×
JUser: :_load: Unable to load user with ID: 738 Show
Obat herbal adalah obat yang terbuat dari bahan atau ramuan alami tumbuhan, yang dipercaya dapat mengobati penyakit tertentu, dan telah digunakan secara turun-temurun. Contoh obat herbal ialah jamu. Sedangkan obat sintesis adalah obat yang terbuat dari bahan kimia yang telah teruji manfaat maupun efek sampingnya. Bentuk obat sintesis yang sering ditemui misalnya pil, kapsul, dan WHO menyatakan bahwa sekitar 80% penduduk dunia masih menggantungkan dirinya pada obat herbal karena kelebihan-kelebihan yang dimilikinya. Di Indonesia, sebagian orang lebih percaya untuk menggunakan obat herbal karena dianggap bersifat alami, sehingga lebih aman dan terbebas dari efek samping yang tidak diinginkan. Alasan lainnya dikarenakan umumnya obat jenis ini lebih murah dan terjangkau dibandingkan obat sintesis. Dalam suatu ramuan herbal juga terkandung beraneka ragam bahan tumbuhan, sehingga obat herbal dipercaya memiliki lebih dari satu efek dan lebih sesuai untuk berbagai penyakit. Benarkah demikian? Meski tanaman obat herbal telah lama digunakan dan dipercaya aman, namun bahan baku tersebut belum terstandar dan belum dilakukan serangkaian pengujian untuk memastikan efektivitas dan keamanannya. Sehingga tidak menutup kemungkinan obat herbal memiliki potensi yang dapat menyebabkan efek samping dan keracunan. Obat herbal cenderung memiliki reaksi yang lebih lambat dibanding obat sintesis dalam proses pengobatan. Obat sintesis sendiri saat ini juga tersedia dalam bentuk obat generik, yang harganya relatif lebih murah dan mudah didapatkan. Namun bukan berarti memilih mengonsumsi obat sintesis saja akan lebih baik. Konsumsi obat sintesis secara berkepanjangan sangatlah tidak dianjurkan karena dapat menumpuk zat kimia berlebih dalam tubuh yang dapat memicu penyakit lainnya. Dapat disimpulkan bahwa baik obat herbal maupun obat sintesis memiliki sisi positif dan negatifnya masing-masing. Yang perlu diperhatikan adalah berhati-hati dalam mengonsumsi obat tersebut dan mengikuti panduan sesuai label kemasan dan anjuran dokter, baik itu obat herbal maupun obat sintesis. Obat herbal dapat digunakan untuk terapi alternatif, maupun sebagai terapi pendamping obat-obatan sintesis. Tidak dianjurkan pula untuk mengobati penyakit sendiri, tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter. Jika muncul gejala sebuah penyakit, jangan ragu untuk segera memeriksakan diri ke dokter. Referensi : Yulia Ningsih, Indah. 2016. Studi Etnofarmasi Penggunaan Tumbuhan Obat Oleh Suku Tengger Di Kabupaten Lumajang Dan Malang, Jawa Timur. Jurnal Farmasi. 13(1): 10-20. Andrian, Kelvin. 2018. 45% Masyarakat Indonesia Masih Lebih Percaya Obat Herbal Dibanding Obat Modern. Diakses dari alodokter.com. Penulis: Laila Mukti Anggraini
Menurut dokter pakar obat herbal Arijanto Jonosewojo, jika dibandingkan dengan obat kimia, obat herbal memang cenderung lebih aman. Pasalnya zat aktif pada obat herbal tidak sebesar pada obat kimia. "Namun kembali lagi, keamanan obat herbal tergantung pada jenis obatnya dan siapa yang meminumnya. Agak sulit membandingkan keamanannya dengan obat kimia karena obat kimia pun seperti itu," ujarnya dalam konferensi pers Simposium SOHO Global Health Natural Wellness di Jakarta, Sabtu (5/4/2014). Ia mencontohkan, sama seperti obat herbal, obat kimia pun memerlukan syarat karateristik peminumnya. Misalnya, penyandang diabetes perlu meminum obat metformin. Namun penyandang diabetes yang menderita gangguan ginjal tidak dapat meminumnya. Terlebih pada penyandang diabetes dengan gangguan ginjal yang diserta penyakit kardiovaskular. Ini karena metformin akan menambah beban ginjal jika diminum, dan berbahaya bagi orang dengan gangguan ginjal. "Maka setiap dokter akan meresepkan obat herbal pun perlu dilihat dulu riwayat penyakit pasien. Perlu adanya individualisasi dalam peresepan obat," tegas Kepala Poliklinik Komplementer Alternatif RSU dr Soetomo ini. Menurut dia, jika obat herbal diklaim 100 persen aman, maka jangan langsung mempercayainya karena faktor keamanan, selain bergantung pada individu yang meminumnya, juga pada dosis yang diberikan. "Obat herbal itu tetap memiliki dosis. Jadi jika minumnya berlebihan, tentu tidak akan aman," tandasnya. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Obat herbal dan kimia sebenarnya diproses dengan cara yang sama, hanya bahan bakunya saja yang berbeda. Obat herbal lebih spesifik menggunakan setiap bagian dari tanaman, mulai dari akar, batang, hingga bunganya dapat dimanfaatkan menjadi obat. Sedangkan obat kimia diproses melalui bahan-bahan kimia yang telah teruji khasiatnya. Lalu, mana yang lebih baik? Baca juga: Potensi Obat Herbal di IndonesiaSebagian orang berpendapat jika obat kimia memiliki khasiat yang lebih baik dari obat herbal. Namun, apakah benar? Executive Director DLBS Dexa Medica, Raymond R. Tjandrawinata, MBA, PhD, FRSC berpendapat jika obat herbal tidak jauh berbeda dengan obat kimia, terlebih dari sisi khasiatnya. Apabila tanaman herbal diproses menggunakan GMP (good manufacturing practice) atau standarisasi industri farmasi modern, maka akan memberikan hasil yang sama dengan obat kimia. Jadi, tidak semua obat herbal memiliki kualitas buruk, begitupun dengan obat kimia yang terkenal akan khasiatnya yang cepat. Jenis-jenis Obat HerbalMeskipun bahan bakunya hanya dari tanaman, obat herbal memiliki beragam jenis. Pertama, obat herbal terstandar. Karakter dari jenis obat herbal ini adalah pengujiannya yang dilakukan pada hewan. Secara ilmiah, pengujian tersebut memiliki istilah, yaitu uji praklinis. Riset ini dilakukan pada hewan uji, seperti tikus, kelinci, mencit, dan lain-lain, yang memiliki sistem pencernaan serupa atau mendekati manusia. Kedua, obat fitofarmaka. Obat ini telah melalui pengujian pada manusia. Jadi, dari riset ini akan ditarik kesimpulan apakah memiliki dampak yang sama antara manusia dengan hewan uji. Selain itu, fitofarmaka merupakan jenis obat dengan status herbal atau bahan alami tertinggi. Dan, yang terakhir adalah jamu. Apakah jamu termasuk obat atau minuman? Jamu secara harfiah merupakan obat yang dibuat dari akar-akaran, daun-daunan, dan sebagainya. Sehingga, jamu dapat dikatakan sebagai obat berjenis herbal. Perbedaannya dengan kedua jenis obat herbal sebelumnya adalah khasiat dan keamanan jamu baru dibuktikan secara empiris atau kepercayaan turun-temurun. Apakah aman dikonsumsi? Tidak ada jawaban pasti. Tetapi, sejauh ini jamu masih populer dan dipercaya memiliki khasiat sesuai dengan rumor yang beredar. Baca juga: Jamu, Obat atau Bukan?Di pasaran, pernahkah Kamu mendengar istilah obat tradisional? Jenis obat yang satu itu sebenarnya sama dengan obat herbal, hanya saja terjadi perubahan istilah seiring perkembangan zaman. Selain itu, ada pula yang berpendapat jika obat herbal merupakan obat yang diproses melalui industri farmasi. Sedangkan obat tradisional merupakan obat yang diolah secara tradisional seperti namanya, atau tanpa bantuan mesin industri. Selain itu, obat tradisional ternyata berasal dari berbagai macam bahan baku, seperti hewan, mineral, dan kombinasi dari bahan-bahan tersebut, yang diolah secara tradisional. Inilah yang membedakan dengan obat herbal, yang hanya menggunakan tanaman sebagai bahan bakunya. Baca juga: Pilih Obat Generik atau Obat Paten?Bagaimana Cara Mengetahui Jenis-jenis Obat Herbal?Berdasarkan penjelasan sebelumnya, obat herbal terbagi dalam 3 jenis. Namun bagaimana cara membedakannya, khususnya ketika akan dikonsumsi oleh orang awam? Obat herbal terstandar, obat fitofarmaka, dan jamu sebenarnya dapat dibedakan dengan mudah. Lihatlah pada kode registrasi dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) yang terdapat pada kemasan. Obat herbal terstandar, biasanya diawali dengan kode HT, obat fitofarmaka diawali dengan kode FF, sedangkan jamu diawali dengan kode TR. Potensi Indonesia dalam Mengembangkan Tanaman Menjadi Obat HerbalRaymond R. Tjandrawinata dengan tegas mengatakan jika Indonesia sangat berpotensi untuk mengembangkan tanaman herbal, khususnya sebagai upaya memperkenalkan ilmuwan Indonesia di kancah internasional. Menurutnya, Indonesia telah dianugerahi alam yang sangat kaya untuk bahan baku obat. Terdapat lebih dari 3000 jenis tanaman, tetapi sangat disayangkan hanya sekitar 500 jenis tanaman saja yang dimaksimalkan untuk menjadi obat. Bagaimana dengan pendidikan farmasi di Indonesia? Apakah berperan penting dalam meningkatkan pasar obat Indonesia, khususnya dalam produksi obat-obatan? Lagi-lagi Raymond menyayangkan situasi yang telah terjadi di Indonesia. Ia menuturkan, pengajaran farmasi di Indonesia masih sangat terbatas. Seharusnya, mahasiswa dan calon ilmuwan ini dilatih untuk memiliki pemikiran industriawan. Tidak hanya dilatih untuk melakukan penelitian dan menemukan riset terbaru, tetapi mulai untuk berjalan sedikit jauh ke depan. Menurut Raymond, banyak ilmuwan Indonesia yang telah melakukan penelitian dan menghasilkan riset sangat baik, tetapi belum ada yang berani untuk menjadikannya komersial. Padahal, di lain sisi Indonesia sangat berpotensi untuk maju dari sisi farmasinya. Istilahnya adalah meningkatkan kemandirian bahan baku obat untuk menunjang program pemerintah dan mengurangi kegiatan impor obat-obatan. Berdasarkan pemikiran tersebut, besar harapan jika Indonesia, khususnya industri-industri farmasi, kompak dalam menyatukan misi, termasuk dalam mengembangkan obat herbal. Selain itu, Raymond juga berharap agar pemerintah ikut andil bagian dalam misi ini. Misalnya, libatkan obat herbal dalam program pemerintahan atau JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Berdasarkan penjelasan di atas, sudahkah Kamu memutuskan mana yang lebih baik, apakah obat herbal atau obat kimia? Untuk mempermudah pilihanmu, yang terpenting adalah tentukan dulu kebutuhan, sebab kedua jenis obat tersebut memiliki khasiat dan dampak yang sama. Kemudian, pilihlah obat yang benar-benar baik untuk tubuhmu, seperti terbuat dari bahan alami dan tidak rentan dipalsukan. Jika Kamu mulai berpikir obat herbal yang terbaik, cobalah untuk mengonsumi produk-produk herbal dari DLBS (Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences), yang merupakan bagian dari PT. Dexa Medica. Dan tentunya, obat herbal yang diproduksi telah teruji dengan standarisasi industri modern. Raymond R. Tjandrawinata merupakan direktur eksekutif DLBS. Sejak kecil, ia memang bercita-cita untuk mengembangkan karier dan pengetahuannya di bidang farmasi. Raymond pun menerima berbagai gelar dan penghargaan dari negara, salah satunya penghargaan inovasi pengembangan obat dalam negeri pada 2015 yang diberikan oleh Puan Maharani. Untuk Kamu yang saat ini bercita-cita atau memang sedang menekuni bidang farmasi, teruslah mengejar mimpi! Raymond mengungkapkan, rahasia kesuksesannya adalah ketekunan dan fokus. Selain itu, pekerjaannya sebagai ilmuwan dapat berdampak pada kualitas hidup orang lain. Yuk, Gengs jadilah pahlawan dengan terus melakukan penelitian dan memajukan karya anak bangsa! |