmen kompetensi minimum (AKM). Sekolah pun diminta melakukan persiapan.

AN merupakan kebijakan anyar yang dirancang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Tujuannya, membenahi pendidikan di tingkat nasional.

Untuk meningkatkan mutu pendidikan, perubahan mendasar harus dilakukan. Salah satunya adalah cara evaluasi pendidikan. Pemerintah tidak lagi memelototi capaian individu siswa seperti UN. Sebab, itu dianggap tidak adil. Namun, telaah dilakukan secara menyeluruh. Memetakan sistem pendidikan berupa input, proses, serta hasil.

Baca juga:

Kondisi Covid-19 di Surabaya Dipengaruhi Gresik-Sidoarjo-Lamongan

Plt Sekmen Dinas Pendidikan (Dispendik) Triaji Nugroho menjelaskan, AN merupakan instrumen dari pusat. Di dalamnya ada tiga penilaian. Yaitu, AKM, survei karakter, serta survei lingkungan.

Pelaksanaan AKM diperkirakan berjalan September. Wujudnya, siswa diminta menuntaskan soal yang dibuat Kemendikbud. ”Namun, tidak seluruh siswa. Hanya 40 pelajar,’’ jelasnya.

Pelajar yang mengikuti tes telah ditentukan. Soal dikerjakan secara online. Jenis tugas yang diberikan jauh berbeda dengan pembelajaran di sekolah. Isinya numerik serta literasi. ’’Karena seluruh pelajaran ada materi numerik serta analisis. Kemendikbud melihat sejauh mana siswa menangkap materi tersebut,’’ paparnya.

Baca juga:

Per Bulan, Ada 863 Kg Sampah Masker di Surabaya

Jauh hari seluruh sekolah bersiap menggelar AKM. Sejak tahun lalu, latihan dilakukan agar program itu berjalan lancar.

Setelah AKM, rangkaian kegiatan berlanjut. Yaitu, survei karakter serta survei lingkungan. Pada tahap itu, tenaga pendidik menjalani ujian. Mulai guru hingga kepala sekolah.

Menurut Aji, AN bukan penentu kelulusan siswa. Sesuai tujuan pemerintah, program tersebut bertujuan memotret gambaran pendidikan. Kemudian, yang kurang segera dibenahi. ’’Lebih tepatnya memberikan data kepada Kemendikbud,’’ paparnya.

Kelulusan siswa nanti tidak lagi menggunakan UN. Pemerintah sudah merancang perubahan. Sekolah diberi kewenangan. ’’Kelulusan siswa menggunakan ujian sekolah,’’ terangnya.

Sementara itu, SDN Benowo 1 Surabaya sedang mempersiapkan diri mengikuti asesmen kompetensi minimum (AKM). Kegiatan evaluasi tersebut akan diikuti siswa kelas V. ’’Sekolah kami dijadikan sekolah yang siap mengikuti simulasi penilaian nasional itu,” kata Kepala SDN Benowo 1 Surabaya Memet Juniardi.

Asesmen itu dilakukan sehubungan dengan tidak diselenggarakannya ujian nasional. Evaluasi tersebut diawali dengan penilaian yang meliputi aspek literasi dan numerik siswa. Sebagai alat untuk mengevaluasi mutu dan sistem, asesmen nasional semacam itu akan menghasilkan potret yang lebih utuh tentang kualitas hasil belajar serta proses pembelajaran di sekolah.

Baca juga:

Ingat, Surabaya Raya Masih Berlaku Aturan Jam Malam

Ardi, sapaan akrab Memet Juniardi, mengatakan bahwa proses evaluasi itu membutuhkan perangkat komputer. Pihaknya siap menyediakan fasilitas komputer dan akses internet. Tidak hanya bagi siswa di SDN Benowo 1 Surabaya, tetapi juga bagi sekolah lain yang sekiranya tidak mempunyai fasilitas komputer dan akses internet yang memadai. Sebab, di kawasan pinggiran Kota Pahlawan, masih ada sekolah-sekolah yang fasilitas teknologi informasinya belum begitu mumpuni.

Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Surabaya Barat Sukono menambahkan, pihaknya masih berkoordinasi dengan sekolah-sekolah. Diskusi bersama Pemkot Surabaya juga sudah dilakukan. ’’(Kami) tetap mengikuti petunjuk dari dinas pendidikan,” katanya.

Kepala SMP Negeri 42 Surabaya Nanik Irawati mengatakan, persiapan menjelang simulasi asesmen nasional hampir 100 persen. Dia menambahkan, di SMP Negeri 42 ada lima kelas ruang multimedia dengan 160 komputer. Rencananya, pihaknya hanya menggunakan dua ruangan.

Ke depan, pihaknya hanya fokus mempersiapkan siswa dan guru-guru. Meski siswa dan guru SMP Negeri 42 sudah tidak asing dengan metode tersebut. Sebab, informasi tentang asesmen nasional telah beberapa kali disampaikan.

Kini Murid Bukan Lagi Objek Pembelajaran

Kebijakan di dunia pendidikan kerap berganti. Pemerintah berupaya mencari cara agar mutu pembelajaran terus meningkat. AN salah satu caranya.

Pakar pendidikan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Martadi mendukung penerapan AN. Sebab, banyak manfaat yang didapatkan. Contohnya, dalam evaluasi pendidikan. Selama ini, telaah hanya menyentuh siswa. Pelajar dijadikan objek. Salah satunya ketika momen ujian nasional (UN).

Bagi Martadi, penilaian itu tidak adil. Sebab, mutu pendidikan tidak hanya bergantung pada nilai siswa. Guru serta lingkungan sekolah juga memengaruhi. ’’Dengan AN, siswa tidak lagi merasa dihakimi,’’ paparnya.

Manfaat selanjutnya adalah bagi guru. Pendidik tidak luput dari evaluasi. Sebab, mereka memiliki peran sentral. Hasil akhirnya, pelajar mendapatkan ilmu.

Sudah sewajarnya, seorang guru memiliki bekal mendidik siswa. Harapannya, pelajar memiliki kemampuan C1 hingga C6. C1 adalah kemampuan ingatan, C2 pemahaman, C3 penerapan atau aplikasi, C4 analisis, C5 sintesis, serta jenjang C6 evaluasi. ’’Nah, rata-rata guru baru sampai C3,’’ paparnya.

Mantan ketua Dewan Pendidikan Surabaya itu menjelaskan, penerapan AN mewajibkan guru meningkatkan kemampuan. Misalnya, ketika menyampaikan materi. Guru harus bisa melontarkan persoalan yang memicu analisis siswa.

AN sebuah potret pendidikan. Martadi tidak mempersoalkan hasil AN nanti. Misalnya, skor yang didapatkan jeblok. ’’Ini menjadi pembelajaran. Apa yang kurang. Sehingga bisa dibenahi,’’ jelasnya.

Sementara itu, selama pandemi, pembelajaran di sekolah dilakukan dengan menggunakan kurikulum yang adaptif.

Pengamat pendidikan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Bachtiar Syaiful Bachri mengatakan, dunia pendidikan di Indonesia sangat dikejutkan dengan adanya pandemi. Sebelum pandemi, tidak semua guru dan siswa mempunyai akses yang merata pada teknologi. Bahkan hingga pandemi berlangsung selama dua tahun.

Pemberian bantuan sosial dari pemerintah dan swasta, baik berupa kuota internet maupun gawai, belum tentu membuat semua siswa belajar dengan baik. Masih ada pengaruh dari banyak hal. Misalnya, kondisi tempat tinggal si anak, kondisi keluarga, dan lain-lain.

’’Perubahan perilaku dari tidak terbiasa belajar daring (dalam jaringan) menjadi daring itu kan faktornya sistemik. Jadi, kita tidak bisa melihat bahwa kekurangan dalam evaluasi itu adalah kegagalan sistem pendidikan,” kata Bachtiar. AKM, lanjut dia, memiliki fungsi untuk memperbaiki hal-hal yang kurang (formatif). Juga, menentukan kelayakan dan ketidaklayakan suatu sistem pembelajaran.

Ketika siswa tidak mampu menyerap materi, harus diketahui apa yang menyebabkan kesulitan itu terjadi. Apakah karena cara belajarnya, pengemasan materi dan bahan ajarnya, media pembelajarannya, atau sebab lainnya. Setelah itu, barulah ditentukan apa yang layak dan tidak layak. ’’Jadi menurut saya, masih perlu di-breakdown (diperinci, Red). Betul-betul dianalisis kelayakan atau ketidaklayakan dalam menembus asesmen itu karena apa,” lanjutnya.

Bahan Evaluasi Kekurangan Sekolah

Diperkirakan, AKM dihelat September. Sebanyak 40 siswa dari seluruh sekolah menjalani ujian. Sistem tes tersebut seluruhnya online. Namun, pelajar tidak memerlukan persiapan khusus.

Pakar pendidikan Unesa Martadi mengatakan, soal AKM tidak dirancang dinas pendidikan (dispendik). Seluruhnya dibuat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Jenisnya literasi serta numerik.

Bagi siswa yang mengikuti ujian, tidak perlu resah. Pihak sekolah juga tidak perlu melatih pelajar. Sebab, dipastikan soal yang diberikan tidak sama dengan pembelajaran yang disampaikan di sekolah. ”Tidak perlu sampai belajar di bimbel,’’ ucapnya.

Menurut Martadi, soal yang diberikan nanti berupa telaah. Siswa diminta menganalisis. ’’Bagi siswa yang suka analisis, tidak perlu belajar,’’ jelasnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Pendidikan Surabaya Juli Poernomo menjelaskan, AN memberikan gambaran utuh. Siswa bisa melihat bakat serta kemampuannya sehingga menjadi bekal untuk menentukan masa depan. ’’Saya ini ke depan ingin seperti apa,’’ jelasnya.

Anak tidak lagi mendapatkan beban. Contohnya, saat UN dulu, siswa harus belajar keras pada mata pelajaran tertentu. Nah, mulai tahun ini, UN tidak lagi menjadi penentu kelulusan.

Bagi sekolah, AN bisa menjadi cermin. Membenahi kekurangan. Harapannya, mutu pendidikan bisa meningkat.

Juli menambahkan, AN bisa menjadi tonggak pemerataan pendidikan di Kota Pahlawan. Sekolah yang mendapatkan hasil AN akan melakukan pembenahan. Kekurangan secepatnya diperbaiki.

SAATNYA MEMPERSIAPKAN ASESMEN NASIONAL DI SEKOLAH

– Kemendikbud merancang asesmen nasional (AN).

– AN sebagai evaluasi pendidikan serta melihat kekurangan.

– AN memiliki tiga program berjalan, yaitu AKM, survei karakter, serta survei lingkungan.

– AKM melihat capaian siswa terkait literasi serta numerik.

– Survei karakter melihat capaian siswa dan guru.

– Survei lingkungan melihat pembelajaran lembaga pendidikan.

– Seluruh sekolah nanti menjalani AN .

Baca juga:

Targetkan 2.500 Bumil di Surabaya Divaksin Tahap Awal

– AN bukan penentu kelulusan siswa.

– Sebab, AN merupakan rapor guru serta sekolah.

Ujian Nasional digantikan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Apa itu AKM? Simak dalam tulisan berikut ini.

Setelah Ujian Nasional (UN) ditiadakan pada tahun 2020 karena adanya pandemi COVID-19, pemerintah melalui Kemendikbud kembali meniadakan UN di tahun 2021 dan menggantinya dengan Asesmen Nasional yang salah satu bagiannya adalah Asesmen Kompetensi Minimum.

Pertanyaan pun bermunculan. Apa bedanya UN dengan Asesmen Nasional? Apa saja yang dinilai dalam Asesmen Nasional? Hingga pertanyaan paling mendasar “Apa itu Asesmen Nasional?”

Well, gue akan mencoba membahasnya satu per satu dalam artikel kali ini. Aku harap artikel ini dapat memberikan informasi yang kalian butuhkan dan selamat menikmati. 

Apa itu Asesmen Nasional?

Realisasi AKM merupakan sikap adil negara pada kondisi sekolah di seluruh wilayah di Indonesia
Pengertian tentang Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) bisa kamu ketahui di bawah ini (Credit Image by pixabay.com).

Oke, jadi apa, sih, Asesmen Nasional itu?” 

Asesmen Nasional adalah pemetaan mutu pendidikan untuk seluruh sekolah, madrasah, dan program kesetaraan jenjang mulai dari tingkat dasar sampai tingkat menengah.

Asesmen Nasional sendiri terdiri dari tiga bagian sebagai berikut ini: 

1. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)

Yang pertama adalah AKM. AKM ini dirancang untuk mengukur hasil belajar kognitif (literasi dan numerasi) peserta didik.

Literasi dan numerasi itu apa, sih? Kemampuan literasi di sini erat kaitannya sama kemampuan kita dalam memahami suatu informasi dari bacaan. Sedangkan untuk numerasi sendiri berkaitan dengan kemampuan mencerna informasi dalam bentuk angka atau kuantitatif. 

2. Survei Karakter

Bagian kedua adalah survei karakter. Kalau AKM digunakan untuk menguji kemampuan kognitif siswa dalam bidang literasi dan numerasi, survei karakter ini dirancang untuk mengukur capaian belajar siswa dalam bidang sosial emosional berupa pilar karakter dengan tujuan untuk mencetak Profil Pelajar Pancasila.

3. Survei Lingkungan Belajar

Bagian ketiga atau terakhir adalah survei lingkungan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi dan memetakan aspek pendukung kualitas pembelajaran di lingkungan sekolah. 

Jika sebelumnya ujian akhir digunakan untuk menguji hasil belajar siswa sebagai syarat kelulusan, Asesmen Nasional boleh dibilang melakukan pengujian secara lebih luas.

Hal ini dilakukan dengan tujuan melakukan pemetaan dasar dari kualitas pendidikan yang nyata ada di lapangan. Sebagaimana dikatakan oleh Mendikbud Nadiem Makarim “Hasil Asesmen Nasional tidak ada konsekuensinya buat sekolah, hanya pemetaan agar tahu kondisi sebenarnya.”

Enggak sebatas melakukan pemetaan saja loh, gaes. Kemendikbud juga akan membantu sekolah dan dinas pendidikan daerah dengan cara menyediakan laporan hasil asesmen yang berisi penjelasan profil kekuatan dan area perbaikan tiap sekolah dan daerah.

Realisasi AKM merupakan sikap adil negara pada kondisi sekolah di seluruh wilayah di Indonesia

Baca Juga: 9 Perbedaan AKM dan UN yang Wajib Kamu Tahu

Apa Perbedaan Asesmen Nasional dan Ujian Nasional?

Realisasi AKM merupakan sikap adil negara pada kondisi sekolah di seluruh wilayah di Indonesia
Credit Image by pixabay.com

Nah sekarang kita bahas nih apa aja yang berbeda antara UN sama Asesmen Nasional. Jadi, ada beberapa perbedaan nih yang perlu kalian ketahui. Aku akan bahas satu per satu ya. Yuk mari!

1. Metode Asesmen

Perbedaan pertamanya ada di metode asesmen nih, gaes. Kalau UN diujikan menggunakan fixed test atau satu set soal untuk semua peserta. Di AKM, soal yang diujikan disesuaikan dengan kemampuan siswa.

Bentuk ujiannya pun berbeda. Di AKM, soal yang diujikan tidak hanya pilihan ganda melainkan juga pilihan ganda kompleks (jawaban benar lebih dari satu), isian singkat, sampai dengan soal berbentuk esai. 

2. Hal yang Diukur 

Kalau di UN yang diukur dalam ujian adalah capaian pada kompetensi kurikulum berdasarkan penguasaan materi dalam mata pelajaran. Di Asesmen Nasional, yang diukur adalah kompetensi siswa pada literasi dan numerasi, karakter siswa, dan gambaran lingkungan belajar. 

3. Peserta Tes

Nah ini yang menarik. Di ujian-ujian akhir sebelumnya, peserta ujian akhir adalah siswa kelas 12 SMA dan 9 SMP. Hal berbeda terjadi di Asesmen Nasional 2021 di mana pesertanya diambil secara acak dari kelas 5 SD, 8 SMP, dan 11 SMA.

Jadi, tidak semua siswa akan menjadi peserta nantinya. Kebijakan ini dibuat dengan tujuan supaya siswa yang menjadi peserta Asesmen Nasional 2021 dapat merasakan perbaikan pembelajaran setelah adanya asesmen.

Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk memberikan gambaran dampak dari proses pembelajaran yang dilakukan di setiap satuan pendidikan.

Eits, kan biasanya ujian akhir ditujukan buat kelas 12 nih. Setelah ujian mereka akan mendapatkan ijazah yang berisi nilai. Ijazah tadi bisa dijadikan bekal untuk melamar pekerjaan, daftar beasiswa, dan buat bekal mendaftar kuliah di luar negeri.

Nah, kan Asesmen Nasional ini kan untuk tahun 2021 pesertanya adalah kelas 5,8, dan 11 nih. Terus gimana dong nasib kelas 12 yang mau kerja atau kuliah di luar negeri setelah lulus? 

Tenang, untuk kelas 12 yang membutuhkan nilai kompetensi untuk melanjutkan tahap setelah SMA, kalian bisa mendaftarkan diri dan mengikuti Asesmen Nasional 2021!

4. Pelaporan Hasil Tes

Perbedaan antara UN dengan Asesmen Nasional selanjutnya ada pada pelaporan hasil tes. Jika di UN yang menjadi pelaporan hasil tes adalah nilai tiap siswa, nilai agregat tiap sekolah, dan nilai agregat per wilayah, berbeda dengan Asesmen Nasional.

Di Asesmen Nasional atau AKM, yang menjadi pelaporan hasil tes adalah nilai agregat tiap sekolah dan nilai agregat per wilayah.

5. Tujuan Tes

Perbedaan selanjutnya ada pada tujuan tes. Kalau UN, tujuan tesnya adalah pemetaan dan perbaikan pembelajaran. Sedangkan untuk Asesmen Nasional atau AKM, tujuan tesnya adalah perbaikan pembelajaran serta peningkatan lingkungan belajar yang kondusif. 

Baca Juga: Latihan Soal UTS/PTS Bahasa Indonesia Kelas 7, 8, 9 SMP dan Pembahasannya

Sejarah Nama Ujian Akhir

Realisasi AKM merupakan sikap adil negara pada kondisi sekolah di seluruh wilayah di Indonesia
Credit Image by pixabay.com

Perubahan format ujian akhir ini bukanlah yang pertama kali terjadi loh gaes. Coba tanya ke ibu atau ayah atau paman kalian deh, di masa mereka dulu ujian akhirnya disebut apa. Ebtanas kah? Ujian sekolah kah? Atau malah masih bernama ujian penghabisan? 

Ujian akhir sendiri ternyata sudah dilakukan sejak tahun 1950 loh gaes. Nah, berikut aku tulis sejarah singkat perubahan format ujian nasional dari masa ke masa.

1. Ujian Penghabisan (1950 – 1964)

Ujian ini adalah format ujian akhir pertama yang mulai diujikan pada tahun 1950. Ujian ini diselenggarakan secara nasional. Soal-soal yang diujikan dalam ujian penghabisan berbentuk uraian/ esai. Soal-soal tersebut dibuat Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan.

2. Ujian Negara (1965 – 1971)

Perubahan format ujian dilakukan pada tahun 1965. Ujian akhir yang sebelumnya bernama Ujian Penghabisan berubah menjadi Ujian negara.

Tujuan dari ujian ini tidak hanya untuk menentukan kelulusan seorang siswa melainkan sekaligus untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah negeri atau perguruan tinggi negeri kalau lulus Ujian Negara.

Soal yang digunakan dalam Ujian negara berbentuk soal uraian dan jawaban singkat dengan kesulitan yang relatif tinggi dan memiliki kompleksitas jawaban yang membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Bagi siswa yang tidak lulus Ujian Negara, siswa akan tetap mendapatkan ijazah dan dapat melanjutkan pendidikannya di sekolah swasta atau perguruan tinggi swasta.

Bahan ujiannya sendiri disiapkan oleh pemerintah pusat dan hanya ada satu perangkat naskah ujian yang digunakan di seluruh wilayah Indonesia.

3. Ujian Sekolah (1972 – 1979)

Pada periode Ujian Sekolah, soal ujian tidak lagi disiapkan oleh negara atau pusat melainkan dikembalikan pada sekolah masing-masing.

Jika sebelumnya ujian juga digunakan untuk seleksi perguruan tinggi atau jenjang setelahnya, ujian sekolah ditujukan untuk menentukan tamat tidaknya siswa tersebut dari jenjang pendidikannya. Iya bener banget. Istilah yang digunakan pada era itu bukanlah lulus atau tidak lulus melainkan TAMAT.   

4. Ebtanas dan Ebta (1980 – 2002)

Perubahan format selanjutnya adalah Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas) dan Evaluasi Belajar Tahap Akhir (Ebta).

Apa perbedaan Ebtanas dengan Ebta? Awalnya Ebtanas hanya mengujikan Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan pada tahun-tahun setelahnya bertambah dengan mata pelajaran lainnya.

Nah, mata pelajaran yang tidak diujikan dalam Ebtanas akan diujikan pada Ebta. Soal-soal yang diujikan di Ebtanas disiapkan oleh pemerintah pusat sedangkan untuk Ebta disiapkan oleh masing-masing sekolah. 

5. Ujian Akhir Nasional (2003 – 2004)

Pada tahun 2003, ujian akhir kembali mengalami perubahan menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN). Tujuan dari diselenggarakannya UAN adalah menentukan kelulusan, pemetaan mutu pendidikan secara nasional serta untuk seleksi ke jenjang pendidikan selanjutnya.

Mata pelajaran yang diujikan dalam UAN adalah matematika, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. Adapun untuk ujian akhir mata pelajaran lainnya, soal disiapkan oleh sekolah atau pemerintah daerah.

6. Ujian Nasional (2005 – 2013)

Nah, kalau format yang ini aku mengalaminya sendiri gaes. Dua kali malah hehe di SMP dan SMA. Perbedaan UN dengan UAN adalah soal yang diujikan di UN semuanya disiapkan oleh pemerintah pusat. 

Baca Juga: Tips Biar Pede Menghadapi Ujian Nasional

Oke itu tadi pembahasan singkat mengenai apa itu Asesmen Nasional yang terdiri dari Asesmen Kompetensi Minimum, Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar. Mudah-mudahan dengan adanya perubahan ini pendidikan di Indonesia bisa lebih maju ya gaes.