Menurut Kitab Hukum Kanonik yang termasuk halangan perkawinan Katolik

Menurut Kitab Hukum Kanonik yang termasuk halangan perkawinan Katolik

Keterangan Gambar : Halangan-halangan Nikah (12)


Pada minggu-minggu yang lalu kita telah membahas ha-langan-halangan: (01) Halangan Umur, (02) Beda Gereja/ Agama, (03) Ikatan Perkawinan Sebelumnya, (4) Halangan Impotensi dan (5) Halangan Pertalian Hukum. Untuk kali ini saya mengajak Saudara secara singkat bicara tentang:

6. Halangan Hubungan Darah

Dua atau lebih orang dikatakan memiliki hubungan da-rah kalau ada ikatan darah di antara mereka yang timbul me-lalui proses generatif (= kelahiran/keturunan), baik di dalam atau di luar perkawinan yang sah. Hubungan darah melalui proses kelahiran/keturunan dari pihak yang sama bisa di-lihat sebagai sebuah garis lurus atau vertical, yakni antara anak dan orang tua yang melahirkannya (garis lurus ke atas) atau sebaliknya antara orang tua dengan anak atau cucunya (garis lurus ke bawah). Hubungan darah juga dilihat sebagai sebuah garis horizontal atau menyamping, yakni di antara saudara dan saudari yang dilahirkan dari orang tua yang sa-ma, di antara saudara sepupu dan juga dengan orang tua dari saudara sepupu. Dalam hal ini “pokok bersama” adalah ka-kek/nenek. Ada tiga istilah yang dipakai kalau kita bicara tentang hubungan darah ini, pertama yakni “pokok” (asal-usul bersama) ialah orang-orang (biasanya pasangan suami-isteri) yang mempertemukan beberapa individu sekaligus berdasarkan garis keturunan langsung atau tidak langsung. “Pokok” ini haruslah terdekat atau yang pertama kali mem-pertemukan mereka sebagai kerabat. Kedua, “garis” yakni rentetan teratur dan kesinambungan dari orang-orang yang diturunkan oleh “pokok” yang sama dalam cabang-cabang

pohon keluarga. Kemudian ketiga, “tingkat” yakni jumlah atau jarak antara gene-rasi yang satu ke yang lain dalam pohon keluarga.

Kan 108 menetapkan bahwa hubungan darah dihitung dengan garis keturu-nan dan tingkat (§1). Selanjutnya untuk menghitung jumlah tingkat, dalam garis keturunan lurus jumlah tingkat sama dengan jumlah keturunan atau pun jumlah orang tanpa menghitung pokoknya (§2). Dalam garis keturunan menyamping jum-lah tingkat sama dengan jumlah orang dalam kedua garis keturunan bersama-sama, tanpa menghitung pokoknya (§3).

Hubungan darah menciptakan ikatan persaudaraan dan kekeluargaan yang sangat dekat, di mana masing-masing anggota saling menunjukkan keutamaan pietas (= cinta dan hormat terhadap sesama anggota keluarga sendiri). Perka-winan antar anggota keluarga melanggar keutamaan pietas ini. Dkl., keluarga tidak boleh menutup dan melindungi diri sendiri dengan perkawinan antar anggota ke-luarga, melainkan membiarkan masuk unsur darah yang lain dan membangun nukleus-nukleus keluarga yang baru. Oleh karena itu, dalam halangan hubungan darah ditentukan garis dan tingkat. Garis dan tingkat paling dekat dimaksudkan agar setiap keluarga memelihara keutamaan pietas serta membuka diri dan mem-bentuk ikatan keluarga yang lebih besar demi perkembangan masyarakat yang se-hat. Di lain pihak, halangan hubungan darah tidak bisa ditentukan tanpa batas, melainkan sesudah tingkat tertentu perkawinan antar kerabat keluarga diper-bolehkan lagi, justeru untuk mengeratkan kembali ikatan keluarga.

Gereja menetapkan halangan hubungan darah untuk melindungi atau mem-perjuangkan nilai moral yang sangat mendasar. Pertama-tama ialah untuk meng-hindarkan perkawinan incest, yakni perkawinan antara orang-orang yang masih memiliki hubungan darah yang sangat dekat. Hubungan incest pertama-tama di-larang oleh ajaran moral kristiani. Hubungan incest juga berakibat buruk ter-hadap kesehatan fisik, psikologis, mental dan intelektual bagi anak-anak yang dilahirkan, yang akhirnya juga akan merugikan masyarakat.

Dengan melihat uraian singkat di atas, demi kehormatan atau keutamaan pie-tas dan kesehatan keturunan serta membuka diri untuk keturunan keluarga yang semakin besar, dan tentu saja dengan melihat apa yang ditetapkan dalam Kitab Hukum Kanonik Gereja Katolik, di sana ditentukanlah halangan-halangan nikah karena hubungan darah, baik garis lurus (ke bawah-ke atas) maupun garis me-nyamping. (BERSAMBUNG)

ASTUTI, ANNA KITI (2015) “Halangan Perkawinan Menurut UU No 1 tahun 1974 dan Menurut Kitab Hukum Kanonik”. Other thesis, Prodi Hukum Unika Soegijapranata.

Menurut Kitab Hukum Kanonik yang termasuk halangan perkawinan Katolik

Menurut Kitab Hukum Kanonik yang termasuk halangan perkawinan Katolik

Preview

Text (COVER)
06.20.0021 Anna Kiti Astuti - COVER.pdf

Download (840kB) | Preview
Menurut Kitab Hukum Kanonik yang termasuk halangan perkawinan Katolik
Text (BAB I)
06.20.0021 Anna Kiti Astuti - BAB I.pdf
Restricted to Registered users only

Download (499kB)
Menurut Kitab Hukum Kanonik yang termasuk halangan perkawinan Katolik
Text (BAB II avalible document only in Soegijapranata Catholic University)
06.20.0021 Anna Kiti Astuti - BAB II.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (304kB)
Menurut Kitab Hukum Kanonik yang termasuk halangan perkawinan Katolik
Text (BAB III avalible document only in Soegijapranata Catholic University)
06.20.0021 Anna Kiti Astuti - BAB III.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (792kB)
Menurut Kitab Hukum Kanonik yang termasuk halangan perkawinan Katolik
Text (BAB IV)
06.20.0021 Anna Kiti Astuti - BAB IV.pdf
Restricted to Registered users only

Download (139kB)
Menurut Kitab Hukum Kanonik yang termasuk halangan perkawinan Katolik

Menurut Kitab Hukum Kanonik yang termasuk halangan perkawinan Katolik

Preview

Text (DAFTAR PUSTAKA)
06.20.0021 Anna Kiti Astuti - DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (139kB) | Preview
Menurut Kitab Hukum Kanonik yang termasuk halangan perkawinan Katolik

Menurut Kitab Hukum Kanonik yang termasuk halangan perkawinan Katolik

Preview

Text (LAMPIRAN)
06.20.0021 Anna Kiti Astuti - LAMPIRAN.pdf

Download (3MB) | Preview

Abstract

Perkawinan menurut pandangan gereja katolik adalah sebuah sakramen.Sakramen berasal dari kata ‘Mysterion’ (Yunani) yang dijabarkan dengan kata ‘mysterium’ dan ‘sacramentum’ (Latin). Sacramentum dipakai untuk menjelaskan tanda yang kelihatan dari kenyataan keselamatan yang tak kelihatan, yang disebut sebagai ‘mysterium’.Tujuan perkawinan yang diinginkan oleh UU No.1 tahun 1974, yang tidak hanya melihat dari segi perjanjian lahiriah, tetapi juga dari segi batiniah. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga / rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang MahaEsa. Halangan Perkawinan yang terdapat di dalam UU No. 1 tahun 1974 dan KHK antara lain :calon mempelai belum mencukupi umurnya, beda agama, adopsi, pembunuhan, dan lain-lain. Halangan perkawinan adalah Halangan yang membuat seseorang tidak mampu menikah / kawin secara sah atau membuat perkawinan tidak sah.Halangan perkawinan dibagi menjadi dua yaitu halangan bersifat tetap atau halangan kawin kodrati dan halangan bersifat sementara atau halangan kawin gerejawi. Seseorang perlu mengetahui halangan perkawinan karena yang bersangkutan bisa mencari jalan untuk melangsungkan perkawinan secara sah.Mungkin sebelum memutuskan bersama untuk melangsungkan perkawinan, sudah mengetahui sebelumnya apakah perkawinannya bisa dilangsungkan dan sah atau tidak. Selain itu juga yang bersangkutan bisa mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk mengusahakan sahnya perkawinan

Actions (login required)

Menurut Kitab Hukum Kanonik yang termasuk halangan perkawinan Katolik
View Item