Mengapa seseorang tidak boleh shalat ketika berhadas

Selasa, 28 September 2021 - 13:49 WIB

Ada beberapa amalan yang dilarang dilakukan bagi orang yang berhadas besar, kecuali telah bersuci dari hadasnya. Foto ilustrasi/ist

Ada larangan-larangan bagi orang-orang yang berhadas besar, seperti tengah haid, keluar sperma atau junub. Larangan ini berlaku selama ia belum bersuci dari hadasnya, baik hadas besar maupun kecil. Apa saja hal-hal atau amalan dilarang tersebut?

Dalam kitab Fath al-Qarib al-Mujib, secara ringkas dijelaskan bahwa ada lima hal yang tidak boleh dilakukan (haram) dilakukan bagi orang yang sedang berhadas besar. Seperti dilansir NU online, berikut beberapa amalan ibadah yang dilarang dilakukan oleh orang-orang yang berhadas, yakni:

Baca juga: Doa Mandi Junub, Tatacara, Ketentuan, dan Jenis-Jenisnya

1. Mengerjakan shalatSaat berhadas besar, orang tidak boleh menjalankan shalat fardhu maupun shalat sunnah. Selain itu, ibadah-ibadah yang semakna seperti, sujud syukur, sujud tilawah, dan khutbah Jumat juga tidak boleh dilaksanakan. Seorang muslim harus sudah bersuci terlebih dahulu dengan cara mandi wajib untuk bisa melaksanakan ibadah-ibadah tersebut.2. Membaca Al-Qur’anSelanjutnya, bagi orang yang berhadas besar tidak diperbolehkan membaca Al-Qur’an baik membaca dengan suara keras ataupun pelan. Membaca satu surat, satu ayat, atau hanya sebatas satu huruf hijaiyah saja dengan meniatkan (qashdu) apa yang ia baca sebagai bagian dari huruf atau ayat Al-Qur’an juga tidak dipebolehkan.Namun, jika membaca lafadz yang terdapat dalam Al-Qur’an dengan tujuan berdzikir, maka itu masih diperkenankan. Misalnya membaca Bismillahirrahmanirrahim sebelum makan, membaca Alhamdulillahi rabbil ‘alamin setelah selesai makan atau lafadz-lafadz yang sejenis. Meskipun kalimat tersebut merupakan bagian dari Al-Qur’an, tapi boleh dibaca orang berhadas besar selama tak berniat membaca (qira’ah) bagian dari Al-Qur’an.3. Memegang dan membawa mushaf Al-QuranAmalan yang tidak boleh dilakukan saat berhadas besar adalah membawa dan memegang Al-Qur’an. Hal itu termasuk larangan memegang sampul Al-Qur’an yang masih melekat dengan mushaf. Sementara mengenai sampul Al-Qur’an yang sudah terlepas (munfasil) dari mushaf, terdapat perbedaan pendapat dari para ulama.

Baca juga: Amalan Ringan yang Berpahala Besar untuk Para Suami

Ibnu Hajar al-Haitami berpendapat, orang berhadas besar boleh memegang sampul yang sudah terpisah dari mushaf. Sedangkan Imam ar-Ramli tetap mengharamkan orang berhadas besar untuk menyentuhnya. Lain halnya jika sampul Al-Quran sudah terlepas dari mushaf dan itu digunakan untuk sampul buku atau sampul lainnya, maka boleh disentuh oleh orang yang hadas besar. (Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani, Qut al-Habib al-Gharib, hal. 46).4. Melaksanakan thawafHal selanjutnya yang tidak boleh dilakukan orang berhadas besar adalah thawaf, baik tawaf fardhu seperti thawaf ifadlah dan thawaf wada’, maupun thawaf sunnah seperti thawaf qudum. Haram hukumnya bagi mereka yang berhadas besar melaksanakan ibadah thawaf sebelum mensucikan diri dengan mandi besar.5. Berdiam diri di dalam masjidMasjid merupakan temat yang suci dan mulia. Orang yang berhadas besar tidak boleh berdiam diri di dalam masjid. Meskipun durasi berdiam diri di masjid hanya sebatas waktu minimal thuma’ninah. Namun, hukum lewat di masjid (al-‘ubur) bagi mereka yang berhadas besar dibolehkan, karena melewati masjid tidak dihukumi berdiam diri di masjid.Misalnya orang tersebut masuk ke dalam masjid melalui pintu utara, kemudian langsung keluar lewat pintu selatan tanpa duduk dan berdiam diri di masjid, maka hal itu diperbolehkan. Lain halnya apabila orang itu bolak-balik di dalam masjid (taraddud), misalnya dia masuk ke masjid melewati pintu utara, setelah masuk dia keluar dari masjid kembali melewati pintu utara. Hal itu dilarang karena tergolong berdiam diri di masjid (al-lubtsu).Sedangkan untuk tempat lain, seperti mushala, pesantren, madrasah, dan tempat lainnya menurut fiqih, mereka yang berhadas besar boleh berdiam diri di tempat tersebut walapun sebenarnya hal itu dianggap kurang sopan.

Baca juga: Hal-hal yang Menjadi Penghalang Datangnya Jodoh

Wallahu A'lam

Saya tahu tidak boleh shalat dalam kondisi junub, akan tetapi kalau salah seorang shalat dalam kondisi junub, apa hukum shalatnya? Dia sekarang merasakan menyesal sangat dalam atas kemaksiatannya. Dia telah membaca salah satu kitab bahwa orang muslim kalau shalat tanpa berwudu, maka dia telah keluar dari Islam. Dari apa yang disebutkan, bagaimana memperlakukan yang disebutkan tadi? Apakah benar dia telah keluar dari Islam atau tidak? Bagaimana keluar dari kemaksiatan itu dan bertaubat? Apakah dia harus memperbaharui keimanannya (keislamannya)?

Alhamdulillah.

Pertama:

Termasuk aksioma menurut umat Islam, bahwa bersuci dari dua hadats kecil dan besar termasuk wajib dan menjadi syarat sah shalat. Bahwa orang yang shalat tanpa bersuci secara sengaja atau lupa, maka shalatnya batal dan dia harus mengulanginya. Kalau dia sengaja, maka dia telah terjerumus dalam dosa dan kemaksiatan besar.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Seorang muslim tidak shalat ke selain kiblat atau tanpa berwudu atau tanpa rukuk atau sujud. Siapa yang melakukan hal itu, maka dia berhak mendapatkan celaan dan hukuman.” (Minhajus Sunah Nabawiyah, 5/204).

Terdapat ancaman keras bagi orang yang melakukan hal itu, dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda:

أُمِرَ بعبد من عباد الله أن يُضرَب في قبره مائة جلدة ، فلم يزل يسأل ويدعو حتى صارت جلدةً واحدةً ، فجُلد جلدةً واحدةً ، فامتلأ قبره عليه نارًا ، فلما ارتفع عنه أفاق ، قال : علام جلدتموني ؟ فقيل له : إنك صليت صلاةً واحدةً بغير طهور ، ومررت على مظلوم فلم تنصره (أخرجه الطحاوي في "مشكل الآثار" (4/231 ) و حسنه الألباني في السلسلة الصحيحة، رقم 2774 )

“Seorang hamba Allah diperitahkan dipukul di kuburnya 100 cambukan. Dia terus meminta dan memohon sampai menjadi satu kali cambukan. Maka dipukul sekali pukulan. Maka kuburannya penuh dengan api. Ketika hilang, maka dia bangun. Dan bertanya, “Kenapa kamu memukulku? Dikatakan kepadanya, “Karena anda telah melakukan sekali shalat tanpa bersuci. Dan anda melewati orang yang dizalimi tanpa anda menolongnya.” (HR. Tohawi di ‘Musykilatul Atsar, (4/231) dan dinyatakan hasan oleh Al-Albany di ‘Silsilah Shahihah, (2774).

Kedua:

Para ulama sepakat bahwa siapa yang shalat tanpa bersuci seraya menghalalkan hal itu atau melecehkannya, maka dia telah kafir. Dia diminta bertaubat. Kalau bertaubat (diterima) kalau tidak maka dibunuh.

Adapun kalau shalat tanpa berwudu karena menyepelekan bukan menghalalkan dan tidak melecehkan. Maka Imam Abu Hanifah rahimahullah berpendapat dia kafir juga. Sementara mayoritas para ulama berpendapat tidak kafir. Prilakunya termasuk salah satu dosa besar.

An-Nawawai rahimauhllah mengatakan, “Jika dia mengetahui hadats dan haramnya shalat bersama hadats, maka dia telah terjerumus kemaksiatan besar. Menurut kami tidak dikafirkan karena itu, kecuali kalau dia menghalalkannya. Abu Hanifa berpendapat, dikafirkan karena melecehkannya.”

Dalil kami karena ia termasuk kemaksiatan mirip dengan zina dan semisalnya.” (Al-Majmu, 2/84, dan semisalnya dalam kitab Raudhatut Thalibin, 10/67).

Silahkan melihat mazhab Hanafi dalam kitab Al-Bahrur Roiq, (1/302, 151) Hasyiyah Ibnu Abidin, (3/719).

Seharusnya bagi orang yang shalat tanpa bersuci bertaubat dan beristigfar dan bertekad bulat tidak mengulangi hal itu lagi. Kemudian mengulangi shalat yang dilakukan tanpa bersuci. Allah Ta’ala menerima taubat bagi orang  yang bertaubat. Dan anda tidak perlu memperbaharui keislamannya.

Silahkan lihat soal no. 27091

Wallahu a’lam.

Oleh: Ust Abdul Qadir Mahmud MA, Kadep Dakwah & Pelayanan Ummat Yayasan Al Bayan Hidayatullah, Makassar

KITAB TAHARAH BAB PEMBATAL WUDHU Hadits ke 67

PortalAMANAH.com -- Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ فِي بَطْنِهِ شَيْئًا, فَأَشْكَلَ عَلَيْهِ: أَخَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ, أَمْ لَا? فَلَا يَخْرُجَنَّ مِنْ اَلْمَسْجِدِ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا, أَوْ يَجِدَ رِيحًا – أَخْرَجَهُ مُسْلِم ٌ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian merasa mendapati sesuatu di perutnya (ususnya), ia lantas ragu-ragu, apakah keluar sesuatu ataukah tidak, hendaklah ia tidak keluar dari masjid (untuk mengulangi wudhu) sampai ia mendengar suara atau mencium bau.” (HR. Muslim)

Hal-Hal Penting Dari Hadits

▪️ Syakk merupakan kebimbangan antara terjadi atau tidaknya sesuatu yang kemungkinan keduanya seimbang, dan merupakan keyakinan keseimbangan yang sama kuat antara keduanya, tak ada kelebihan yang satu atas yang lain.

▪️Hadits ini menunjukkan bahwa jika seseorang itu ragu-ragu dalam keadaan berhadats, ia tidak harus berwudhu. Ia tetap shalat dalam keadaan kondisi yakin suci.

▪️Seseorang hanya boleh membatalkan shalat jika yakin keluar hadats, baik dengan mendengar suara atau mencium bau. Sebagaimana dalam hadits dari Abdullah bin Zaid, Rasulullah bersabda “Janganlah berpaling –dari shalatnya- hingga ia mendengar suara atau mendapati bau.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Page 2

Bhulugul Maram - Adzan Dan Iqamah

Sabtu, 12 Maret 2022 | 22:05 WIB

Bhulugul Maram - Asal Mula Syari'at Adzan

Jumat, 11 Maret 2022 | 21:55 WIB

Bhulugul Maram - At-Tatswib Dalam Adzan

Kamis, 10 Maret 2022 | 21:10 WIB

Bhulugul Maram - Adab Muadzin Ketika Adzan

Sabtu, 5 Maret 2022 | 19:50 WIB

Page 3

Oleh: Ust Abdul Qadir Mahmud MA, Kadep Dakwah & Pelayanan Ummat Yayasan Al Bayan Hidayatullah, Makassar

KITAB TAHARAH BAB PEMBATAL WUDHU Hadits ke 67

PortalAMANAH.com -- Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ فِي بَطْنِهِ شَيْئًا, فَأَشْكَلَ عَلَيْهِ: أَخَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ, أَمْ لَا? فَلَا يَخْرُجَنَّ مِنْ اَلْمَسْجِدِ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا, أَوْ يَجِدَ رِيحًا – أَخْرَجَهُ مُسْلِم ٌ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian merasa mendapati sesuatu di perutnya (ususnya), ia lantas ragu-ragu, apakah keluar sesuatu ataukah tidak, hendaklah ia tidak keluar dari masjid (untuk mengulangi wudhu) sampai ia mendengar suara atau mencium bau.” (HR. Muslim)

Hal-Hal Penting Dari Hadits

▪️ Syakk merupakan kebimbangan antara terjadi atau tidaknya sesuatu yang kemungkinan keduanya seimbang, dan merupakan keyakinan keseimbangan yang sama kuat antara keduanya, tak ada kelebihan yang satu atas yang lain.

▪️Hadits ini menunjukkan bahwa jika seseorang itu ragu-ragu dalam keadaan berhadats, ia tidak harus berwudhu. Ia tetap shalat dalam keadaan kondisi yakin suci.

▪️Seseorang hanya boleh membatalkan shalat jika yakin keluar hadats, baik dengan mendengar suara atau mencium bau. Sebagaimana dalam hadits dari Abdullah bin Zaid, Rasulullah bersabda “Janganlah berpaling –dari shalatnya- hingga ia mendengar suara atau mendapati bau.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA