Mengapa politik etis dalam bidang edukasi memunculkan kaum intelektual pribumi

Kebijakan politik etis yang dicetuskan sejak akhir abad ke-19 menjelang awal abad ke-20 masehi, merupakan salah satu kebijakan pemerintah Kolonial Hindia Belanda atas respon dari beberapa tokoh seperti van Deventeer, agar Belanda dapat memberikan balas budi terhadap jasa-jasa Indonesia dalam membantu Belanda. 
Penerapan kebijakan Politik Etis mencakup dalam tiga hal: transmigrasi, irigasi dan edukasi. Dalam bidang pendidikan, kebijakan ini diwujudkan dengan pendirian sekolah-sekolah bagi bumiputra. Sekolah-sekolah ini kelak menghasilkan golongan terpelajar dari kalangan bumiputra. Para golongan terpelajar ini mampu meningkatkan kesejahteraan mereka dengan menjadi pegawai Belanda dan mendapatkan gaji. Selain itu, mereka pun dapat meningkatkan kesejahteraan anggota keluarganya. 

Dengan demikian penyataan tersebut benar. Politik Etis Belanda adalah kebijakan balas budi kepada bumiputera yang salah satu kebijakannya adalah edukasi. Dengan berdirinya sekolah-sekolah untuk bumiputera, masyarakat Indonesia memiliki pengetahuan untuk mendapatkan pekerjaan lebih baik sehingga kesejahteraannya lebih meningkat terutama lahirnya golongan-golongan terpelajar sebagai cikal bakal lahirnya organisasi-organisasi pergerakan nasional.

Mengapa politik etis dalam bidang edukasi memunculkan kaum intelektual pribumi

Artikel ini menjelaskan tentang latar belakang munculnya politik etis dan juga faktor-faktor tumbuhnya kesadaran kebangsaan Indonesia

--

Sebelum kita masuk ke pembahasan faktor-faktor yang membuat tumbuhnya kesadaran kebangsaan masyarakat Indonesia, kita coba bahas sedikit nih tentang golongan elit baru di Indonesia. Golongan elit baru di Indonesia nggak tiba-tiba aja muncul tanpa angin tanpa ujan. Tapi, golongan itu muncul setelah lahirnya kebijakan politik etis di Belanda.

Nah, kebijakan politik etis lahir setelah sistem tanam paksa di Hindia Belanda dikritik oleh C. Th. van Deventer, seorang ahli hukum Belanda dan kemudian menjadi tokoh politik etis. Politik etis atau politik balas budi merupakan pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah Belanda memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan bumiputera.

Mengapa politik etis dalam bidang edukasi memunculkan kaum intelektual pribumi

C. Th. van Deventer. Sumber: resources.huygens.knaw.nl

Sebenarnya, banyak pihak yang menghubungkan kebijakan politik etis ini dengan tulisan-tulisan dan pemikiran van Deventer, salah satunya pada tulisan yang berjudul Een Eereschuld (Hutang Kehormatan) dimuat dalam harian De Gids tahun 1899.

Kritikan tersebut berisi perlunya pemerintah Belanda membayar utang budi dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat di negara jajahan. Kritik-kritik ini menjadi perhatian serius dari pemerintah kolonial Belanda dan membuat Ratu Wilhelmina memunculkan kebijakan baru bagi daerah jajahan, yang dikenal dengan politik etis. Kemudian terangkum dalam program Trias van Deventer.

Mengapa politik etis dalam bidang edukasi memunculkan kaum intelektual pribumi

Ratu Wilhelmina. Sumber: Republika

Kebijakan politik etis serta program Trias van Deventer diterapkan di Indonesia pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Alexander W.F. Idenburg (1909-1916).

Mengapa politik etis dalam bidang edukasi memunculkan kaum intelektual pribumi

Irigasi diperlukan untuk memperbaiki taraf kehidupan masyarakat pribumi dalam bidang pangan. Emigrasi dilakukan demi mengirimkan tenaga kerja murah untuk dipekerjakan di wilayah Sumatera. Sedangkan pendidikan atau edukasi dilaksanakan untuk menghasilkan tenaga kerja yang diperlukan negara.

Edukasi menjadi program paling berpengaruh bagi masyarakat di Hindia Belanda. Penerapan program edukasi dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan menerapkan pendidikan gaya Barat.

Pendidikan gaya barat tersebut diterapkan di beberapa sekolah yang didirikan pemerintah Hindia Belanda antara lain:

Mengapa politik etis dalam bidang edukasi memunculkan kaum intelektual pribumi

Melalui sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan gaya barat tersebut, lahirlah golongan baru dalam masyarakat Hindia Belanda yang disebut golongan elite baru. Golongan elite baru disebut juga sebagai golongan priyayi. Golongan priyayi tersebut banyak yang berprofesi sebagai dokter, guru, jurnalis, dan aparatur pemerintahan.

Mereka memiliki pikiran yang maju serta semakin sadar terhadap penindasan-penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda. Selain itu, golongan elite baru berhasil mengubah corak perjuangan masyarakat dalam melawan penindasan pemerintah kolonial, dari yang tadinya bersifat kedaerahan menjadi bersifat nasional. Inilah titik di mana masa pergerakan nasional dimulai.

Mengapa politik etis dalam bidang edukasi memunculkan kaum intelektual pribumi

Kesadaran awal kebangsaan di antara kalangan bumiputera ini terjadi di awal abad 20 Squad. Tentunya hal itu nggak terjadi begitu saja dong. Ada beberapa faktor yang membuat kesadaran itu muncul.

Mengapa politik etis dalam bidang edukasi memunculkan kaum intelektual pribumi

Faktor-faktor yang ada di info grafis itu, berpengaruh besar dalam merubah karakteristik bangsa Indonesia untuk melawan penjajahan. Saat itu, pada abad 20. Lalu, seperti apa sih corak perjuangan bangsa Indonesia ketika menghadapi penjajahan di masa itu?

Baca Juga: 7 Strategi Perlawanan Indonesia terhadap Belanda Sampai Awal Abad 20

Nah, beberapanya bisa kamu lihat pada poin-poin di bawah ini Squad.

  • Dipimpin dan digerakkan oleh kaum terpelajar. Kaum terpelajar mendorong perjuangan melawan penjajahan barat melalui pendirian organisasi-organisasi pergerakan.
  • Bersifat nasional dan sudah ada persatuan antara daerah. Perjuangan yang dilakukan melalui organisasi berhasil menyatukan masyarakat Hindia Belanda yang terdiri dari beragam suku. Selain itu persamaan nasib membuat munculnya persatuan nasional di masa ini.
  • Melakukan perlawanan secara pemikiran. Perjuangan melalui pemikiran muncul karena masyarakat bumiputera sadar bahwa kekuatan persenjataan tidak mampu mengalahkan pemerintah Hindia Belanda. Alhasil perjuangan beralih melalui pemikiran yang muncul dalam berbagai cara, mulai dari kampanye lewat pers, rapat akbar, tulisan, hingga menolak bekerja sama dengan pemerintah kolonial.
  • Terorganisir dan ada kaderisasi yang jelas. Perjuangan melalui organisasi berhasil menciptakan kaderisasi anggota. Melalui kaderisasi anggota, faktor kepemimpinan dalam perjuangan tidak lagi terfokus pada pemimpin yang kharismatik, karena akan selalu muncul pemimpin dari kaderisasi yang dilakukan oleh organisasi.
  • Memiliki visi yang jelas yaitu Indonesia merdeka. Perjuangan masyarakat bumiputera di masa ini memiliki tujuan yang jelas yaitu Indonesia merdeka.

Wah keren ya, kaum-kaum terpelajar waktu itu bisa menjadi pemimpin dan penggerak perlawanan masyarakat terhadap penjajahan. Nah kalau kamu gimana nih sebagai kaum terpelajar? Udah ngelakuin apa buat bangsa kita ini? Pastinya pengen dong jadi pemimpin dan penggerak.

Menjadi penggerak dan pemimpin itu enggak harus berperang kok. Misalnya aja kamu berhasil menggerakkan teman-teman kamu untuk buang sampah pada tempatnya. Dengan begitu, berarti kamu sudah memperjuangkan negara kita ini menjadi calon negara terbersih dikemudian hari. 

Selain itu, pastinya kamu juga harus terus belajar, belajar apapun yang kamu senangi. Kalau kamu kesulitan memahami materi di sekolah, kamu bisa nih belajar menggunakan ruangbelajar. Kamu bisa menonton video belajar dengan animasi, bisa latihan soal, bisa juga lihat-lihat rangkuman. Pokoknya lengkap deh!

Mengapa politik etis dalam bidang edukasi memunculkan kaum intelektual pribumi

Referensi:

Sardiman AM, Lestariningsih AD. (2017) Sejarah Indonesia. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.

Sumber Foto:

Foto 'C. Th. van Deventer.' [Daring] Tautan: http://resources.huygens.knaw.nl/bwn1880-2000/lemmata/bwn1/deventer

Foto 'Ratu Wilhemnia' [Daring] Tautan: https://republika.co.id/berita/p07kvn282/politik-etis-ratu-wilhemina-dan-tanam-paksa-yang-menyiksa-pribumi

Foto 'Alexander WF Idenburg' [Daring] Tautan: https://geheugen.delpher.nl/nl/geheugen/view?coll=ngvn&identifier=SFA03%3ASFA002007959

(Artikel terakhir diperbarui pada 18 November 2020)