Pertanyaan: Show Dengan adanya aturan tersebut, apakah PPh Pasal 22 perusahaan saya tidak lagi dipungut oleh bendahara pemerintah? Kemudian, bagaimana mekanisme pemungutannya oleh pihak lain? Mohon pencerahannya! Jawaban: Salah satu regulasi yang diterbitkan adalah Peraturan Menteri Keuangan No. 58/PMK.03/2022 tentang Penunjukan Pihak Lain Sebagai Pemungut Pajak dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan/ atau Pelaporan Pajak yang Dipungut oleh Pihak Lain Atas Transaksi Pengadaan Barang dan/atau Jasa Melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (PMK 58/2022). Peraturan ini terbit untuk melaksanakan ketentuan Pasal 44E ayat (2) huruf f UU KUP s.t.d.t.d UU HPP dan Pasal 22 ayat (2) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP. Ruang lingkup pajak yang dapat dipungut oleh pihak lain adalah pajak penghasilan (PPh) Pasal 22, pajak pertambahan nilai (PPN), dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Secara umum, terdapat 3 tujuan yang dikehendaki dari terbitnya PMK 58/2022. Pertama, untuk mendukung penggunaan produk dalam negeri dan meningkatkan transparansi serta efisiensi belanja pemerintah. Kedua, untuk mengamankan penerimaan pajak atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah secara elektronik. Ketiga, untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi wajib pajak penyediabarang dan/atau jasa pemerintah serta pihak lain sebagai penyelenggara sistem informasi pengadaan pemerintah. Kemudian, untuk menjawab pertanyaan Ibu, kita dapat merujuk pada beberapa pasal yang terdapat pada PMK 58/2022. Berdasarkan pada Pasal 5 ayat (1), atas penghasilan yang diperoleh rekanan sehubungan dengan transaksi penjualan barang, penyerahan jasa, dan/atau persewaan dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang dilakukan melalui pihak lain dalam sistem informasi pengadaan (SIP) terutang PPh pasal 22. Adapun definisi rekanan dan pihak lain diatur dalam Pasal 1 poin 23 dan poin 24 PMK 48/2022. Rekanan adalah pengusaha yang menyediakan barang dan/atau jasa melalui SIP. Sementara itu, pihak lain adalah marketplace pengadaan atau ritel daring pengadaan yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang dilakukan melalui SIP, yang telah ditetapkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Perlu diperhatikan, peraturan ini juga mengatur pelaksanaan kewajiban pajak PPh Pasal 22 oleh pihak lain bersifat wajib atau mandatory. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 5 ayat (4) PMK 58/2022 yang berbunyi sebagai berikut: “Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pihak Lain.” Hal ini ditekankan kembali pada Pasal 5 ayat (6) yang berbunyi sebagai berikut. “Atas penghasilan yang telah dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tidak dilakukan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pemotong atau pemungut Pajak Penghasilan selain Pihak Lain.” Berdasarkan pada ulasan di atas, apabila perusahaan Ibu termasuk dalam definisi rekanan dan bertransaksi melalui marketplace atau ritel daring pengadaan yang telah ditetapkan oleh LKPP, pelaksanaan kewajiban PPh Pasal 22 berpotensi untuk dilakukan oleh pihak lain. Selanjutnya, ketentuan mengenai tarif pajak diatur dalam Pasal 6 PMK 58/2022. Besarnya pungutan PPh Pasal 22 yaitu sebesar 0,5% dari seluruh nilai pembayaran yang tercantum dalam dokumen tagihan. Dalam peraturan ini, rekanan diwajibkan untuk membuat dokumen tagihan, baik dibuat sendiri maupun dihasilkan melalui sarana atau sistem yang disediakan oleh pihak lain tersebut. Adapun untuk lebih memahami ketentuan dan contoh penghitungan dan pemungutan PPh Pasal 22, Ibu dapat melihat lebih lanjut di dalam lampiran PMK 58/2022. Sebagai informasi, PMK 58/2022 ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Mei 2022. Demikian jawaban kami. Semoga membantu. Sebagai informasi, artikel Konsultasi UU HPP akan hadir setiap Selasa guna menjawab pertanyaan terkait UU HPP beserta peraturan turunannya yang diajukan ke email [email protected]. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 01/PJ.4/1997Kategori : PPh Pajak Penghasilan Pasal 22 Atas Penjualan Hasil Industri Rokok (Seri PPh Pasal 22 - 7) 30 Jan 1997 Read Later 31 Januari 1997 SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS PENJUALAN HASIL INDUSTRI ROKOK (SERI PPh PASAL 22-7) DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Bersama ini disampaikan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-24/PJ/1997 tanggal 31 Januari 1997 perihal
Tarif dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan Hasil Produksi Industri Rokok di Dalam Negeri.
Demikian untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya. DIREKTUR JENDERAL, Status PeraturanJumlah Dokumen : 0 Dokumen Peraturan TerkaitJumlah Dokumen : 1 Dokumen Riwayat PeraturanJumlah Dokumen : 0 Dokumen Peraturan31 Januari 1997 SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 ATAS PENJUALAN HASIL INDUSTRI ROKOK (SERI PPh PASAL 22-7) DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Bersama ini disampaikan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-24/PJ/1997 tanggal 31 Januari 1997 perihal Tarif dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal
22 atas penjualan Hasil Produksi Industri Rokok di Dalam Negeri.
Demikian untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya. DIREKTUR JENDERAL, Bagaimana menghitung PPh 22?PPh 22 merupakan pengenaan pajak pada badan usaha yang melakukan perdagangan impor, ekspor, atau re-impor.. Yang memakai Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor;. Non-API = 7,5% x nilai impor;. Yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.. Apa saja yang dikenakan PPh 22?PPh Pasal 22 atau Pajak Penghasilan Pasal 22 dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor. Melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan RI No.
|