Pada sistem pemerintahan Indonesia periode tahun 1949 1950 menganut sistem pemerintahan apa?

Penjelasan:

1. Sistem Pemerintahan Periode 1945-1949

Lama periode : 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949

Bentuk Negara : Kesatuan

Bentuk Pemerintahan : Republik

Sistem Pemerintahan : Presidensial

Konstitusi : UUD 1945

Sistem pemerintahan awal yang digunakan oleh Indonesia adalah sistem pemerintahan presidensial. Namun, seiring datangnya sekutu dan dicetuskannya Maklumat Wakil Presiden No.X tanggal 16 November 1945, terjadi pembagian kekuasaan dalam dua badan, yaitu kekuasaan legislatif dijalankan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan kekuasaan-kekuasaan lainnya masih tetap dipegang oleh presiden sampai tanggal 14 November 1945. Berdasarkan Maklumat Pemerintah 14 November 1945 ini, kekuasaan eksekutif yang semula dijalankan oleh presiden beralih ke tangan menteri sebagai konsekuensi dari dibentuknya sistem pemerintahan parlementer.

2. Sistem Pemerintahan Periode 1949-1950

Lama periode : 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950

Bentuk Negara : Serikat (Federasi)

Bentuk Pemerintahan : Republik

Sistem Pemerintahan : Parlementer Semu (Quasi Parlementer)

Konstitusi : Konstitusi RIS

Adanya Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Indonesia dengan delegasi Belanda menghasilkan keputusan pokok bahwa kerajaan Balanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dan tidak dapat dicabut kembali kepada RIS selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949. Dengan diteteapkannya konstitusi RIS, sistem pemerintahan yang digunakan adalah parlementer. Namun karena tidak seluruhnya diterapkan maka Sistem Pemerintahan saat itu disebut Parlementer semu

3. Sistem Pemerintahan Periode 1950-1959

Lama periode : 15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959

Bentuk Negara : Kesatuan

Bentuk Pemerintahan : Republik

Sistem Pemerintahan : Parlementer

Konstitusi : UUDS 1950

UUDS 1950 adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1950 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi baru hingga berlarut-larut. Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka.Isi dekrit presiden 5 Juli 1959 antara lain :

1. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950

2. Pembubaran Konstituante

3. Pembentukan MPRS dan DPAS

Dikeluarkannya dekrit presiden ini diiringi dengan perubahan sistem pemerintahan dari parlementer ke presidensial.

4. Sistem Pemerintahan Periode 1959-1966 (Orde Lama)

Lama periode : 5 Juli 1959 – 22 Februari 1966

Bentuk Negara : Kesatuan

Bentuk Pemerintahan : Republik

Sistem Pemerintahan : Presidensial

Konstitusi : UUD 1945

Dikeluarkannya dekrit Presiden 1959 mengembalikan sistem pemerintahan Indonesia ke sistem pemerintahan presidensial.

5. Sistem Pemerintahan Periode 1966-1998 (Orde Baru)

Lama periode : 22 Februari 1966 – 21 Mei 1998

Bentuk Negara : Kesatuan

Bentuk Pemerintahan : Republik

Sistem Pemerintahan : Presidensial

Konstitusi : UUD 1945

6. Sistem Pemerintahan Periode 1998 – sekarang

Lama periode : 21 Mei 1998 – sekarang

Bentuk Negara : Kesatuan

Bentuk Pemerintahan : Republik

Sistem Pemerintahan : Presidensial

Sistem pemerintahan RI menurut UUD 1945 tidak menganut suatu sistem dari negara manapun, melainkan suatu sistem yang khas bagi bangsa Indonesia. Hal ini tercermin dari proses pembentukan bangsa NKRI yang digali dari nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia sendiri. Menurut UUD 1945, kedudukan Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Sistem ketatanegaraan yang kepala pemerintahannya adalah Presiden dinamakan sistem presidensial . Presiden memegang kekuasaan tertinggi negara di bawah pengawasan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dalam pelaksanaan sistem pemerintahan ini, terdapat beberapa perubahan pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia, sebelum dan sesudah Amandemen UUD 1

KOMPAS.com - Indonesia adalah negara demokrasi yang dapat dibuktikan dari sudut pandang normatif dan empirik.

Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, bukti empirik bahwa Indonesia adalah negara demokrasi bisa dilihat dari alur sejarah politik di Indonesia, yaitu:

  1. Pemerintahan masa revolusi kemerdekaan Indonesia (1945-1949).
  2. Pemerintahan parlementer (1949-1959).
  3. Pemerintahan demokrasi terpimpin (1959-1965).
  4. Pemerintahan orde baru (1965-1998).
  5. Pemerintahan orde reformasi (1998-sekarang).

Berikut ini pelaksanaan demokrasi di Indonesia pada masa pemerintahan parlementer:

Baca juga: Prinsip-prinsip Demokrasi

Demokrasi Indonesia periode parlementer (1949-1959)

Periode kedua pemerintahan negara Indonesia merdeka berlangsung dalam rentang waktu antara 1949-1959.

Pada periode ini terjadi dua kali pergantian undang-undang dasar, yaitu:

  • Pergantian UUD 1945 dengan Konstitusi RIS pada rentang waktu 27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950.

Dalam rentang waktu ini, bentuk negara Indonesia berubah dari kesatuan menjadi serikat. Sistem pemerintahan berubah dari presidensil menjadi quasi parlementer.

  • Pergantian Konstitusi RIS dengan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS) 1950 pada rentang waktu 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959.

Periode pemerintahan ini bentuk negara kembali berubah menjadi negara kesatuan. Sistem pemerintahan menganut sistem parlementer.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada periode 1949-1959, negara Indonesia menganut demokrasi parlementer.

Baca juga: Sistem Demokrasi di Indonesia

Masa kejayaan demokrasi Indonesia

Masa demokrasi parlementer adalah masa kejayaan demokrasi di Indonesia. Karena hampir perwujudan semua elemen demokrasi dapat ditemukan dalam kehidupan politik di Indonesia.

Berikut ini enam indikator ukuran kesuksesan pelaksanaan demokrasi pada masa pemerintahan parlementer:

Perwujudan kekuasaan parlemen terlihat dari sejumlah mosi tidak percaya pada pihak pemerintah.

Akibatnya kabinet harus meletakkan jabatan meski pemerintahan baru berjalan beberapa bulan. Seperti Djuanda Kartawidjaja diberhentikan dengan mosi tidak percaya dari parlemen.

Kedua, akuntabilitas (pertanggungjawaban) pemegang jabatan dan politisi pada umumnya sangat tinggi.

Hal ini dapat terjadi karena berfungsinya parlemen dan juga sejumlah media massa sebagai alat kontrol sosial.

Sejumlah kasus jatuhnya kabinet dalam periode ini merupakan contoh konkret tingginya akuntabilitas.

Baca juga: Karakter Utama Demokrasi Pancasila

Ketiga, kehidupan kepartaian memperoleh peluang sebesar-besarnya untuk berkembang secara maksimal.

Dalam periode ini, Indonesia menganut sistem multipartai.

Pada periode ini 40 partai politik terbentuk dengan tingkat otonomi yang sangat tinggi dalam proses rekrutmen, baik pengurus atau pimpinan partai maupun para pendukungnya.

Campur tangan pemerintah dalam hal rekrutmen tidak ada. Sehingga setiap partai bebas memilih ketua dan segenap anggota pengurusnya.

Keempat, sekalipun Pemilihan Umum hanya dilaksanakan satu kali pada 1955, tetapi Pemilihan Umum tersebut benar-benar dilaksanakan dengan prinsip demokrasi.

Kompetisi antar partai politik berjalan sangat intensif dan fair. Setiap pemilih dapat menggunakan hak pilih dengan bebas tanpa ada tekanan atau rasa takut.

Kelima, masyarakat umumnya dapat merasakan hak-hak dasar dan tidak dikurangi sama sekali.

Meski tidak semua warga negara dapat memanfaatkan hak-hak dasar dengan maksimal.

Tetapi hak untuk berserikat dan bekumpul dapat diwujudkan, dengan terbentuknya sejumlah partai politik dan organisasi peserta Pemilihan Umum.

Kebebasan pers dan kebebasan berpendapat dirasakan dengan baik. Masyarakat bisa melakukan tanpa rasa takut menghadapi risiko, meski mengkritik pemerintah dengan keras.

Contoh Dr. Halim, mantan Perdana Menteri, menyampaikan surat terbuka dengan kritikan sangat tajam terhadap sejumlah langkah yang dilakukan Presiden Soekarno. Surat tersebut tertanggal 27 Mei 1955.

Keenam, dalam masa pemerintahan parlementer, daerah-daerah yang memperoleh otonomi yang cukup.

Daerah-daerah bahkan memperoleh otonomi seluas-luasnya dengan asas desentralisasi sebagai landasan untuk berpijak, dalam mengatur hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda pada 23 Agustus–2 November 1949 membawa pengaruh sangat besar dalam sistem pemerintahan Indonesia. Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanya penggantian konstitusi negara. Oleh karena itu, sejak 27 Desember 1949 mulai berlaku Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS).

Perubahan bentuk negara menjadi negara serikat melahirkan konstitusi RIS bagi Indonesia. Naskah konstitusi RIS disusun oleh delegasi Indonesia dan delegasi BFO dalam KMB. Sistematika Konstitusi RIS terdiri atas mukadimah dan batang tubuh. Konstitusi RIS bersifat sementara sebagaimana dijelaskan dalam pasal 186 Konstitusi RIS bahwa konstituante (sidang pembuat konstitusi) bersama-sama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan konstitusi Republik Indonesia Serikat yang menggantikan konstitusi sementara ini. Sifat sementara dalam konstitusi RIS karena pembentuk undang-undang merasa belum representatif untuk menetapkan undang-undang dasar. Selain itu, pembuatan konstitusi RIS dilakukan dengan tergesa-gesa untuk memenuhi kebutuhan pembentukan negara serikat/federasi.

Hasil Konferensi Meja Bundar melahirkan negara Republik Indonesia Serikat dan Konstitusi RIS berlaku sebagai hukum dasar Konstitusi RIS mulai berlaku pada 27 Desember 1949–17 Agustus 1950. Pada masa ini bentuk negara Indonesia adalah negara serikat/federasi. Berdasarkan Konstitusi RIS sistem pemerintahan Indonesia adalah sistem pemerintahan parlementer, yaitu kabinet bertanggung jawab kepada DPR sehingga DPR dapat membubarkan kabinet. Kekuasaan negara terbagi dalam enam lembaga negara, yaitu Presiden, menteri-menteri, senat, DPR, Mahkamah Agung Indonesia, dan Dewan Pengawas Keuangan.

Sejak terbentuknya negara Republik Indonesia Serikat berdasarkan Konstitusi RIS, banyak rakyat Indonesia yang melakukan perlawanan dan menentang susunan negara federalistik yang memecah wilayah Indonesia menjadi beberapa negara bagian. Adanya banyak pertentangan tersebut menjadi salah satu penyebab runtuhnya Republik Indonesia Serikat dengan konstitusi RIS. Rakyat Indonesia menginginkan susunan negara yang unitaris/kesatuan.

Rakyat dari berbagai daerah yang memiliki kesamaan pemikiran menggabungkan diri dengan negara Republik Indonesia. Penggabungan daerah tersebut mengakibatkan negara Republik Indonesia Serikat terdiri atas negara Republik Indonesia, negara Indonesia Timur, dan negara Sumatra Timur. Atas kejadian tersebut diadakan permusyawaratan yang menghasilkan kesepakatan untuk bersama-sama melaksanakan pemerintahan dalam negara kesatuan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah undang-undang dasar sementara untuk mengubah konstitusi RIS.

Referensi bacaan buku konstitusi negara republik indonesia karya Khilya Fa’iziah