Bagaimana sikap Nabi Musa ketika berdakwah kepada Firaun

Saat Nabi Musa Diperintahkan Berdakwah Kepada Fir’aun

Bagaimana sikap Nabi Musa ketika berdakwah kepada Firaun

Musa diperintahkan berdakwah kepada Fir’aun

Raja Fir’aun yang telah berkuasa di Mesir telah lama menjalankan pemerintahan yang zalim, kejam dan ganas. Rakyatnya yang terdiri dari bangsa Egypt yang merupakan penduduk peribumi dan bangsa Isra’il yang merupakan golongan pendatang, hidup dalam suasana penindasan, tidak merasa aman bagi nyawa dan harta bendanya.

Tindakan sewenang-wenang dan pihak penguasa pemerintahan terutamanya ditujukan kepada Bani Isra’il yang tidak diberinya kesempatan hidup tenang dan tenteram. Mereka dikenakan kerja paksa dan diharuskan membayar berbagai pungutan yang tidak dikenakan terhadap penduduk bangsa Egypt, bangsa Fir’aun sendiri.

Selain kezaliman, kekejaman, penindasan dan pemerasan yang ditimpakan oleh Fir’aun atas rakyatnya, terutama kaum Bani Isra’il. ia menyatakan dirinya sebagai tuhan yang harus disembah dan dipuja. Dan dengan demikian ia makin jauh membawa rakyatnya ke jalan yang sesat tanpa pendoman tauhid dan iman, sehingga makin dalamlah mereka terjerumus ke lembah kemaksiatan dan kerusakan moral dan akhlak.

Maka dalam kesempatan bercakap-cakap langsung di bukit Thur Sina itu diperintahkanlah Musa oleh Allah untuk pergi ke Fir’aun sebagai Rasul-Nya, mengajakkan beriman kepada Allah, menyedarkan dirinya bahwa ia adalah makhluk Allah sebagaimana lain-lain rakyatnya, yang tidak sepatutnya menuntut orang menyembahnya sebagi tuhan dan bahwa Tuhan yang wajib disembah olehnya dan oleh semua manusia adalah Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan alam semesta ini.

Saat Nabi Musa Diperintahkan Berdakwah Kepada Fir’aun

Nabi Musa dalam perjalanannya menuju kota Mesir setelah meninggalkan Madyan, selalu dibayang oleh ketakutan kalau-kalau peristiwa pembunuhan yang telah dilakukan sepuluh tahun yang lalu itu, belum terlupakan dan masih belum hilang dari ingatan para pembesar kerajaan Fir’aun. Ia tidak mengabaikan kemungkinan bahwa mereka akan melakukan pembalasan terhadap perbuatan yang ia tidak sengaja itu dengan hukuman pembunuhan atas dirinya bila ia sudah berada di tengah-tengah mereka. Ia hanya terdorong rasa rindunya yang sangat kepada tanah tumpah darahnya dengan memberanikan diri kembali ke Mesir tanpa memperdulikan akibat yang mungkin akan dihadapi.

Jika pada waktu bertolak dari Madyan dan selama perjalannya ke Thur Sina. Nabi Musa dibayangi dengan rasa takut akan pembalasan Fir’aun, Maka dengan perintah Allah yang berfirman maksudnya :

“Pergilah engkau ke Fir’aun, sesungguhnya ia telah melampaui batas, segala bayangan itu dilempar jauh-jauh dari fikirannya dan bertekad akan melaksanakan perintah Allah menghadapi Fir’aun apa pun akan terjadi pada dirinya. Hanya untuk menenterankan hatinya berucaplah Musa kepada Allah: “Aku telah membunuh seorang dari mereka , maka aku khuatir mereka akan membalas membunuhku, berikanlah seorang pembantu dari keluargaku sendiri, yaitu saudaraku Harun untuk menyertaiku dalam melakukan tugasku meneguhkan hatiku dan menguatkan tekadku menghadapi orang-orang kafir itu apalagi Harun saudaraku itu lebih petah (lancar) lidahnya dan lebih cekap daripada diriku untuk berdebat dan bermujadalah.”

Allah berkenan mengabulkan permohonan Musa, maka digerakkanlah hati Harun yang ketika itu masih berada di Mesir untuk pergi menemui Musa mendampinginya dan bersama-sama pergilah mereka ke istana Fir’aun dengan diiringi firman Allah: “Janganlah kamu berdua takut dan khuatir akan disiksa oleh Fir’aun. Aku menyertai kamu berdua dan Aku mendengar serta melihat dan mengetaui apa yang akan terjadi antara kamu dan Fir’aun. Berdakwahlah kamu kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut sedarkanlah ia dengan kesesatannya dan ajaklah ia beriman dan bertauhid, meninggalkan kezalimannya dan kecongkakannya kalau-kalau dengan sikap yang lemah lembut daripada kamu berdua ia akan ingat pada kesesatan dirinya dan takut akan akibat kesombongan dan kebonmgkakannya.”

Saat Nabi Musa Diperintahkan Berdakwah Kepada Fir’aun

Bacalah tentang isi cerita di atas di dalam ayat 33 sehingga ayat 35 surah “Al-Qashash” dan ayat 42 sehingga ayat 47 surah “Thaha” sebagai berikut :

“33. Musa berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah membunuh seseorang manusia dari golongan mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku,

34. dan saudaraku Harun dia lebih petah lidahnya dariku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantu untuk membenarkan (perkataan) ku sesungguhnya aku khuatir mereka akan mendustakan aku.”

35. Allah berfirman: “Kami akan membantumu dengan saudaramu dan Kami berikan kepadamu kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat mencapaimu (berangkat kami berdua) dengan membawa mukjizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamulah yang akan menang.” ( Al-Qashash : 33  35 )

“42. Pergilah kamu berserta saudara kamu dengan membawa ayat-ayat-Ku dan janganlah kamu berdua lalai dalam memngingat-Ku.

43. Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melewati batas.

44. maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia akan ingat atau takut”

45. Berkatalah mereka berdua: “Ya Tuhan kami sesungguhnya kami khuatir bahwa ia segera menyeksa kami atau akan bertambah melewati batas

46. allah berfirman: “Janganlah kamu berdua khuatir, sesungguhnya Aku berserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat”.

47. Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dan katakanlah: “Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Isra’il bersama kami dan janganlah kamu menyeksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk.” ( Thaha : 42  47 )

Jalan dakwah adalah jalan berliku penuh rintangan, hanya orang-orang yang Allah beri ketegaran yang bisa bertahan dijalan tersebut sampai maut menjemputnya. Mereka adalah orang-orang yang melewati jalan yang telah dilewati para rasul, sehingga tak heran jika rintangan yang dialami para rasul dalam berdakwah juga dialami oleh mereka. Dan untuk melewati rintangan-rintangan tersebut, kita harus belajar dari perjalanan dakwah para rasul dan meniru mereka dengan cara yang sesuai dengan zaman dan komunitas masyarakat sekarang.Allah subahanhu wa ta’ala memerintahkan para rasul untuk berdakwah, dan Ia mengajarkan mereka bagaimana cara berdakwah. Nabi Musa alaihissalam adalah salah satu rasul utusanNya yang diutus untuk berdakwah kepada Fir’aun, Raja yang kafir dan kejam. Allah memberi petunjuk kepada Nabi Musa alaihissalam bagaimana ia hendak berdakwah. Dalam Surah An-Nazi’at Allah berfirman:

اذْهَبْ إِلَىٰ فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَىٰ، فَقُلْ هَل لَّكَ إِلَىٰ أَن تَزَكَّىٰ، وَأَهْدِيَكَ إِلَىٰ رَبِّكَ فَتَخْشَىٰ

“Pergilah kamu kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Dan katakanlah (kepada Fir’aun): “Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)”. Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada-Nya?.” (QS. An-Naziat: 17-19).

Dalam ayat lain Allah ta’ala berfirman kepada Nabi Musa dan Harun alaihimassalam:

فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS. Thaha: 44).

Allah subhanahu wa ta’ala mengajari Nabi Musa alihissalam agar berkata-kata lembut ketika berdakwah kepada Fir’aun. Mari kita baca sekali lagi ayat diatas, ayat pertama memberikan contoh kata-kata yang sangat lembut dalam berdakwah, yang makna bebasnya adalah; “Wahai firaun, maukah engkau aku tunjukkan kepada pribadi yang lebih baik? Menjadi pribadi yang lebih mulia dan  jauh dari kesesatan? Maukah engkau aku arahkan kepada jalan yang benar yang diridhai oleh Allah sehingga jika engkau sudah mendapatkan hidayah engkau takut jikalau Allah mengembalikanmu kepada kesesatan lalu mengadzabmu.?”

Di ayat keduapun Allah subhanahu wa ta’ala juga mengajarkan kepada kedua Rasulnya Musa dan Harun agar berkata-kata lembut supaya hati fir’aun luluh dan kembali ingat kepada Allah.

Cara ini adalah cara yang digunakan oleh Nabi Musa alaihissalam ketika pertama kali hendak bertemu dengan Fir’aun, karena biasanya hati manusia akan luluh jika diperlakukan dengan cara yang lemah lembut. Sayangnya hati Fir’aun sudah terlalu keras bagaikan batu, sehingga tak mempan dengan kata-kata yang lembut tersebut. Mata hatinya telah buta oleh kesombongannya sampai-sampai ia mengaku dirinya sebagai tuhan!!!

Nabi Musa alaihissalam juga dibekali mu’juzat oleh Allah subahaanahu wa ta’ala yang berupa tongkat yang bisa berubah menjadi ular, dan tangan beliau yang bisa memancarkan cahaya. Itu semua adalah bukti kenabian Nabi Musa alaihissalam agar Fir’aun percaya dan beriman. Namun Fir’aun justru menjadi semakin ingkar dan menuduh Nabi Musa alaihissalam dengan tuduhan tukang sihir, Allah berfirman:

فَقَالَ لَهُ فِرْعَوْنُ إِنِّي لأظُنُّكَ يَا مُوسَى مَسْحُورًا (١٠١) قَالَ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنْزَلَ هَؤُلاءِ إِلا رَبُّ السَّمَاوَ وَالأرْضِ بَصَائِرَ وَإِنِّي لأظُنُّكَ يَا فِرْعَوْنُ مَثْبُورًا (١٠٢)

“…Lalu Fir’aun berkata kepadanya: “Wahai Musa! Sesungguhnya aku benar-benar menduga engkau terkena sihir.”

Dia (Musa) menjawab: “Sungguh, engkau telah mengetahui, bahwa tidak ada yang menurunkan (mukjizat-mukjizat) itu kecuali Tuhan (yang memelihara) langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata[8]; dan sungguh, aku benar-benar menduga engkau akan binasa, wahai Fir’aun.” (QS. Al-Israa’: 101-102).

Di saat itulah Nabi Musa tak lagi berkata-kata lembut seperti pada pertama kali bertemu. Tutur kata Nabi Musa alahissalam yang awalnya lembut berubah menjadi ancaman kepada Fir’aun akan adzab Allah dan kebinasaan yang akan menimpanya jika ia tetap bersikeras dan tidak mau bertaubat. Bukan karena Nabi Musa ingin  memenangkan diriya sendiri atau meluapkan kemarahan yang disebabkan oleh hal-hal yang berhubungan dengan beliau pribadi, tapi karena cara lembut memang sudah tidak cocok dengan Fir’aun, dan hanya tinggal cara tegas dengan mengingatkannya akan adzab Allah ta’ala yang pantas untuknya.

Demikianlah Nabi Musa alaihissalam berdakwah memulai dengan cara lembut sebagaimana yang Allah perintahkan, kemudian menunjukkan bukti-bukti tentang kebenaran yang beliau bawa berupa mukjizat-mukjizat yang tak terbantahkan dan tak bisa dipungkiri kecuali  oleh orang-rang yang tertutup mata hatinya. Namun ketika semuanya tak membuahkan hasil, dan Fir’aun semakin bertambah ingkar, beliau memakai kata-kata ancaman akan adzab Allah.

Dari sini kita dapat mengambil pelajaran bahwa dakwah harus dimulai dengan metode yang menarik dan membuat orang mencintai kebenaran. Jika tak banyak membuat perubahan maka dilihat cara yang paling sesuai dengan mereka baik dengan memakai cara tegas sebagainya tergantung kepada keadaan dan siapa objek yang kita tuju.

Semoga kita menjadi salah satu orang yang ikut andil berkhidmat dan mengabdi kepada umat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dengan segenap kemampuan yang kita miliki.

Wallahu a’lam bisshowab