Bagaimana sikap kita sebagai warga negara yang baik terhadap pengaruh globalisasi saat ini

Oleh: Cinka Yuniar

Bagaimana sikap kita sebagai warga negara yang baik terhadap pengaruh globalisasi saat ini

Menurut Selo Soemardjan, globalisasi adalah terbentuknya organisasi dan komunikasi antara masyarakat di seluruh dunia untuk mengikuti sistem dan kaidah yang sama. Dengan kata lain, kultur-kultur yang berbeda antar bangsa seolah melebur menjadi satu. Globalisasi kemudian menyentuh aspek-aspek penting kehidupan manusia dan menciptakan tantangan baru dalam upaya untuk memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan. Menurut Suparlan (2012), dampak negatif adanya globalisasi di antaranya adalah kemungkinan terjadinya pergeseran dan pertentangan nilai yang dapat menyebabkan perubahan gaya hidup.

Pancasila merupakan dasar ideologi negara yang mengandung nilai-nilai budaya sejak zaman nenek moyang dulu. Pancasila disusun dari lima sendi utama yang diusulkan oleh para pendiri bangsa dengan memikirkan kepentingan negara. Ideologi memainkan peran penting dalam integrasi suatu negara, terutama pada negara-negara berkembang (Ubaidillah, 2000), sehingga tidak merupakan hasil pemikiran dari satu golongan saja, namun nilai-nilai kebudayaan seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila berisi nilai-nilai bangsa Indonesia yang juga harus diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pancasila sebagai dasar negara kemudian dihadapkan pada fenomena globalisasi. Globalisasi membawa tatanan baru dengan menghapus batas antar negara. Dampak negatif dapat terasa jika banyak budaya asing masuk ke Indonesia lalu menggerus nilai-nilai asli bangsa Indonesia. Sebagai contoh, globalisasi ini telah mempengaruhi salah satu aspek budaya kita, yaitu gotong royong (Tinggi et al., 2011). Globalisasi membawa Indonesia pada masyarakat yang lebih individualis. Padahal, seperti yang kita ketahui, gotong-royong merupakan konsep yang dijunjung tinggi oleh para pendahulu kita melalui sila keempat.

Pancasila memiliki kedudukan yang tetap sebagai ideologi, artinya isinya tidak boleh diubah-ubah. Namun, bukan berarti Pancasila akan menjadi kuno. Pancasila sendiri memiliki sifat yang lebih terbuka dan tidak tertutup terhadap perubahan pola kehidupan yang terjadi pada masyarakat. Pancasila bersifat aktual dan mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Yang dimaksud “menyesuaikan diri” di sini tidak berarti bahwa Pancasila harus mengubah nilai yang dikandungnya, tetapi ia mampu mengeksplisitkan wawasan secara konkret, sehingga mempertajam kemampuannya untuk memecahkan masalah-masalah teraktual. Maka dari itu, interpretasi ideologi harus dilaksanakan secara rasional dan kritis dengan menghadapkan berbagai masalah dan berbagai pandangan hidup yang silih berganti, sehingga terungkap makna operasionalnya.

Di era globalisasi, dunia seakan berubah menjadi sebuah komunitas global dimana setiap anggotanya saling berinteraksi satu sama lain tanpa memandang apakah negara tersebut maju atau berkembang, desa atau kota, semuanya akan berinteraksi. Sebagai sebuah negara berkembang, Indonesia masih harus berjuang untuk peningkatan kesejahteraan rakyatnya. Keadaan yang dimiliki setiap anggota berbeda, dan hal inilah yang menjadi alasan mengapa Indonesia tidak dapat maju jika mengikuti negara lain yang memiliki kondisi ataupun kebiasaan berbeda. Apa yang dianggap baik bagi kita belum tentu baik bagi pihak lain, begitupun sebaliknya. Berpegang teguh pada nilai bangsa yang tercantum pada Pancasila mendorong negara untuk memahami kelemahan serta kekuatan dirinya.

Pendapat lain dikemukakan oleh Talcott Parsons (2007) dalam bukunya yang berjudul Social System (Sistem Sosial). Parsons berpendapat bahwa ada empat paradigma fungsi yang harus terus dilakukan agar masyarakat tetap eksis dan lestari. Pertama, masyarakat perlu memelihara sistem nilai budaya yang dianut. Di Indonesia, kasusnya terjadi pada pemeliharaan Pancasila sebagai pedoman budaya masyarakat. Kedua, masyarakat harus mampu menyesuaikan dengan perubahan, yang dalam tulisan ini adalah globalisasi. Ketiga, terdapat fungsi integrasi dari unsur masyarakat yang beragam secara terus-menerus. Integrasi dapat terjadi apabila seluruh lapisan masyarakat memiliki pedoman kehidupan yang sama, yakni Pancasila. Terakhir, masyarakat perlu memiliki tujuan bersama yang lahir dari Pancasila dan terus-menerus diperbaiki oleh pemimpin dan dinamika masyarakatnya.

Pada kenyataannya, kita harus mengakui bahwa Pancasila sendiri belum mendapat tempat yang tepat di hati masyarakat. Penghayatan dan pemahaman akan nilai Pancasila belum benar-benar diresapi, dibuktikan dengan banyaknya implementasi budaya asing yang tidak pas dengan budaya Indonesia. Pancasila perlu disosialisasikan dan ditanamkan kembali, khususnya bagi anak muda dalam prosesnya untuk mengembangkan dirinya untuk menjadi masyarakat yang modern dan dapat mempertahankan eksistensinya. Salah satu tantangan terberat dalam melawan arus negatif globalisasi adalah menyiapkan pendidikan bagi anak muda yang akan melakukan pembangunan Indonesia di masa mendatang. Diharapkan kemajuan negara Indonesia kelak dapat sesuai dengan visi dan misi yang telah dituangkan para pembela negara pada Pancasila.

Pancasila memiliki peranan penting sebagai filter (penyaring) nilai-nilai baru. Rakyat Indonesia perlu untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat terhadap perkembangan zaman, tetapi Pancasila diperlukan untuk mempertahankan nilai budaya asli. Pancasila dapat digunakan untuk memilah mana saja nilai yang dapat diserap untuk kemudian disesuaikan dengan nilai-nilai Pancasila sendiri. Dengan begitu, Pancasila tidak kaku dan menutup jalan bagi adanya perubahan. Pancasila justru memberi kesempatan bagi nilai-nilai baru untuk tumbuh dalam negara dengan tetap berada di bawah kepribadian bangsa.

Jumat, 18 Agustus 2017

Bagaimana sikap kita sebagai warga negara yang baik terhadap pengaruh globalisasi saat ini
Jakarta – Menhan Ryamizard Ryacudu menegaskan, hanya satu kata kunci kekuatan bangsa ini dalam menghadapi Keniscayaan Arus Modernisasi dan Globalisasi Baru, yaitu dengan cara memperkuat Identitas Bangsa serta membangun Persatuan dan Kesatuan yang kokoh dari seluruh Komponen bangsa melalui penguatan Kesadaran Bela Negara dan Penanaman Nilai-Nilai Pancasila.

Hal itu ditekankan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Jumat (18/8) dalam amanat tertulis yang dibacakan oleh Dirjen Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan Dr Sutrimo Sumarlan MSi saat membuka Musyawarah Nasional I Persatuan Keluarga Putra-Putri Perintis Kemerdekaan Indonesia (PKP3KI) di Jakarta. Munas I PKP3KI ini mengangkat tema “Revitalisasi Pancasila untuk mempersatukan Indonesia sesuai cita-cita para Pendiri Bangsa”.

Menhan melanjutkan, disadari bahwa tantangan terhadap implementasi Pancasila semakin besar. Desakan dan pengaruh budaya asing tentunya akan semakin kuat terhadap eksistensi budaya Indonesia. Demikian juga berbagai persoalan kebangsaan dari dalam negeri masih mewarnai kehidupan bernegara kita. Hiruk pikuk dan kegaduhan yang terjadi dewasa ini justru harus menjadi penggugah semua komponen bangsa, untuk menyadari betapa pentingnya implementasi dan revitalisasi nilai-nilai Pancasila.

Diperlukan adanya Wawasan Kebangsaan yang kuat dari seluruh Rakyat Indonesia agar tidak mudah terpengaruh oleh provokasi Ideologi-ideologi asing tersebut. Oleh Karena itu, Menhan telah mendesain suatu Strategi Pertahanan Negara yang mengedepankan Nilai-Nilai perjuangan yang lahir dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia yaitu perjuangan yang menerapkan konsep Perang Rakyat Semesta yang didukung oleh kekuatan TNI beserta Alutsistanya.

Konsep perang rakyat semesta ini lebih mengedepankan penguatan jiwa dan identitas bangsa sebagai kekuatan utama melalui penanaman nilai-nilai dan Semangat Kesadaran Bela Negara. Kesadaran Bela Negara ini merupakan metoda yang telah terbukti ampuh dan handal guna menangkal seluruh bentuk ancaman terhadap keutuhan dan integritas Bangsa dan Negara Indonesia.

Dengan Kesadaran Bela Negara ini, kita akan memiliki kesadaran untuk mengamankan dan melestarikan Jati Diri, Budaya dan Kekayaan alam Indonesia tersebut sekaligus menjaga Keutuhan dan Persatuan Nasional Indonesia.

Esensi dari Kesadaran Bela Negara ini pada hakikatnya dimaksudkan untuk mewujudkan warga negara yang memiliki kesadaran sikap dan perilaku yang menjunjung tinggi pentingnya aktualisasi nilai-nilai luhur bela negara yaitu Cinta tanah air; Sadar berbangsa dan bernegara; Setia pada Pancasila sebagai ideologi negara; Rela berkorban untuk bangsa dan negara, sertaMempunyai kemampuan awal bela negara baik psikis maupun fisik.

Melalui Bela Negara diharapkan akan dapat terbangun karakter disiplin, optimisme, kerja sama dan kepemimpinan guna turut menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Menhan kemudian meminta kepada segenap peserta Munas I PKP3KI agar menjadikan nilai-nilai bela negara dan Pancasila sebagai landasan sikap dan perilaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. “Pelopori dan perkokoh persatuan dan kesatuan di antara seluruh elemen bangsa, karena hanya melalui persatuan dan kesatuan kita dapat menyelesaikan setiap permasalahan”.

PKP3KI yang diketuai oleh Prof Dr Meutia Hatta Swasono MA ini merupakan forum persatuan putra-putri para perintis kemerdekaan yang semula bernama P4KI (Persatuan Putra-Putri Perintis Kemerdekaan Indonesia), yang kemudian berubah nomenklatur karena keinginan untuk terus turut serta dalam upaya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan mewariskannya kepada cucu dan cicit para perintis kemerdekaan. (DAS/ACP)