Cara membersihkan najis air kencing bayi perempuan

Sumber gambar: //zonamama.com

Oleh: Zaenal Karomi*

Najis adalah suatu perkara yang dianggap kotor/menjijikkan oleh syara’ yang dapat mencegah keabsahan shalat seorang, seperti darah, bangkai, kotoran hewan, air seni (kencing), dan sebagainya. Dari definisi tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa tidak semua barang yang kotor di sekitar kita, belum tentu tergolong najis karena tidak semuanya mencegah kebsahan shalat, misalnya ingus dan keringat.  

Dalam literatur fikih, pembagian macam-macam najis dari segi kekuatan dan sumbernya itu ada tiga macam, yaitu najis mukhaffafah, mutawassithah, dan mughaladzah. Barang yang masuk pada kategori najis mukhaffafah (ringan) ialah air seninya anak-laki-laki (di bawah usia 2 tahun) yang belum pernah makan makanan selain air susu ibu sebagai makanan pokok/daya tahan tubuh.

Dalam tata cara penyuciannya, cukup dengan menghilangkan terlebih dahulu dzat atau sifat-sifat air seni tersebut dengan cara dilap dengan kain. Selanjutnya, percikan air ke seluruh tempat yang terkena najis hingga betul-betul merata dan tidak disyaratkan air yang dipakai untuk menyucikan harus mengalir. Lebih dari itu, tempat yang dipercikkan air tersebut dapat menjadi suci, apabila percikkan air tersebut dapat menghilangkan bau dan bekas air seni tersebut. apabila tidak, maka tempat tersebut belum menjadi suci dan perlu dipercikan air kembali agar bau dan bekasnya betul-betul hilang. Keterangan tersebut berdasarkan hadis Nabi yang berbunyi:

عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ عَنْ أُمِّ قَيْسٍ بِنْتِ مِحْصَنٍ أَنَّهَا أَتَتْ بِابْنٍ لَهَا صَغِيرٍ لَمْ يَأْكُلْ الطَّعَامَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَجْلَسَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجْرِهِ فَبَالَ عَلَى ثَوْبِهِ فَدَعَا بِمَاءٍ فَنَضَحَهُ وَلَمْ يَغْسِلْهُ

Majalah Tebuireng

“Dari Ubaidillah ibn Abdillah ibn Utbah, dari Ummi Qais binti Mihshan, ia membawa putra laki-lakinya yang masih kecil dan belum pernah makan makanan kepada Rasulullah shallahu ‘alaihi wassalam. kemudian ia mendudukkannya di pangkuan Nabi. Lalu, ia kencing pada baju Nabi. Dan Rasulullah meminta air, yang kemudian beliau membasahinya (dengan air) tanpa mencucinya. (HR. Bukhori, No. 223).

Rasulullah mengajarkan cara pembersihan yang mudah dalam kencing bayi laki-laki, karena di dalamnya terkandung keunikan. Berbeda dengan kencing bayi perempuan, yang dalam penyuciannya tidak cukup dengan percikan air, tapi harus dibasuh serta menyiramkan air karena tergolong najis mutawasitthah. Selain itu juga karena perbedaan hormon, bahwa air kencing perempuan lebih pekat, lebih kental, dan berbau. Sebagaimana yang dikemukakan Imam Ibrahim al Bajuri dalam kitabnya, Hasyiyah al Bajuri juz 1 halaman 103 berikut;

وَالفَرْقُ بَيْنَهُمَا انّ بَوْلَ الصَّبيِ اَرَقُّ مِنْ بولِ الصّبيةِ والْإِئتلافُ بحملهِ أكْثرُ من الإئتلافِ بحمْلِهَا فخخف فيه دونها وأيضا أصل خلقه من ماء وطين وأصل خلقها من لحم و دم فانّ حواء خلقت من ضلع أدم القصيرى، وأيضا بلوغ الصبي بمائع طاهر وهو المني فقط وبلوغها بذلك وبمائع نجس وهو الحيض وألحق بها الحنثى.

“Perbedaan di antara keduanya (kencing bayi laki-laki dan perempuan), bahwa kencing bayi laki-laki lebih lembut daripada kencing bayi perempuan dan pada umumnya (orang) mengendong atau mengasuh bayi laki-laki itu lebih banyak disukai daripada menggendong bayi perempuan, oleh karenanya kencing bayi laki-laki diringankan hukumnya, tidak bagi bayi perempuan. Asal terciptanya (laki-laki) dari air dan tanah, sedangkan asal tercipatnya (perempuan) dari daging dan darah karena Hawa tercipta dari tulang rusuk Nabi Adam yang pendek. Selain itu juga, balighnya (laki-laki) dengan cairan yang suci, yakni mani. Sedangkan balighnya (perempuan) dengan cairan yang najis yaitu haid. Dan disamakan seperti halnya perempuan yakni banci.”

Mengetahui tata cara menyucikan najis adalah suatu ilmu yang mesti diketahui oleh setiap muslim mengingat hal ini salah satu syarat bagi keabsahan shalat. Semoga bisa dipahami dengan baik dan bermanfaat. Wallahu’alam bisshowab.

*Santri Putra Pesantren Tebuireng Jombang.

Bagaimana cara mencuci najis? Mana saja najis yang dimaafkan?

Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah dalam Matan Taqrib menyebutkan,

وَغُسْلُ جَمِيْعِ الأَبْوَالِ وَالأَرْوَاثِ وَاجِبٌ إِلاَّ بَوْلَ الصَّبِيِّ الَّذِي لَمْ يَأْكُلِ الطَّعَامَ فَإِنَّهُ يَطْهُرُ بِرَشِّ المَاءِ عَلَيْهِ.

Mencuci semua kencing dan kotoran adalah wajib kecuali kencing bayi laki-laki yang belum memakan makanan. Membersihkannya cukup dengan memercikkan air ke bagian yang kena.

Penjelasan:

  • Hukum menghilangkan najis adalah wajib ketika ingin menjalankan shalat.
  • Alat untuk bersuci asalnya adalah air.
  • Kencing anak kecil yang belum mengonsumsi makanan itu dihukumi najis. Cara menyucikannya adalah dengan memercikkan air padanya dengan syarat: (a) anak kecil ini adalah anak laki-laki, (b) anak laki-laki ini belum mencapai usia dua tahun, (c) anak laki-laki tersebut belum mengonsumsi makanan dan belum meminum air sebagai asupan makanan pokok (tujuan at-taghazzi).
  • Hal ini dikecualikan untuk makanan anak kecil berupa susu, walaupun susu itu bukan dari ibunya, dengan catatan belum ditambahkan bahan lain seperti gula. Jika susu tersebut sudah dicampuri gula, maka hukum kencingnya sama dengan kencing orang dewasa.
  • Obat yang dikonsumsi bayi juga belum dihukumi sebagai makanan pokok (tujuan at-taghazzi).
  • Tahnik saat bayi lahir juga belum dihukumi sebagai makanan pokok (tujuan at-taghazzi).
  • Kencing bayi perempuan haruslah dicuci, tidak bisa diperciki saja.
  • Memerciki ini terlebih dahulu dengan menghilangkan sifat najis sebagaimana najis lainnya. Yang harus dilakukan adalah menekan tempat kencing atau yang kering hingga tidak tersisa sesuatu yang basah secara terpisah. Hal ini berbeda jika yang basah itu tidak terpisah. Lihat Hasyiyah Al-Baajuri, 1:434.

Dalam hadits Abu Samh, pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلاَمِ

“Kencing bayi perempuan itu dicuci, sedangkan bayi laki-laki diperciki.” (HR. Abu Daud, no. 376 dan An-Nasa’i, no. 305. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).

Baca juga:

  • Cara Menangani Kencing Bayi
  • Cara Menyucikan Najis Kencing Bayi (Ompol) di Kasur
  • Cara Membersihkan Kencing Bayi Laki-Laki, Pembahasan Bulughul Maram

Najis yang Dimaafkan dari Darah dan Nanah

Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah dalam Matan Taqrib menyebutkan,

وَلاَ يُعْفَى عَنْ شَيْءٍ مِنَ النَّجَاسَاتِ إِلاَّ اليَسِيْرَ مِنَ الدَّمِ وَالقَيْحُ وَمَا لاَ نَفْسَ لَهُ سَائِلَةٌ إِذَا وَقَعَ فِي الإِنَاءِ وَمَاتَ فِيْهِ فَإِنَّهُ لاَ يُنَجِّسُهُ.

Tidak ada maaf untuk benda najis apa pun kecuali setetes darah dan nanah serta bangkai kecil yang tidak memiliki darah mengalir. Apabila binatang tersebut jatuh ke dalam bejana, makai a tidak membuatnya najis.

Penjelasan:

  • Berkat rahmat Allah, darah dan nanah yang sedikit dimaafkan. Patokan sedikit ini tergantung pada ‘urf. Hal ini juga berlaku untuk nanah dari bisul atau luka.
  • Hewan kecil yang darahnya tidak mengalir ketika terluka atau mati, seperti lalat dan kutu, maka dimaafkan karena dianggap yasiiroh (sedikit).
  • Jika hewan kecil kecil seperti lebah, lalat, atau kutu yang jatuh ke wadah dengan sendirinya dalam keadaan hidup atau sudah mati, maka status air tidaklah berubah, tetap suci. Adapun jika hewan kecil tadi dijatuhkan ke air dan dalam keadaan sudah mati, maka hewan tersebut menajiskan air walau sekadar masuk.

Baca juga:

  • Darah itu Najis
  • Hadits Lalat Jatuh dalam Minuman dalam Bulughul Maram

Najis yang dimaafkan

  1. Ulat yang ada pada buah, cuka, atau keju.
  2. Yang tidak terlihat oleh mata normal.
  3. Kotoran ikan di air selama tidak mengubah air.
  4. Kotoran burung dengan syarat: (a) tidak sengaja berdiri di kotoran tersebut, (b) sulit dihindari.
  5. Asap atau uap yang najis dan debunya.
  6. Air liur yang keluar dari mulut orang yang tidur (ngiler) jika terkena manusia walaupun banyak, dimaafkan.
  7. Tali jemuran karena matahari membuatnya kering dan menyucikannya.

Baca juga: Berbagai Najis yang Dimaafkan

Catatan:

Air yang digunakan untuk mencuci najis dari badan dan pakaian jika terpisah lantas air tersebut tidak berubah warna, bau, atau rasa, atau timbangannya bertambah, maka air tersebut suci pada dirinya, lalu jika air itu lebih dari dua qullah (sekitar 200 L), maka air itu suci dan bisa menyucikan yang lain. Namun, jika air tersebut berubah, maka air tersebut dihukumi najis. Air ini disebut al-maau al-ghasaalah.

Baca juga:

  • Cara Membersihkan Najis
  • Air Mustakmal dan Air Dua Kulah Menurut Ulama Syafiiyah

Referensi:

  • Al-Imtaa’ bi Syarh Matan Abi Syuja’ fii Al-Fiqh Asy-Syafii. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh Hisyam Al-Kaamil Haamid. Penerbit Dar Al-Manar.
  • Hasyiyah Al-Bajuri ‘ala Syarh Al-‘Allamah Ibnu Qasim Al-Ghazzi ‘ala Matn Abi Syuja’. Cetakan kedua, Tahun 1441 H. Ibrahim bin Muhammad bin Ahmad Al-Bajuri. Penerbit Dar Al-Minhaj.

Ditulis saat perjalanan Gunungkidul – Jogja, 24 Rabiul Awal 1444 H, 20 Oktober 2022

@ Darush Sholihin Pangggang Gunungkidul

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Bagaimana cara mensucikan najis air kencing bayi perempuan?

Hanya cara menyucikannya beda; bukan dibasuh atau diguyur air, tapi cukup diperciki air (rassyu al-ma'). Imam Syafii mendasarkan pendapatnya pada hadits yang mengisahkan Ummu Qais membawa bayi laki-lakinya untuk di“tahnik” Nabi. Ketika sang bayi kencing di pangkuan Nabi, maka Nabi memercikkan air pada najis tersebut.

Apakah air kencing bayi perempuan itu najis?

Dalam berbagai kitab fiqih, disebutkan bahwa urin bayi laki-laki tersebut dihukumi najis mukhaffafah (ringan), sedangkan urin bayi perempuan dihukumi termasuk najis mutawassithah (sedang). Perbedaan hukum juga membuat berbeda cara menyucikannya.

Bagaimana cara mensucikan najis air kencing bayi?

Cara membersihkannya hanya cukup mencipratkan air pada najis tersebut. Artinya: Najis mukhoffafah, ialah air kencing anak bayi laki-laki yang belum melampaui usia dua tahun dan belum mengkonsumsi apapun selain air susu ibunya, keterangan (cara mensucikannya) dalam membasuhnya cukup dengan mencipratkannya dengan air.

Bolehkah shalat jika terkena air kencing bayi?

Shalat Dengan Pakaian Yang Terkena Najis Air Kencing Bayi Dan najis yang ada di pakaiannya dimaafkan. Kondisi seperti di atas pernah dialami sendiri oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Suatu ketika beliau shalat bersama para shahabatnya.

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA