CABM, 12 Mei 2020 FALSAFAH ASTA BRATA UNTUK PEMIMPIN BANGSA & NEGARA (TIDAK MENUTUP KEMUNGKINAN PEMIMPIN BANGSA DAN NEGARA ITU BERASAL DARI PELAUT DAN PELAUT YANG MENJADI NAKHODA ITU JUGA MERUPAKAN PEMIMPIN DI KAPAL YANG WAJIB MENGAMALKAN FALSAFAH INI Asta Brata merupakan 8 sifat inti seorang pemimpin dalam tradisi Jawa. Sikap yg harus dimiliki oleh penguasa jika ingin rakyat yg dipimpinnya menjadi tentram & sejahtera. Asta Brata yg dalam terjemahan bebas; delapan ajaran utama tentang kepemimpinan, merupakan petunjuk Sri Rama kepada adiknya yg akan dinobatkan sebagai raja Ayodya. Secara simbol, Asta Brata merupakan sifat-sifat mulia yg di ambil dari alam semesta & patut untuk dijadikan pedoman bagi seluruh pemimpin negeri ini. Asta Brata merupakan kebijaksanaan turun-temurun yg diselipkan dalam artefak-artefak Jawa, salah satunya melalui kesenian Wayang atau Ketoprak. Banyak makna yg mengacu pada jalan pencerahan yg akan menuntun siapapun, khususnya para pemimpin jika berhasil memahami esensi falsafah Asta Brata ini. Kebijaksanaan & keselamatan merupakan inti pemahaman yg akan didapatkan seorang pemimpin jika mempelajari & mempraktekkannya. antara lain:Delapan sifat pemimpin menurut falsafah Seorang yg dipercaya menjadi pemimpin, hendaknya mengusahakan kemakmuran bagi rakyatnya & dalam segala tindakannya dapat membawa kesejukan & kewibawaan yg seperti bintang. Maknanya, seorang pemimpin haruslah kuat, tidak mudah goyah, berusaha menggunakan kemampuan untuk kebaikan rakyat, tidak mengumbar hawa nafsu, kuat hati & tidak suka berpura-pura. Seorang pemimpin haruslah adil seperti air, yg jika di seduh di gelas akan rata mengikuti wadahnya. Keadilan yg ditegakkan bisa memberi kecerahan ibarat air yg membersihkan kotoran. Air juga tidak pernah emban oyot emban cindhe “pilih kasih” karena air akan selalu turun ke bawah, tidak naik ke atas. Pemimpin hendaknya meneladani sikap & sifat Dewa Yama, dimana Dewa Yama selalu menegakkan keadilan menurut hukum atau peraturan yg berlaku demi mengayomi rakyatnya. Harus menindak tegas abdinya, jika mengetahui abdinya itu memakan uang rakyat & mengkhianati negaranya. Dewa Yama memiliki sifat seperti mendung (awan), mengumpulkan segala yg tidak berguna menjadi lebih berguna. Adil tidak pilih kasih. Bisa memberikan ganjaran yg berupa hujan & keteduhan. Jika ada yg salah maka akan dihukum dengan petir & halilintar. Seorang pemimpin yg baik haruslah memiliki sifat & sikap seperti matahari (surya) yg mampu memberi semangat & kekuatan yg penuh dinamika serta menjadi sumber energi bagi bumi pertiwi. Sifat matahari berarti sabar dalam bekerja, tajam, terarah & tanpa pamrih. Semua yg dijemur pasti kena sinarnya, tapi tidak dengan serta merta langsung dikeringkan. Jalannya terarah & luwes. Tujuannya agar setiap manusia sabar & tidak sulit dalam mengupayakan rejeki. Menjadi matahari juga berarti menjadi inspirasi pada bawahannya, ibarat matahari yg selalu menyinari semesta. Pemimpin hendaknya memiliki sifat & sikap yg mampu memberikan penerangan bagi rakyatnya yg berada dalam kebodohan dengan wajah yg penuh kesejukan seperti rembulan (candra), penuh simpati, sehingga rakyat menjadi tentram & hidup dengan nyaman. Rembulan juga bersifat halus budi, terang perangai, menebarkan keindahan kepada seisi alam. Seorang pemimpin harus berlaku demikian, menjadi penerang bagi rakyatnya. Maruta adalah angin. Pemimpin harus menjadi seperti angin. Senantiasa memberikan kesegaran & selalu turun ke bawah melihat rakyatnya. Angin tidak berhenti memeriksa & meneliti, selalu melihat perilaku manusia, bisa menjelma besar atau kecil, berguna jika digunakan. Jalannya tidak kelihatan, nafsunya tidak ditonjolkan. Jika ditolak ia tidak marah & jika ditarik ia tidak dibenci. Seorang pemimpin harus berjiwa teliti di mana saja berada. Baik buruk rakyat harus diketahui oleh mata kepala sendiri, tanpa menggantungkan laporan bawahannya. Biasanya, bawahan bagitu pelit & selektif dalam memberikan laporan kepada pemimpin, & terkadang hanya kondisi baik-baiknya saja yg dilaporkan. Pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat utama dari bumi, yaitu teguh, menjadi landasan pijak & memberi kehidupan (kesejahteraan) untuk rakyatnya. Bumi selalu dicangkul & digali, namun bumi tetap ikhlas & rela. Begitu pula dengan seorang pemimpin yg rela berkorban kepentingan pribadinya untuk kepentingan rakyat. Seorang pemimpin haruslah memiliki sikap welas asih seperti sifat-sifat bumi. Falsafah bumi yg lain adalah air tuba dibalas dengan air susu. Keburukan selalu dibalas dengan kebaikan & keluhuran. Baruna berarti samudra yg luas. Sebuah samudra memiliki wawasan yg luas, mampu mengatasi setiap gejolak dengan baik, penuh kearifan & kebijaksanaan. Samudera merupakan wadah air yg memiliki sifat pemaaf, bukan pendendam. Air selalu diciduk & diambil tapi pulih tanpa ada bekasnya. Seorang pemimpin harus mempunyai sifat pemaaf, sebagaimana sifat air dalam sebuah samudra yg siap menampung apa saja yg hanyut dari daratan. Samudra mencerminkan jiwa yg mendukung pluralisme dalam hidup bermasyarakat yg berkarakter majemuk. Pemimpin hendaknya memiliki sifat mulia dari api (agni), yang selalu mendorong rakyatnya memiliki sikap nasionalisme. Seperti api, berarti pemimpin juga harus memiliki prinsip menindak yg bersalah tanpa pilih kasih. Api bisa membakar apa saja, menghanguskan semak-semak, menerangkan yg gelap. Bisa bersabar namun juga bisa sangat marah membela rakyatnya jika dizolimi & tetap memiliki pertimbangan berdasarkan akal sehat & bisa dipertanggungjawabkan
(Kankemenag, Kab. Tabanan) Acara persembahyangan bersama di Kodim Tabanan yang dilaksanakan pada Hari Kamis, Tanggal 17 Januari 2019, turut dihadiri oleh Kementerian Agama Kabupaten Tabanan yang menugaskan Kasi Ura Hindu, Ida Bagus Rai D. Suhardika, SE, M.Si untuk memberikan Dharma Wacana dalam acara tersebut dengan tema “ Implementasi Penerapan Asta Brata (Kepemimpinan Hindu) Dalam Melaksanakan Tugas Bagi TNI Untuk Menjaga keutuhan NKRI”. Dalam wacananya, Suhardika menjelaskan bahwa Asta Brata adalah ajaran kepemimpinan yang diberikan oleh Sri Rama kepada Gunawan Wibhisana sebelum ia memegang tampuk kepemimpinan Alengka Pura pasca kemenangan Sri Rama melawan keangkaramurkaan Rawana. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pustaka Suci Manu Smrti IX.303 berikut ini Hendaknya raja berbuat seperti perilaku yang sama dengan dewa-dewa, Indra, Surya, Wayu, Yama, Waruna, Candra, Agni dan Prthiwi. Hal itu kemudian ditegaskan dalam Kakawin Ramayana XXIV.52 sebagai berikut: Sang Hyang Indra, Yama, Surya, Candra dan Bayu, Sang Hyang Kwera, Baruna dan Agni itu semuanya delapan hendaknya semua itu menjadi pribadi sang raja. Oleh karena itulah beliau harus memuja Asta Brata untuk mewujudkan kepemimpinan yang damai dan makmur untuk rakyat. Bila diuraikan ajaran Asta Brata tersebut antara lain, Indra Brata yakni kepemimpinan bagaikan Dewa Indra atau Dewa Hujan; Di mana hujan itu berasal dari air laut yang menguap. Dengan demikian seorang pemimpin berasal dari rakyat harus kembali mengabdi untuk rakyat, Yama Brata yakni Kepemimpinan yang bisa menegakkan keadilan tanpa pandang bulu bagaikan Sang Hyang Yamadipati yang mengadili Sang Suratma, Surya Brata yakni Kepemimpinan yang mampu memberikan penerangan kepada warganya bagaikan Sang Surya yang menyinari dunia, Candra Brata yakni Mengandung maksud pemimpin hendaknya mempunyai tingkah laku yang lemah lembut atau menyejukkan bagaikan Sang Candra yang bersinar di malam hari, Bayu Brata yakni mengandung maksud pemimpin harus mengetahui pikiran atau kehendak (bayu) rakyat dan memberikan angin segar untuk para kawula alit atau wong cilik sebagimana sifat Sang Bayu yang berhembus dari daerah yang bertekanan tinggi ke rendah, Baruna Brata yakni mengandung maksud pemimpin harus dapat menanggulangi kejahatan atau penyakit masyarakat yang timbul sebagaimana Sang Hyang Baruna membersihkan segala bentuk kotoran di laut, Agni Brata yakni mengandung maksud pemimpin harus bisa mengatasi musuh yang datang dan membakarnya sampai habis bagaikan Sang Hyang Agni, dan Kwera atau Prthiwi Brata yakni mengandung maksud seorang pemimpin harus selalu memikirkan kesejahteraan rakyatnya sebagaimana bumi memberikan kesejahteraan bagi umat manusia dan bisa menghemat dana sehemat-hematnya seperti Sang Hyang Kwera dalam menata kesejahteraan di kahyangan. Melalui Dharma Wacana ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada aparat TNI bahwa sebagai Prajurit terdepan dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI sudah seharusnya menjalankan ajaran asta brata sebagai landasan dalam memimpin komando pasukan, menjalankan tugas kenegaraan, maupun bersinergi dengan rakyat, agar terwujud kehidupan yang harmonis, damai dan tentram (Aryatnaya & Sudiana).
Era reformasi tahun 1998 telah melahirkan pergantian beberapa kali kepemimpinan nasional di Indonesia. Namun kemunculan pemimpin nasional di era reformasi ini masih jauh dari harapan masyarakat. Hal ini dikarenakan permasalahan kepemimpinan nasional yang terjadi di negeri ini belum menemukan jawaban. Beberapa permasalahan tersebut antara lain:
Kepemimpinan atau leadership secara umum merupakan perilaku yang mempengaruhi manusia baik perorangan maupun kelompok, untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan sebaik–baiknya serta dituntut untuk kerjasama yang baik sehingga dapat mencapai tujuan organisasi yang diinginkan. Seorang pemimpin harus bisa memberikan inspirator perubahan danvisioner yang memiliki visi yang jelas dan kemana organisasi akan di tuju. Kepemimpinan menurut Hindu sangat banyak dibahas dalam cerita-cerita Hindu salah satunya dalam Manawadharmasastra dijelaskan bahwa seorang pemimpin harus menanamkan delapan sifat dewa di dalam dirinya yang disebut Asta Brata. Asta Brata artinya delapan ajaran utama tentang kepemimpinan yg merupakan petunjuk Sri Rama kepada Bharata (adiknya) yg akan dinobatkan menjadi raja Ayodya. Asta Brata disimbulkan dengan sifat-sifat dari alam semesta yg patut dijadikan pedoman bagi setiap Pemimpin yaitu :
Kepemimpinan dalam Hindu merupakan hal yang sangat terkait dengan etika. Sifat dan sikap yang dimiliki seorang pemimpin merupakan penentu berhasil atau tidaknya seorang pemimpin dalam menjalankan roda pemerintahan. Sifat dan sikap yang dimiliki oleh pemimpin dapat disempurnakan dengan mendalami, mempedomani, dan mengamalkan ajaran-ajaran serta berbagai ilmu pengetahuan yang dipelajari, seperti halnya ajaran Asta Brata Indonesia sesungguhnya adalah negara yang berlimpah sumber daya alamnya, dan sumber daya manusianya pun bisa dihandalkan untuk mengelolanya, asalkan pemimpinnya cerdas dan bijaksana. Untuk menjadi pemimpin yang cerdas dan bijaksana, seorang pemimpin harus mampu memahami dan menjalankan ajaran Asta Brata, serta menerapkan managemen kepemimpinan Hindu dalam organisasinya. Sekali lagi disini dapat ditegaskan kepada para generasi muda Hindu khususnya kita sendiri sebagai mahasiswa Hindu agar bisa mengambil nilai-nilai luhur dari konsep-konsep kepemimpinan Hindu tersebut khususnya ajaran Asta Brata. Implementasikanlah konsep-konsep kepemimpinan Hindu tersebut dalam kehidupan sehari-hari agar nantinya ada banyak pimpinan-pimpinan yang berasal dari generasi muda Hindu. Dikutip dari : https://www.kompasiana.com/peradah/552dfe146ea83495138b45b0/ajaran-asta-brata-sebagai-pedoman-kepemimpinan-hindu |