Bagaimana posisi Pancasila sebagai ideologi negara di era Presiden Soekarno?

Selasa, 01 Juni 2021  /  1:16 pm

Mantan Presiden Soekarno saat pidato lahirnya Pancasila. Foto: Blogspot

JAKARTA, TELISIK.ID - Pancasila dicetuskan dan ditetapkan sebagai dasar negara dengan tujuan menjadi alat pemersatu serta pedoman negara Republik Indonesia. Namun, sebagian pihak meyakini rezim demi rezim menyalahgunakan Pancasila sebagai alat kekuasaan.

Dilansir dari website BPIP, istilah Pancasila mulai diperkenalkan di sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Sidang pertama BPUPKI berlangsung pada 28 Mei hingga 1 Juni tahun 1945 namun mengenai dasar negara dibahas pada hari berikutnya.

Adanya sidang ini berawal dari kekalahan Jepang pada perang pasifik, Jepang kemudian berusaha mendapatkan hati rakyat Indonesia dengan menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia dan membentuk sebuah Lembaga yang tugasnya untuk mempersiapkan hal tersebut.

Ria Casmi Arrsa dalam bukunya bertajuk Deideologi Pancasila (2011), menyebut perdebatan dasar negara Indonesia belum selesai meski sudah merdeka. Terlihat dari rapat-rapat Dewan Konstituante yang dipenuhi gesekan pandangan.

Dewan Konstituante sendiri dibentuk dari hasil Pemilu 1955 yang bertugas menyusun undang-undang dasar (UUD) baru. pengganti UUD Sementara tahun 1950.

Rapat Dewan Konstituante selalu panas. Fraksi-fraksi partai politik dan golongan di dalamnya tak pernah bisa mencapai kata sepakat.

Sebanyak 52 persen anggota Konstituante setuju Indonesia tetap menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Di saat yang sama, 48 persen lainnya memilih Islam sebagai dasar negara.

Baca Juga: Mengenang Ideologi Soekarno Muda

Sukarno, yang saat itu menjabat sebagai kepala negara, gusar lantaran Dewan Konstituante tak kunjung mampu menghasilkan UUD yang baru. Dia lalu membubarkan Dewan Konstituante.

Sukarno kemudian menerbitkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dia kembali menerapkan UUD 1945 lalu memulai rezim Demokrasi Terpimpin atau yang kerap disebut sebagai Orde Lama.

Di masa Demokrasi Terpimpin, Sukarno mencetuskan konsep Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis). Dia berupaya merangkul kelompok komunis yang selama periode 1950-an kerap tidak diajak kelompok nasionalis dan agamis dalam pembentukan kabinet parlementer padahal memiliki suara keempat terbanyak di DPR.

Arrsa menilai konsep Nasakom merupakan awal membawa Pancasila sebagai alat politik. Semua seolah dipaksa setuju, padahal kala itu pertentangan kelompok agamis dengan komunis sudah sangat kental di berbagai lapisan masyarakat.

"Dikeluarkannya ajaran Nasakom sama saja dengan upaya untuk memperkuat kedudukan presiden sebab jika menolak Nasakom sama saja dengan menolak presiden," tulis Arrsa dalam buku tersebut.

Di masa itu, Sukarno membubarkan Partai Sosialis Indonesia dan partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Sukarno juga menasbihkan dirinya sebagai kepala negara, kepala pemerintahan serta panglima angkatan perang. Semua anggota DPR pun ditunjuk olehnya.

Pada era 1960-an, Arrsa menyebut Pancasila digunakan oleh kelompok antikomunis. Kelompok itu memakai Pancasila sebagai pembenaran atas pembantaian massal terhadap orang-orang yang dianggap komunis setelah prahara 1965.

Orde Baru melanjutkan kecenderungan penggunaan Pancasila sebagai alat kekuasaan. Soeharto memberi tafsir tunggal kepada Pancasila. Ia juga menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang tidak dapat diganggu gugat.

Baca Juga: Kabupaten Ende NTT Tempat Bung Karno Merumuskan Pancasila

"Formulasi yang dicetuskan oleh Soeharto untuk memberikan tafsir terhadap Pancasila dengan pedoman, penghayatan, dan pengamalan Pancasila (P4) yang mana eksistensi keberadaan P4 diperkuat melalui Ketetapan MPR No. II/MPR/1978," ucap Arrsa.

Arrsa menyebut Orde Baru juga mendelegitimasi Sukarno lewat tafsir Pancasila mereka. Salah satu manuver Orde Baru adalah menggelar Simposium Kebangkitan Semangat 66: Mendjelajah Tracee Baru di Universitas Indonesia, 6-9 Mei 1966. Simposium menyatakan Nasakom gagal.

Pada awal reformasi 1998, Arrsa menilai para pemimpin menghindari pembicaraan Pancasila. Mulai dari B.J. Habibie hingga Megawati jarang tampil untuk menyuarakan nilai-nilai Pancasila dan penerapannya.

Dugaan Arrsa itu dikuatkan lagi oleh pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 1 Juni 2006. SBY mengakui pembahasan Pancasila mulai luput dari ruang publik sejak Orde Baru runtuh.

"Kita merasakan, dalam delapan tahun terakhir ini, di tengah-tengah gerak reformasi dan demokratisasi yang berlangsung di negeri kita, terkadang kita kurang berani, kita menahan diri, untuk mengucapkan kata-kata semacam Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, Wawasan Kebangsaan, Stabilitas, Pembangunan, Kemajemukan dan lain-lain," ucap SBY.

"Karena bisa-bisa dianggap tidak sejalan dengan gerak reformasi dan demokratisasi. Bisa-bisa dianggap tidak reformis," sambungnya.

Pancasila kembali sering didengungkan pada masa pemerintahan Joko Widodo. Pada 2016, Jokowi menetapkan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila lewat Keputusan Presiden Nomor 24 tahun 2016. Hari Lahir Pancasila 1 Juni juga ditetapkan sebagai hari libur nasional.

Baca Juga: Hari Lahir Pancasila, Jokowi Minta Waspadai Ideologi Transnasional Radikal

Selain itu, Jokowi juga membentuk Badan Ideologi Pembina Pancasila (BPIP) pada 28 Februari 2018. Badan itu sah terbentuk dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2018 tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila sebagai landasan.

Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai ada kecenderungan penyalahgunaan Pancasila sebagai alat politik di berbagai era. Dia berpendapat kecenderungan itu juga terjadi di era pemerintahan Joko Widodo.

Refly berpendapat ada pemisahan antarkelompok masyarakat di masa pemerintahan Jokowi. Dia menyebut kelompok yang tidak sejalan dengan pemerintah akan dirundung oleh buzzer atau pendengung di media sosial.

Para buzzer, kata dia, akan menggunakan Pancasila, UUD 1945, dan NKRI sebagai stempel politik. Kelompok yang tak sejalan akan dicap tidak Pancasilais.

"Itu sudah terjadi sejak zaman Bung Karno, sejak Orde Lama, Orde Baru, Orde Reformasi, terutama pada zaman Presiden Jokowi mulai lagi Pancasila dijadikan stempel, judgement. Misalnya, untuk menilai saya Pancasila bahwa yang lain bukan," kata Refly dilansir Cnnindonesia.com, Selasa (1/6/2021). (C)

Reporter: Ibnu Sina Ali Hakim

Editor: Haerani Hambali

Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, Pancasila ditegaskansebagai pemersatu bangsa. Penegasan ini dikumandangkan olehSoekarno dalam berbagai pidato politiknya dalam kurun waktu 1945--1960. Namun seiring dengan perjalanan waktu, pada kurun waktu1960--1965, Soekarno lebih mementingkan konsep Nasakom(Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) sebagai landasan politikbagi bangsa Indonesia.b.Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden SoehartoPada masa pemerintahan Presiden Soeharto, Pancasila dijadikansebagai asas tunggal bagi Organisasi Politik dan OrganisasiKemasyarakatan. Periode ini diawali dengan keluarnya TAP MPR No.II/1978 tentang pemasyarakatan nilai-nilai Pancasila. TAP MPR inimenjadi landasan bagi dilaksanakannya penataran P-4 bagi semua

lapisan masyarakat. Akibat dari cara-cara rezim dalammemasyarakatkan Pancasila memberi kesan bahwa tafsir ideologiPancasila adalah produk rezim Orde Baru (mono tafsir ideologi) yangberkuasa pada waktu itu.c.Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden HabibiePresiden Habibie menggantikan Presiden Soeharto yang mundur pada 21 Mei1998, atas desakan berbagai pihak Habibie menghapus penataran P-4. Padamasa sekarang ini, resonansi Pancasila kurang bergema karena pemerintahanHabibie lebih disibukkan masalah politis, baik dalam negeri maupun luarnegeri. Di samping itu, lembaga yang bertanggungjawab terhadap sosialisasinilai-nilai Pancasila dibubarkan berdasarkan Keppres No. 27 tahun 1999tentang pencabutan Keppres No. 10 tahun 1979 tentang Badan PembinaanPendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila(BP-7). Sebenarnya, dalam Keppres tersebut dinyatakan akan dibentuk2.Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Ideologi NegaraPada bagian ini, akan dilihat Pancasila sebagai ideologi negara berakar dalam kehidupanmasyarakat. Unsur-unsur sosiologis yang membentuk Pancasila sebagai ideologi negarameliputi hal-hal sebagai berikut:a.Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dapat ditemukan dalam kehidupan beragamamasyarakat Indonesia dalam berbagai bentuk kepercayaan dan keyakinan terhadap adanyakekuatan gaib.b.Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab dapat ditemukan dalam hal saling menghargaidan menghormati hak-hak orang lain, tidak bersikap sewenang-wenang.c.Sila Persatuan Indonesia dapat ditemukan dalam bentuk solidaritas, rasa setia kawan,rasa cinta tanah air yang berwujud pada mencintai produk dalam negeri.

d.SilaKerakyatanyangDipimpinolehHikmatKebijaksanaandalamPermusyawaratan/Perwakilan dapat ditemukan dalam bentuk menghargai pendapat oranglain, semangat musyawarah dalam mengambil keputusan.e.Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia tercermin dalam sikap sukamenolong, menjalankan gaya hidup sederhana, tidak menyolok atau berlebihan.

Upload your study docs or become a

Course Hero member to access this document

Upload your study docs or become a

Course Hero member to access this document

End of preview. Want to read all 19 pages?

Upload your study docs or become a

Course Hero member to access this document

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA