Fenomena El Nino dan La Nina dipengaruhi angin pasat bagaimana pola pergerakan angin tersebut

tirto.id - Apa itu La Nina? Apakah Anda merasa akhir-akhir ini intensitas hujan semakin meningkat di wilayah Anda serta beberapa daerah lain di Indonesia?

Bagi Indonesia, fenomena La Nina yang terjadi pada periode awal musim hujan ini berpotensi meningkatkan jumlah curah hujan di sebagian besar wilayah, menurut keterangan resmi BMKG.

Advertising

Advertising

Dampak fenomena La Nina terhadap curah hujan di Indonesia tidak seragam, baik secara spasial maupun temporal, bergantung pada musim/bulan, wilayah, dan kekuatan La Nina sendiri.

Selain pengaruh sirkulasi angin monsun dan anomali iklim di Samudera Pasifik, penguatan curah hujan di Indonesia juga turut dipengaruhi oleh penjalaran gelombang atmosfer ekuator dari barat ke timur berupa gelombang MJO (Madden Julian Oscillation) dan Kelvin, atau dari timur ke barat berupa gelombang Rossby.

Hasil analisis kondisi dinamika atmosfer terkini menunjukkan adanya aktivitas MJO di atas wilayah Indonesia, yang merupakan kluster/kumpulan awan berpotensi hujan.

Aktifitas fenomena La Nina dan MJO pada saat yang bersamaan ini dapat berkontribusi signifikan terhadap pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia.

Berdasarkan kondisi tersebut di atas, BMKG memprakirakan dalam periode sepekan ke depan akan terjadi peningkatan curah hujan dengan intensitas lebat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang.

Lantas apa beda La Nina dengan El Nino?

Beda La Nina dan El Nino

Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara, Siswanto kepada Tirto mengatakan keduanya sama sama anomali iklim laut di Samudera Pasifik tengah dan timur yang berdampak ke Indonesia.

"La Nina (si gadis) dan El Nino (si boy) yang turut mempengaruhi iklim di wilayah Indonesia," ujarnya.

La Nina didefinisikan sebagai kondisi penyimpangan (anomali) suhu permukaan laut Samudera Pasifik tropis bagian tengah dan timur yang lebih dingin daripada kondisi normalnya.

Sedangkan El Nino, penyimpangan (anomali) suhu permukaan laut tersebut lebih hangat daripada kondisi normalnya

El Nino dan La Nina dinyatakan sebagai “Kejadian El Nino atau Kejadian La Nina" apabila kondisi penyimpangan (anomali) suhu permukaan laut Samudera Pasifik tropis bagian tengah dan timur yang lebih hangat atau lebih dingin setidaknya 0.5C daripada kondisi normalnya, yang diikuti oleh perubahan sirkulasi atmosfer di atasnya berupa peningkatan angin pasat timuran lebih kuat pada kondisi La Nina, atau pelemahan angin pasat timur pada kondisi El Nino dan telah berlangsung beberapa bulan.

BMKG melakukan analisis Indeks Nino 3.4 yang menggambarkan anomali suhu muka laut di wilayah Samudera Pasifik Tengah (wilayah Nino 3.4) untuk memantau perkembangan La Nina.

Kondisi La Nina ini dapat berlangsung dengan durasi selama beberapa bulan hingga dua tahun dan berulang setiap beberapa tahun (siklus 2-8 tahun).

Kejadian La Nina juga dapat mempengaruhi pola cuaca/iklim global.

Perubahan di Samudra Pasifik berupa interaksi laut dan atmosfer (La Nina/El Nino) terjadi dalam siklus antar tahunan dikenal sebagai El Nino – Southern Oscillation (ENSO)

Perubahan di Samudra Pasifik berupa interaksi laut dan atmosfer (La Nina/El Nino) terjadi dalam siklus antar tahunan dikenal sebagai El Nino – Southern Oscillation (ENSO)

"Kalau La Nina umumnya membuat curah hujan bertambah (tahun basah seperti tahun 2010), sedangkan El Nino umumnya membuat curah hujan berkurang (tahun kering seperti 1997 dan 2015)," tuturnya.

BMKG: Dampak La Nina Musim Hujan Terjadi hingga Pertengahan 2022

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan bahwa potensi peningkatan curah hujan atau biasa disebut musim hujan masih dapat terjadi hingga pertengahan 2022.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan hal ini terjadi karena La Nina masih bertahan hingga pertengahan 2022, sehingga 47 persen zona musim (ZOM) di Indonesia diprediksi terlambat memasuki musim kemarau.

"Artinya potensi peningkatan curah hujan masih dapat terjadi hingga pertengahan 2022," ujar Dwikorita dilansir dari Antara.Dwikorita mengatakan dari hasil pemantauan perkembangan musim hujan di 2021-2022, hingga awal Maret menunjukkan hampir seluruh zona musim di wilayah Indonesia atau 97,08 telah memasuki musim hujan.Menurutnya, kondisi iklim di Indonesia, sangat tergantung pada kondisi di Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.

"Hingga pertengahan Februari 2022, pemantauan terhadap anomali iklim global di dua samudra tersebut yaitu di Samudra Pasifik ekuator, menunjukkan La Nina masih berlangsung, dan Samudra Hindia menunjukkan Indian Ocean Dipole (IOD) Mode dalam kondisi netral," kata dia.

Kemudian indeks El Nino-Southern Oscillation (ENSO) menunjukkan wilayah Pasifik atau Pasifik tengah dalam kondisi La Nina, demikian dengan IOD Mode dalam kondisi negatif. Kondisi ENSO fase dingin ini, atau La Nina diprediksi akan terus melemah, dan beralih menuju netral pada periode Maret, April, dan Mei 2022.

Selanjutnya, pemantauan kondisi IOD Mode diprediksi akan kembali netral pada bulan Maret hingga Agustus 2022.

"Prediksi ini akan terus kami perbarui setiap sepuluh harian," kata dia.

Selain itu kedatangan musim kemarau umumnya berkaitan erat dengan peralihan angin Barat atau monsun Asia, menjadi angin Timuran ata monsun Australia.

Menurutnya, hingga Februari 2002, aliran angin monsun Asia masih cukup kuat sesuai dengan normalnya, dan diperkirakan masih berlaku hingga Maret 2022.

BMKG memprediksi peralihan angin monsun terjadi seiring aktifnya monsun Australia pada akhir April 2022, dan mulai mendominasi wilayah Indonesia pada bulan Mei hingga Agustus 2022.

Baca juga:

Baca juga artikel terkait LA NINA atau tulisan menarik lainnya Nur Hidayah Perwitasari
(tirto.id - wta/wta)

Penulis: Nur Hidayah Perwitasari Editor: Yantina Debora

La Nina dan El Nino merupakan satu gejala yang menunjukkan adanya perubahan pada iklim Bumi. El Nino adalah kejadian di mana suhu air laut yang ada di Samudra Pasifik memanas di atas rata-rata suhu normal.

Sedangkan La Nina adalah peristiwa turunnya suhu air laut di Samudera Pasifik di bawah suhu rata rata sekitarnya.

Berdasarkan acuan sejarah, El Nino merupakan sebuah peristiwa yang terjadi dan diamati oleh penduduk dan nelayan dari Peru dan Ekuador yang bermukim di sekitar pantai Samudera Pasifik bagian timur, yang basanya terjadi pada bulan Desember. Peristiwa yang diamati oleh masyarakat tersebut adalah peristiwa meningkatnya suhu air laut. Setelah lama meneliti, para ahli ternyata juga menemukan peristiwa kebalikan dari El Nino yaitu peristiwa di mana suhu air laut menghangat , yang dinamakan La Nina. Dimana fenomena ini memiliki rentang waktu 2-7 tahun.

Terjadinya El Nino disebabkan oleh meningkatnya suhu perairan di Pasifik timur dan tengah yang mengakibatkan meningkatnya suhu dan kelembaban pada atmosfer yang berada diatasnya. Dimana peristiwa ini menyebabkan pembentukan awan yang juga meningkatkan curah  hujan pada kawasan tersebut. Dan juga mengakibatkan tekanan udara pada barat SamuderaPasifik yang menghambat pertumbuhan awan di laut Indonesia bagian timur yang membuat curah hujan menurun secara tidak normal di beberapa wilayah di Indonesia.

Sedangkan La Nina, disebabkan oleh suhu permukaan laut pada bagian barat dan timur Pasifik yang menjadi lebih tinggi daripada biasanya. Kejadian tersebut menyebabkan tekanan udara pada ekuatorPasifik barat menurun yang mendorong pembentukkan awan berlebihan dan menyebabkan curah hujan tinggi pada daerah yang terdampak.

Kejadian El-Nino tidak terjadi secara tunggal tetapi secara berurutan setelah atau sebelum La-Nina. Hasil kajian dari tahun 1900 sampai tahun 1998 mengungkapkan bahwa El-Nino telah terjadi sebanyak 23 kali (rata-rata 4 tahun sekali). La-Nina hanya 15 kali (rata-rata 6 tahun sekali). Dari 15 kali kejadian La-Nina, sekitar 12 kali (80%) terjadi berurutan dengan tahun El-Nino. La-Nina mengikuti El-Nino hanya terjadi 4 kali dari 15 kali kejadian sedangkan yang mendahului El-Nino 8 kali dari 15 kali kejadian. Hal ini menunjukkan bahwa peluang terjadinya La-Nina setelah El-Nino tidak begitu besar. Kejadian El-Nino 1982/83 yang dikategorikan sebagai tahun kejadian El-Nino yang kuat tidak diikuti oleh La-Nina.

Pengaruh El Nino terhadap Indonesia pada umumnya adalah membuat suhu permukaan air laut di sekitar Indonesia menurun yang berakibat pada berkurangnya pembentukan awan yang membuat curah hujan menurun, namun kandungan klorofil-a pada lautan Indonesia meningkat. Kandungan kloorofil-a yang meningkat berarti meningkatnya pasokan makanan di lautan Indonesia yang tentunya meningkatkan jumlah ikan yang ada di sekitar perairan Indonesia.

Sementara dampak La Nina adalah meningkatnya curah hujan di wilayah Pasifik Ekuatorial Barat, yang di mana Indonesia termasuk di dalamnya. La Nina membuat cuaca cenderung menjadi hangat dan lebih lembab.  Fenomena La Nina yang meningkatkan curah hujan, membuat cuaca pada musim kemarau Indonesia, menjadi lebih basah.

La Nina akan sangat terasa dampaknya bagi kota dan daerah yang tidak mempunyai resapan air yang bagus, contohnya Jakarta. Di mana hujan yang terjadi selama beberapa jam sudah cukup untuk membuat Jakarta tergenang banjir.

La Nina juga terasa di beberapa kota dan daerah di Indonesia seperti Solo, Banjarnegara, Wonogiri, Cilacap, dan yang lainnya, yang akan membuat potensi banjir dan longsor di daerah tersebut meningkat.

Dampak La Nina juga berpengaruh terhadap permasalahan-permasalahan kesehatan yang meningkat seiring dengan tingginya potensi bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Banyaknya penyakit-penyakit menular Water-borne disease (penyakit yang terbawa air) seperti, Diare, demam tipus, kolera,disentri, leptospirosis, dan hepatitis A perlu diwaspadai terutama pada daerah-daerah yang rawan banjir.

Sementara dampak dari La Nina terhadap nelayan adalah berkurangnya tangkapan ikan yang dikarenakan kurangnya kandungan klorofil-a yang merupakan makanan ikan di lautan. Dan dampaknya bagi petani, negatif dan positif, negatifnya adalah banjir yang mengancam persawahan dan kebun, dan positifnya adalah kondisi pengairan pada lahan pertanian akan tetap basah dikarenakan hujan tetap turun meskipun pada musim kemarau. 

Pada sektor pertanian sendiri, dampak Fenomena La Nina bisa berdampak positif atau negatif, dampak negatif adalah bisa terdapat kerugian materiil karena banjir di lahan pertanian. Lalu dampak positif pada pertanian adalah areal persawahan tidak perlu kuatir mengenai masalah pengairan pada musim kemarau, karena pada musim kemarau di tahun 2017 nanti diperkirakan tidak akan kekurangan air.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA