Bagaimana perkembangan kepercayaan masyarakat pada masa pra aksara?

Bagaimana perkembangan kepercayaan masyarakat pada masa pra aksara?

Berikut ini akan kita bahas tentang peradaban awal di kepulauan indonesia, menelusuri peradaban awal di kepulauan indonesia, sistem kepercayaan pada zaman pra aksara, corak kehidupan manusia praaksara, sistem kepercayaan, corak kehidupan masyarakat pada zaman praaksara, corak kehidupan zaman pra aksara, sistem kepercayaan manusia purba, kepercayaan manusia purba, sistem kepercayaan masyarakat praaksara, sistem kepercayaan manusia pra aksara, dan juga sistem kepercayaan pada masa praaksara.


Sebagai manusia yang beragama tentu kamu sering mendengarkan ceramah dari guru maupun tokoh agama. 

Dalam ceramah-ceramah tersebut sering dikatakan bahwa hidup hanya sebentar sehingga tidak boleh berbuat menentang ajaran agama, misalnya tidak boleh menyakiti orang lain, tidak boleh rakus, bahkan melakukan tindak korupsi yang merugikan negara dan orang lain. 

Karena itu dalam hidup ini manusia harus bekerja keras dan berbuat sebaik mungkin, saling tolong menolong. Kita semua mestinya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa bila berbuat dosa karena melanggar perintah agama, atau menyakiti orang lain.

Nenek moyang kita mengenal kepercayaan kehidupan setelah mati. Mereka percaya pada kekuatan lain yang maha kuat di luar dirinya. Mereka selalu menjaga diri agar setelah mati tetap dihormati. 

Berikut ini kita akan menelaah bagaimana sistem kepercayaan manusia zaman pra-aksara, yang menjadi nenek moyang kita. 

Perwujudan kepercayaannya dituangkan dalam berbagai bentuk diantaranya karya seni. Satu di antaranya berfungsi sebagai bekal untuk orang yang meninggal. 

Tentu kamu masih ingat tentang perhiasan yang digunakan sebagai bekal kubur. Seiring dengan bekal kubur ini, pada zaman purba manusia mengenal penguburan mayat. 

Bagaimana perkembangan kepercayaan masyarakat pada masa pra aksara?
Menhir yang ada di Limapuluh Koto

Pada saat inilah manusia mengenal sistem kepercayaan. Sebelum meninggal manusia menyiapkan dirinya dengan membuat berbagai bekal kubur, dan juga tempat penguburan yang menghasilkan karya seni cukup bagus pada masa sekarang. 

Untuk itulah kita mengenal dolmen, sarkofagus, menhir dan lain sebagainya. Masyarakat zaman pra-aksara terutama periode zaman Neolitikum sudah mengenal sistem kepercayaan. 

Mereka sudah memahami adanya kehidupan setelah mati. Mereka meyakini bahwa roh seseorang yang telah meninggal akan ada kehidupan di alam lain. 

Oleh karena itu, roh orang yang sudah meninggal akan senantiasa dihormati oleh sanak kerabatnya. Terkait dengan itu maka kegiatan ritual yang paling menonjol adalah upacara penguburan orang meninggal. 

Dalam tradisi penguburan ini, jenazah orang yang telah meninggal dibekali berbagai benda dan peralatan kebutuhan sehari-hari, misalnya barang-barang perhiasan, periuk dan lain-lain yang dikubur bersama mayatnya. 

Hal ini dimaksudkan agar perjalanan arwah orang yang meninggal selamat dan terjamin dengan baik. Dalam upacara penguburan ini semakin kaya orang yang meninggal maka upacaranya juga semakin mewah. 

Barang-barang berharga yang ikut dikubur juga semakin banyak. Selain upacara-upacara penguburan, juga ada upacara-upacara pesta untuk mendirikan bangunan suci. 

Mereka percaya manusia yang meninggal akan mendapatkan kebahagiaan jika mayatnya ditempatkan pada susunan batu-batu besar, misalnya pada peti batu atau sarkofagus. 

Batu-batu besar ini menjadi lambang perlindungan bagi manusia yang berbudi luhur juga memberi peringatan bahwa kebaikan kehidupan di akhirat hanya akan dapat dicapai sesuai dengan perbuatan baik selama hidup di dunia. 

Hal ini sangat tergantung pada kegiatan upacara kematian yang pernah dilakukan untuk menghormati leluhurnya. Oleh karena itu, upacara kematian merupakan manifestasi dari rasa bakti dan hormat seseorang terhadap leluhurnya yang telah meninggal. 

Sistem kepercayaan masyarakat pra-aksara yang demikian itu telah melahirkan tradisi megalitik (zaman megalitikum = zaman batu besar). 

Mereka mendirikan bangunan batu-batu besar seperti menhir, dolmen, punden berundak, dan sarkofagus. Pada zaman pra-aksara, seorang dapat dilihat kedudukan sosialnya dari cara penguburannya. 

Bagaimana perkembangan kepercayaan masyarakat pada masa pra aksara?
Sarkofagus atau kubur batu

Bentuk dan bahan wadah kubur dapat digunakan sebagai petunjuk status sosial seseorang. Penguburan dengan sarkofagus misalnya, memerlukan jumlah tenaga kerja yang lebih banyak dibandingkan dengan penguburan tanpa wadah. 

Dengan kata lain, pengelolaan tenaga kerja juga sering digunakan sebagai indikator stratifikasi sosial seseorang dalam masyarakat. Sistem kepercayaan dan tradisi batu besar seperti dijelaskan di atas, telah mendorong berkembangnya kepercayaan animisme. 

Kepercayaan animisme merupakan sebuah sistem kepercayaan yang memuja roh nenek moyang. Di samping animisme, muncul juga kepercayaan dinamisme. 

Menurut kepercayaan dinamisme ada benda-benda tertentu yang diyakini memiliki kekuatan gaib, sehingga benda itu sangat dihormati dan dikeramatkan. 

Seiring dengan perkembangan pelayaran, masyarakat zaman pra-aksara akhir juga mulai mengenal sedekah laut. Sudah barang tentu kegiatan upacara ini lebih banyak dikembangkan di kalangan para nelayan. 

Bentuknya mungkin semacam selamatan apabila ingin berlayar jauh, atau mungkin saat memulai pembuatan perahu. Sistem kepercayaan nenek moyang kita ini sampai sekarang masih dapat kita temui dibeberapa daerah.

Bagaimana perkembangan kepercayaan masyarakat pada masa pra aksara?

SEJARAH telah membuktikan bahwa manusia prasejarah atau praaksara sudah mengenal Tuhan dan sistem penyembahannya. Memang pada saat itu manusia masih sangat tergantung pada alam. Namun tampaknya mereka sudah menyadari bahwa ada kekuatan diluar diri mereka sendiri, dan harus mendekati kekuatan tersebut agar hidup mereka lebih tenang dan lebih mudah dalam menghadapi segala marabahaya. Yaitu antara lai dengan mengadakan berbagai macam upacara. Ada yang melakukannya dengan ritual pemujaan, pemberian sesaji, juga upacara-upacara ritual lainnya.

Nenek Moyang Bangsa Indonesia

Robert Von Heine Geldern, seorang ahli prasejarah, arkeolog dam etnolog dari Austria, yang berpendapat bahwasanya nenek moyang Indonesia berasal dari daratan Asia. Pada awalnya nenek moyang kita berada di daerah Yunan, China Selatan. Kemudian berpindah ke daerah selatan (daerah Vietnam). 

Proses perpindahan tersebut diduga terjadi pada tahun 1500 SM sampai dengan 500 SM, perpindahan tersebut terus menuju pada pulau-pulau daratan Asia bagian selatan. Mereka yang mendiami Asia bagian selatan umumnya disebut Austronesia (Austro= selatan, nesos= pulau). 

Bangsa Austronesia yang mendiami Indonesia disebut bangsa Melayu, mereka dibagi menjadi 2 golongan yaitu:

Bangsa Proto Melayu. Sekitar tahun 1500 SM, bangsa proto Melayu memasuki Indonesia melalui 2 jalur, yakni jalur barat (malaya hingga Sumatera), dan melalui jalur Timur (Philippine hingga Sulawesi utara). Bangsa ini memiliki kebudayaan yang lebih maju dari pada homo sapiens sebab kebudayaan mereka yang dikenal dengan kebudayaan batu baru atau neolitikum. Meskipun tetap menggunakan batu namun pengerjaannya sangat baik dan rapi seperti kapak persegi dan kapak lonjong.

Bangsa Deutero Melayu. Sejak tahun 500 SM, bangsa Deutero Melayu mulai memasuki Indonesia melalui satu jalur saja, yakni melalui jalur barat atau melalui jalur Melayu Sumatera. Bangsa ini mempunyai kebudayaan yang lebih maju dibanding proto Melayu, hal itu didasari pada peralatan mereka yang sudah terbuat dari zaman logam di indonesia, perunggu, kemudian besi seperti kapak corong atau kapak sepatu dan nekara. Suku Jawa, Bugis, Melayu, dll. merupakan keturunan dari pada deutro Melayu.

Sudah Mengenal Kepercayaan

Manusia sebagai makhluk berbudaya (homo sapiens) sudah mulai menemukan jalan kehidupan yang menggunakan potensi dirinya. Lambat laun manusia sudah mulai menyadari kalau ada kekuatan diluar dirinya. Pada saat itulah manusia mulai mencari dan mengidentifikasi central power itu kemudian berusaha melakukan pendekatan agar hidup mereka tenang dan terhindar dari marabahaya (Perspektif Manusia Prasejarah Memahami Tuhan; Prof K.H. Nasaruddin Umar; Republika, 26 May 2020).

Masa mengenal kepercayaan merupakan bukti dari adanya perkembangan dalam kemampuan berpikir manusia pada saat itu. Manusia praaksara pada masa itu mulai mempercayai adanya kekuatan lain di luar kekuatan dirinya sendiri.

Adanya kepercayaan ini memunculkan beberapa upacara dan ritual khusus sebagai bentuk bagaimana mereka mempercayai kekuatan tersebut.

Beberapa contoh kepercayaan yang ada di masa ini adalah sebagai berikut:

Animisme. Animisme merupakan bentuk kepercayaan kepada roh nenek moyang ataupun roh-roh lain yang dipercaya dapat memengaruhi kehidupan. Ciri khas dari kepercayaan ini adalah kegiatan memberikan sesaji untuk menjaga agar roh tersebut tidak mengganggu.

Dinamisme. Sedangkan Dinamisme merupakan suatu bentuk kepercayaan pada kekuatan alam serta benda yang dipercaya memiliki sifat gaib. Manusia yang mempercayai ini dapat dikenal dengan ciri menyembah batu, pohon besar, laut, gunung, keris, gua, patung, dan memiliki jimat.

Totemisme. Totemisme merupakan sebuah kepercayaan pada binatang yang dipercaya memiliki kesucian dan kekuatan. Kepercayaan ini memiliki bentuk upacara ritual yang dilakukan melalui sarana atau tempat tertentu, seperti batu yang dipahat dengan ukuran besar.

Tanda Bahwa Sudah Mengenal Kepercayaan

Meskipun masih dalam kategori less civilized, manusia sudah mulai menjalin hubungan dengan apa yang disebut sebagai sumber atau pusat kekuasaan yang bersifat mistis. Mungkin dari sudut manusia tidak pernah terpisah dari keyakinan mistis maka manusia sering disebut sebagai zoon religion (Perspektif Manusia Prasejarah Memahami Tuhan; Prof K.H. Nasaruddin Umar; Republika, 26 May 2020)

Ciri-ciri bahwa masyarakat sudah mengenal kepercayaan antara lain: (1) Menjalankan ritual atau upacara khusus sebagai bukti kepercayaan tersebut. (2) Terdapat bangunan-bangunan besar yang dijadikan sebagai sarana pemujaan atau upacara ritual.

Bukti yang menunjukkan bahwa masyarakat praaksara telah mengenal sistem kepercayaan, antara lain: Lukisan Gua sebagai lambang kekuatan atau lambang pelindung dari roh jahat; Meja Batu (dolmen) untuk meletakan sesaji dalam memuja roh nenek moyang; Menhir sebagai sarana pemujaan; Punden Berundak sebagai  pemujaan arwah pada tempat-tempat tinggi; Arca sebagai media pemujaan dan sebagai penghubung antara yang hidup dan yang sudah mati; dan masih banyak lainnya. [S21]