Jakarta - Menikah bukan asal mempersatukan dua insan. Namun ada syarat agar nikah itu menjadi sah di mata agama. Bagi yang mau menikah, harus benar-benar memperhatikan syarat sah nikah dan rukunnya berikut ini. Sebab kalau salah satu tidak ada, tidak sah menikahnya di mata agama.Hukum nikah adalah sunah karena nikah sangat dianjurkan oleh Rasulullah. Hukum asal nikah adalah sunah bagi seseorang yang memang sudah mampu untuk melaksanakannya sebagaimana hadits Nabi riwayat Al-Bukhari nomor 4779 berikut ini: يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج، فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج، ومن لم يستطع فعليه بالصوم، فإنه له وجاءٌ Show Artinya, "Wahai para pemuda, jika kalian telah mampu, maka menikahlah. Sungguh menikah itu lebih menenteramkan mata dan kelamin. Bagi yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa bisa menjadi tameng baginya." Berikut Rukun Menikah: 1. Mempelai laki-lakiSyarat sah menikah adalah ada mempelai laki-laki. Pernikahan dimulai pada saat akad nikah. 2. Mempelai PerempuanSahnya menikah kedua yakni ada mempelai perempuan yang halal untuk dinikahi. Dilarang untuk memperistri perempuan yang haram untuk dinikahi seperti pertalian darah, hubungan persusuan, atau hubungan kemertuaan.3. Wali Nikah PerempuanSyarat sah menikah berikutnya adanya wali nikah. Wali merupakan orangtua mempelai perempuan yakni ayah, kakek, saudara laki-laki kandung (kakak atau adik), saudara laki-laki seayah, saudara kandung ayah (pakde atau om), anak laki-laki dari saudara kandung ayah.4. Saksi Nikah Menikah sah bila ada saksi nikah. Tidak sah menikah seseorang bila tidak ada saksi. Syarat menjadi saksi nikah yakni Islam, baligh, berakal, merdeka, lelaki, dan adil. Dua orang saksi ini diwakilkan oleh pihak keluarga, tetangga, ataupun orang yang dapat dipercaya untuk menjadi seorang saksi. 5. Ijab dan QabulTerakhir, syarat sah nikah yakni ijab dan qabul. Ijab dan qabul adalah janji suci kepada Allah SWT di hadapan penghulu, wali, dan saksi. Saat kalimat "Saya terima nikahnya", maka dalam waktu bersamaan dua mempelai laki-laki dan perempuan sah untuk menjadi sepasang suami istri. (nwy/erd) tirto.id - Sebagaimana ibadah-ibadah lainnya, pernikahan dalam Islam memiliki rukun dan syarat-syarat tertentu yang menentukan sah atau tidaknya pernikahan tersebut. Jika rukun dan syaratnya tidak terpenuhi, bisa dipastikan pernikahan bisa batal dan tidak sah bagi kedua mempelai. Tidak hanya dalam ajaran Islam, aturan perundang-undangan Indonesia juga mengatur perkara nikah ini dalam UU Perkawinan No. 1 Th. 1974.
Di aturan tersebut, prosedur nikah, pencatatan, dan lain sebagainya dijelaskan secara rinci agar tertib dan tercatat dalam legalitas pemerintahan. Pada dasarnya, jika sudah mampu dan matang secara emosional, seorang muslim dianjurkan menikah untuk menyempurnakan separuh agamanya. Dari mahligai rumah tangga, pelbagai hal yang selama ini dikategorikan sebagai dosa, jika dilakukan dengan suami atau istrinya dicatat sebagai ibadah di sisi Allah SWT. Hal ini tergambar dalam hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
"Siapa yang diberi karunia oleh Allah seorang istri yang salihah, berarti Allah telah menolongnya untuk menyempurnakan setengah agamanya. Karena itu, bertaqwalah kepada Allah setengah sisanya," (H.R. Baihaqi).
Baca juga: Apa Saja Syarat Menjadi Saksi Nikah dalam Islam? Untuk melangsungkan pernikahan, berikut rukun-rukun dan syarat tertentu harus yang harus dipenuhi kedua mempelai:
Rukun-rukun Nikah dalam Islam
Dilansir dari NU Online, terdapat lima rukun yang harus ada saat akad pernikahan berlangsung. 1. Mempelai Laki-laki Adanya mempelai laki-laki artinya calon suami yang sudah memenuhi syarat menikah, sudah matang emosionalnya dan mampu memberi nafkah bagi keluarganya. Pernikahan tanpa adanya mempelai laki-laki dianggap tidak sah. Sebagai misal, pernikahan lesbian yang hanya ada dua mempelai perempuan tidak diakui dalam Islam. 2. Mempelai Perempuan Mempelai perempuan di sini artinya calon istri yang akan dinikahi harus bukan mahram dan bukan dari kategori perempuan yang haram dinikahi, seperti adanya pertalian darah, hubungan kemertuaan, ataupun saudara sepersusuan. Selain ini, tanpa adanya mempelai perempuan, pernikahan dianggap batal. Sebagai misal, pernikahan homoseksual yang hanya ada dua mempelai laki-laki tidak diakui dalam Islam. 3. Wali Wali dalam rukun pernikahan adalah wali bagi mempelai perempuan, yaitu ayah, kakek, paman, dan lain sebagainya. Orang yang berhak menjadi wali harus ditentukan secara berurutan, mulai dari ayah, kakek dari pihak ayah, saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki seayah, paman, dan lain sebagainya. 4. Dua Saksi Hadirnya dua saksi ini juga menentukan sah dan tidaknya pernikahan tersebut. Selain itu, dua saksi ini juga mesti saksi yang adil dan terpercaya. Setidaknya terdapat enam syarat untuk menjadi saksi pernikahan, yaitu Islam, balig, berakal, merdeka, berjenis kelamin laki-laki, dan adil, sebagaimana dikutip dari Matan Al-Ghayah wa At-Taqrib (2000) yang ditulis Abu Suja'. 5. Shigat Shigat artinya ijab kabul yang diucapkan antara wali atau perwakilannya dengan mempelai laki-laki dalam akad pernikahan.
Syarat-syarat Nikah dalam Islam
Sebelum melangsungkan pernikahan, terdapat syarat-syarat yang mesti dipenuhi bagi calon suami atau calon istri. Dalam uraian "Indahnya Membangun Mahligai Rumah Tangga" yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, disebutkan syarat-syarat pernikahan sebagai berikut:
"Tidak boleh seorang gadis dinikahkan sehingga ia diminta izinnya," (H.R. Bukhari dan Muslim).
Baca juga: Apa Saja Tahapan yang Harus Dilewati Setelah Menikah?
Kewajiban Suami Istri dalam Islam
Secara umum, karena akad pernikahan, terdapat tiga konsekuensi kewajiban yang muncul antara kedua mempelai, mencakup kewajiban timbal-balik suami istri, kewajiban suami terhadap istrinya, dan kewajiban istri terhadap suaminya. Masing-masing kewajiban dibahas secara rinci sebagai berikut: 1. Kewajiban timbal balik suami istri
Baca juga: Pengertian Sikap Mandiri dalam Islam: Ciri, Contoh, dan Hikmahnya
Tujuan Pernikahan dalam Islam
Dalam uraian "Indahnya Membangun Mahligai Rumah Tangga" yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, disebutkan beberapa tujuan dilangsungkannya pernikahan. Tujuan-tujuan ini berupaya untuk mengantarkan seorang muslim agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. 1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia Pernikahan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan itu terdiri dari kebutuhan emosional, biologis, rasa saling membutuhkan, dan lain sebagainya. Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwasanya Rasululllah SAW bersabda: "Wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Nikahilah wanita karena agamanya, maka kamu tidak akan celaka," (H.R. Bukhari dan Muslim). 2. Mendapatkan ketenangan hidup. Dengan menikah, suami atau istri dapat saling melengkapi satu sama lain. Jika merasa cocok, kedua-duanya akan memberi dukungan, baik itu dukungan moriel atau materiel, penghargaan, serta kasih sayang yang akan memberikan ketenangan hidup bagi kedua pasangan. 3. Menjaga akhlak. Dengan menikah, seorang muslim akan terhindar dari dosa zina, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: “Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji [kemaluan]. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa, karena shaum itu dapat membentengi dirinya," (H.R. Bukhari dan Muslim). 4. Meningkatkan ibadah kepada Allah SWT Perbuatan yang sebelumnya haram sebelum menikah, usai dilangsungkan perkawinan menjadi ibadah pada suami atau istri. Sebagai misal, berkasih sayang antara yang berbeda mahram adalah dosa, namun jika dilakukan dalam mahligai perkawinan, maka akan dicatat sebagai pahala di sisi Allah SWT. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW sebagai berikut: “ ... 'Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah!'. Mendengar sabda Rasulullah para sahabat keheranan dan bertanya: 'Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala?' Nabi Muhammad SAW menjawab, 'Bagaimana menurut kalian jika mereka [para suami] bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa?' Jawab para shahabat, 'Ya, benar'. Beliau bersabda lagi, 'Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya [di tempat yang halal], mereka akan memperoleh pahala!' (H.R. Muslim). 5. Memperoleh keturunan yang saleh dan salihah Salah satu amal yang tak habis pahalanya kendati seorang muslim sudah meninggal adalah keturunan yang saleh atau salihah. Dengan berumah tangga, seseorang dapat mendidik generasi muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, yang merupakan tabungan pahala dan amal kebaikan yang berkepanjangan. "Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istrimu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah?" (Q.S. An-Nahl[16]: 72).
Baca juga:
Baca juga
artikel terkait
RUKUN NIKAH
atau
tulisan menarik lainnya
Abdul Hadi
Subscribe for updates Unsubscribe from updates
|