PENGERTIAN KEADILAN DAN KEBENARAN Setelah kita selesai berbicara tentang eksistensi dan relasi, kita masuki kepada apa yang disebut keadilan dan kebenaran. Saya menyebutkan dua istilah di dalam bahasa Indonesia ini sekaligus, karena di dalam bahasa Indonesia, kedua istilah ini hanya sanggup mengutarakan sebagian dari istilah aslinya. Istilah aslinya itu meliputi keadilan dan kebenaran. Istilah keadilan bila diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris adalah justice. Tetapi untuk istilah kebenaran, terjemahan bahasa Inggrisnya adalah truth. Padahal, istilah yang dipakai di dalam bahasa Ibrani Perjanjian Lama atau di dalam bahasa Yunani Perjanjian Baru mempunyai arti yang lebih dalam daripada kedua kata Indonesia digabung menjadi satu. Bahasa Inggris pun masih kurang menjelaskan. Terjemahan bahasa Cina dan Jepang lebih dekat dengan arti sesungguhnya di dalam Alkitab, yaitu istilah Yi. Yi mempunyai arti yang sangat cocok dengan apa yang diartikan baik dalam bahasa Ibrani maupun Yunani, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah righteousness. Akar kata rightousness adalah right – benar. Tetapi waktu kita menyatakan, “You are right”, istilah right ini mempunyai arti yang lebih bersangkut-paut dengan tingkah laku daripada esensi tingkah laku itu sendiri. Tingkah laku itu lebih penting daripada apa yang disebut sebagai prinsip untuk mendorong tingkah laku itu sendiri. Dengan demikian rightousness berarti benar di dalam kelakuan. “You are right, you have done right, you doing right.” (Saudara berbuat benar), itu menjadi arti pokok dari rightousness. Tetapi dalam bahasa aslinya, artinya lebih dari itu. Istilah benar atau adil di dalam bahasa Ibrani adalah tsadiq, lalu kata bendanya berbentuk tsedeq, yang artinya sama dengan istilah bahasa Yunani dikaios atau dikaiosune. Kata ini mempunyai arti lebih dari sekedar lurus atau benar saja, tetapi merupakan suatu esensi yang mendasari suatu hidup, sehingga dari hidup bisa mengalirkan semacam norma-norma etika yang benar. Kebenaran yang berada di dalam hidup itu menjadi sumber dan fondasi, sehingga mengalir kelakuan dan perbuatan yang benar. Sikap hidup yang benar itulah yang menjadi pokok. Yang di dalam bahasa Ibrani disebut tsedeq sedangkan di dalam bahasa Yunani disebut dikaios atau dikaiosune. Di dalam Alkitab, kebenaran Allah atau keadilan Allah ini paling sedikit mempunyai lima segi arti:
Jika di dunia ini Saudara kecewa, itu menunjukkan Saudara perlu iman Kristen, sebab dengan iman Kristen, Saudara melihat bahwa Allah berada di atas semua hakim; Jaksa di atas segala jaksa; Raja di atas segala raja; Pemerintah di atas segala pemerintah; Nama di atas segala nama. Itulah penerobosan yang kita sebut sebagai iman. Dengan memutar-balikkan kelima hal di atas, kita mengetahui keadaan masyarakat kita sekarang, yang mengaku teknologinya maju. Masyarakat sekarang adalah masyarakat yang bengkok, pura-pura, bertopeng dan munafik luar biasa. Betul tidak? Mungkin juga Saudara termasuk orang yang demikian. Dunia sudah mengetahui bagaimana memperlakukan diri dengan hukum-hukum yang dipermainkan, dimanipulasi. Padahal ketika seseorang mempermainkan hukum, ia sebenarnya bukan mempermainkan hukum, tetapi sedang mempermainkan diri. Pertama, dunia ini adalah dunia yang tidak adil, apalagi pada akhir-akhir ini perbedaan kaya dan miskin sudah begitu menonjol, jurang di antara keduanya sudah begitu besar. Ada yang satu tahun gajinya 1 miliar, ada yang dengan mudah bisa mendapat ratusan miliar, tetapi ada orang yang sampai mati belum cukup makan. Ada orang yang kerja setengah mati, tetapi kekurangan makan. Bukan saja tidak tidak dihormati, tetapi dihina hanya karena ia miskin. Orang yang memperoleh kekayaan dari segala macam cara dan perbuatan yang tidak benar tidak pernah diadili dan dinyatakan kesalahannya, tetapi terus dihormati hanya karena uangnya banyak. Inilah dunia yang tidak adil. Kedua, kadang-kadang orang menganggap jika di dalam gereja banyak orang Kristen yang kaya, itu menyenangkan. Saya tidak terlalu senang, kecuali mereka sungguh-sungguh bertobat. Kalau tidak, bagi saya, orang yang paling kaya atau orang yang paling miskin, sama saja. Mereka hanyalah jiwa yang memerlukan darah Kristus saja. Malahan orang-orang kaya yang ada di gereja mengakibatkan banyak orang mengira bahwa kita hanya bersandar pada mereka saja, padahal kita harus menjalankan hukum dan keadilan Tuhan Allah. Ketiga, dari prinsip ini, kita melihat dunia sekarang justru adalah dunia yang bukan saja tidak memiliki kebenaran, tetapi juga penuh dengan penipuan dan kebohongan. Kalimat Hitler yang terkenal adalah: “Berbohonglah seratus kali, maka yang kau katakan itu menjadi kebenaran.” Satu kali berbohong tidak meyakinkan orang, tetapi jika kebohongan itu diulangi seratus kali, ia akan dianggap sebagai kebenaran, demikian katanya. Saya tidak percaya bahwa kebenaran itu memerlukan “proses menjadi”, yang berarti kebenaran adalah suatu proses. Kebenaran tidak memerlukan “proses menjadi”. Kebenaran dahulu adalah kebenaran, sekarang adalah kebenaran, dan selama-lamanya adalah kebenaran. Yang perlu proses adalah orang yang tidak mengerti kebenaran menjadi mengerti kebenaran. Dari tidak mengerti menjadi mengerti itu proses. Tetapi kebenaran itu sendiri tidak perlu proses. Kalau prinsip ini tidak Saudara mengerti, Saudara rugi. Karena kebenaran itu tidak memerlukan proses, maka kita tidak percaya istilah “menjadi kebenaran”. Kebenaran tidak memerlukan proses “menjadi”. Tuhan kita adalah Kebenaran yang tidak berubah. Kita yang harus berubah, yaitu dari tidak mengerti menjadi mengeri, dari kurang mantap menjadi mantap, dari tidak setuju menjadi setuju. Barangsiapa semakin dekat dengan kebenaran Allah, dia semakin tidak sembarangan berubah. Tetapi saya tidak berani membalikkan hal ini: Barangsiapa tidak pernah berubah, berarti dia dekat dengan kebenaran. Tidak demikian! Manusia mempunyai “dua kaki” tetapi tidak boleh Saudara balik, “maka semua yang berkaki dua pasti manusia.” Belum tentu demikian. Manusia memang berkaki dua, tetapi yang berkaki dua mungkin ayam, bebek, angsa, burung bangau atau yang lain. Jangan Saudara balikkan. Allah itu Kebenaran. Ia tidak berubah. Tetapi untuk mengerti kebenaran memerlukan proses. Karena manusia berada di dalam proses belajar, dalam proses berubah, dan belajar makin mengerti kebenaran, maka akibatnya kita makin dekat dengan Dia. Keempat, kita melihat masyarakat sekarang adalah masyarakat yang penuh kenajisan. Kenajisan-kenajisan yang sekarang diperindah, bagaikan racun-racun yang disalut gula. Waktu dimakan, Saudara hanya tahu manisnya, Saudara tidak sadar racunnya. Ada peribahasa yang mengatakan, obat yang baik selalu pahit. Memang tidak tentu semua yang pahit itu obat yang baik, tetapi obat yang baik selalu pahit. Setan berusaha membungkus racun dengan gula, sehingga Saudara tidak merasakannya. Yang Saudara rasakan hanyalah kemanisannya. Ini adalah penipuan. Demikianlah yang kita lihat di dalam dunia ini, kesucian sudah tidak ada, kebenaran tidak ada. Yang ada hanyalah dosa yang dibungkus dengan keindahan sehingga orang lain tidak sadar. Kelima, dunia sekarang ini tidak ada lagi orang yang bersikap berani dan tegas dalam menghadapi dosa. Yang ada hanyalah kompromi, lalu memakai istilah “toleransi”, “sabar”. Istilahnya indah, tetapi semangatnya adalah berkompromi dengan dosa. Itu bukan kebenaran. Alkitab memakai istilah yang begitu agung dan begitu besar. Istilah ini mengandung arti yang meliputi kelima lapisan yangmemberi kita suatu keadaan yang bersifat menyeluruh, yaitu: Allah kita itu adalah Allah yang adil. Dia adalah Allah yang suci. Dia adalah Allah yang jujur. Dia adalah Allah yang setia dan tidak berubah. Dia adalah Allah Kebenaran. Dia adalah Allah yang tidak berkompriomi dengan dosa. Dia adalah Allah yang memandang semua manusia sama rata, tidak pandang bulu. Konsep Allah semacam demikian tidak ada pada agama di luar Alkitab, sampai suatu saat ada agama-agama lain yang dipengaruhi oleh Alkitab, baru mengutip ayat seperti ini ke dalam agama mereka. Saya berani mengatakan kalimat ini, karena istilah our God is righteous God tidak dapat Saudara temukan di dalam kitab suci agama apa pun sebelum Allah mewahyukan Alkitab ke dalam dunia. Jika Saudara mencari istilah tersebut di dalam Buddhisme, Hinduisme, Konfisianisme, Taoisme, Shintoisme, dewa-dewa dan mitologi orang-orang Yunani dan Romawi, Saudara tidak akan menemukannya. Di dalam dewa-dewa itu, mereka ingin memperoleh keadilan. Sayangnya dewa-dewa itu bukanlah “Yang Adil” itu. Mereka bisa berbuat salah, iri, cemburu, membunuh, bahkan bisa merampas menantu untuk dijadikan istri sendiri. Miotologi-mitologi Yunani dan dewa-dewa yang berada di Olympus tidak mempunyai standar etika yang dapat menjadi teladan bagi umat manusia. Oleh karena itu, orang-orang Yunani yang tidak puas dengan mitologi dan pelaksanaan agama mereka, akhirnya menampung konsep, dan menerima prinsip hanya ada satu Allah yang maha tinggi, yang adil. Perjanjian Baru khusus memberikan satu julukan kepada orang-orang seperti itu, yakni “orang ibadat”. Istilah “orang ibadat” itu jangan sembarangan ditafsirkan. Kalau dalam konteks Alkitab Saudara menafsirkan istilah “orang ibadat” sebagai orang yang takut pada Tuhan, orang yang suci, itu betul. Tetapi istilah ini dalam Perjanjian Baru secara khusus melukiskan suatu golongan orang, yaitu orang Yunani yang tidak puas lagi kepada agama Olympus mereka, sehingga akhirnya mereka berbalik. Pada waktu mereka berdagang dengan orang Yahudi, mereka mendapat tawaran, “Kami orang Yahudi percaya kepada Allah yang mahatinggi, yang mahakudus, maha adil, mahatahu, kekal, yang adalah satu-satunya Allah yang benar.” Mereka mau percaya kepada Allah sedemikian, tetapi mereka belum mengenal Dia. Maka ketika mereka memberikan persembahan kepada dewa-dewa, mereka membuat lagi sebuah mezbah “Kepada Allah yang Tidak Dikenal”. Mereka takut kalau-kalau karena tidak mengenal-Nya, Allah itu tidak mendapat bagian persembahan, lalu marah kepada mereka. Maka mereka juga memberi persembahan kepada Dia supaya luput dari kemarahan. Dan siapakah Allah itu? Mungkin Allah itu lebih tinggi. Mungkin tidak lebih tinggi. Mungkin Allah orang Yahudi lebih tinggi. Mari kita beribadah kepada-Nya, hidup dalam keadilan. Orang yang mempunyai konsep demikian adalah orang-orang yang baru mengetahui bahwa yang disebut Allah yang tertinggi harus mempunyai sifat keadilan dan kebenaran yang mutlak. Tetapi sebelum orang Yunani mengenal konsep ini atau sebelum orang Romawi mau menerima konsep ini, yaitu 1.500 tahun sebelum itu, Musa sudah menulis: “Tuhan adalah Allah yang adil. Tuhan adalah Allah yang benar.” Bahkan sebelum Musa pada zaman Abraham, sudah dikeluarkan satu ucapan, “Allah yang mahatinggi berkuasa di seluruh bumi, masakan Ia tidak mengadili dengan keadilan?” Allah yang harus menghakimi seluruh bumi, apakah Ia tidak menghakimi berdasarkan keadilan-Nya? Perkataan ini muncul 3.500 tahun yang lalu, dan ajaran ini muncul sebelum adanya ajaran Upanisad dalam Hinduisme, sebelum ada ajaran Sakyamuni dalam Buddhisme, sebelum ada ajaran Konfusianisme dalam Analect, dan sebelum ada pikiran-pikiran Tao Te Ching yang ditulis oleh Lao Tze, sebelum ada Shintoisme, sebelum ada agama-agama lain, Alkitab sudah menulis hal itu. Allah adalah Allah yang adil dan Ia akan mengadili seluruh dunia dengan keadilan yang ada pada-Nya. Puji Tuhan! Apakah Saudara percaya kepada Dia, dan di dalam iman kepada Dia, Saudara telah menggabungkan diri dengan keadilan Tuhan Allah? Iman Kristen bukan hanya suatu pengakuan atau acungan tangan atau pembaptisan. Iman Kristen adalah penggabungan diri Saudara yang mengaku diri Kristen melalui Kristus, menjadi satu dengan Allah, dan boleh menikmati perjanjian, boleh memiliki kemiripan dengan sifat-sifat ilahi yang menjadi patokan yang mutlak itu. Itulah iman Kristen. Christian faith means the union of yourself to God, your Creator, to participate in the divine nature of God. Christian faith means the submission of yourselves and your religiosity to the Creator of your religious nature, your reasoning power to the Source of the Truth, your nature opf law to the Source of Righteousness – God Himself which is the Absolute Truth. Iman orang Kristen berarti penggabungan diri dan penaklukan diri kepada Sumber Kebenaran, Sumber Hukum, Sumber Pengetahuan. Sumber Keadilan, dan Sumber Kekudusan, sehingga diri Saudara yang tidak kudus sekarang dikuduskan, yang tidak adil kini diadilkan, sehingga terjalin relasi yang erat dengan Tuhan. Itulah iman Kristren. Jangan Saudara menipu diri dengan mengatakan, “Saya sudah dibaptis. Saya sudah mendengarkan khotbah banyak orang.” Mungkin Saudara sudah banyak mendengar lelucon-lelucon, cerita-cerita, dongeng-dongeng, suka melihat entertainment-entertainment yang tidak ada artinya dari dukun-dukun Kristen di gereja Saudara. Kini gabungkanlah diri Saudara dengan iman kepada Allah Pencipta Saudara, dan kenalilah sifat-sifat-Nya, supaya dapat menjalankan, merealisasikan, dan menjadi reperesentatif (wakil) Tuhan kita. Nama Buku : Dosa, Keadilan, dan Penghakiman Sub Judul : Bab 1 : Keadilan dan Kebenaran (2) Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong Penerbit : Momentum, 2014 |