Apakah semua siswa sudah menerapkan dengan baik

Oleh Nindi Saputri, S.Pd dan Rizka Dwi Lestari, S.Pd

Pendidikan menjadi senjata utama dalam pembangunan peradaban sebuah bangsa. Tanpa pendidikan manusia mendapat pengetahuan untuk membangun peradapan bangsa. Sebab kemajuan sumber daya manusia tergantung pola pendidikan yang tepat sesuai konteks. Pendidikan diperhadapkan dengan sejumlah persoalan baik dari para pendidik maupun peserta didik.

Para pendidik diharapkan untuk mencari metode yang tepat dengan perkembangan zaman sehingga proses pendidikan tidak bersifat monoton dan membosankan. Seperti di situasi pandemi covid 19 ini. Perlu adanya pembaharuan dalam penerapan pendidikan yang menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Banyak hal yang dapat dilakukan oleh guru dalam memberikan praktik baik pada siswa. Baik dalam kehidupan bertutur kata, bersikap, bergaul, dan sopan santun lainnya. Hal ini dapat dilakukan dalam proses pembelajaran. Penanaman sikap saling menghargai, menghormati dan saling mengerti dalam pembelajaran dapat memicukepedulian san semangat belajar peserta didik, sehingga mereka merasa percaya diri dalam belajar.

Pembelajaran adalah susatu proses yang akan membawa dampak terberat pada perilaku siswa, sehingga pada zaman digitalisasi guru dituntut untuk dapat lebih kreatif. Dengan teknologi zaman sekarang digitalisasi tentu membawa dampak postif dan negatif bagi peserta didik.  Di masa pandemi ini tentu berbeda daya pikir dan kemauan dalam belajar sekarang sangat jauh berbeda walaupun teknologi sudah canggih.

Karena dampak pandemi kurang lebih dua tahun, siswa kita dimanjakan dengan pembelajaran dari rumah yang mana pelaksanaanya tidak maksimal. Karena tidak semua siswa mengikutinya dengan baik. Pandemi Covid-19 ini sudah mengubah di seluruh dunia termasuk dalam bidang pendidikan. 

Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru ditemukan. Walaupun lebih banyak menyerang ke lansia, virus ini sebenarnya bisa juga menyerang siapa saja, mulai dari bayi, anak-anak, hingga orang dewasa. Virus corona ini bisa menyebabkan ganguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian.

Beberapa pemerintah daerah memutuskan menerapkan kebijakan untuk meliburkan siswa dan mulai menerapkan metode belajar dengan sistem daring (dalam jaringan) atau online. Kebijakan pemerintah ini mulai efektif diberlakukan di beberapa wilayah provinsi di Indonesia. Maka semua kegiatan yang dilakukan di luar rumah harus dihentikan sampai pandemi ini mereda. Sistem pembelajaran daring (dalam jaringan) merupakan sistem pembelajaran tanpa tatap muka secara langsung antara guru dan siswa tetapi dilakukan melalui online yang menggunakan jaringan internet. Guru harus memastikan kegiatan belajar mengajar tetap berjalan, meskipun siswa berada di rumah. Solusinya, guru dituntut dapat mendesain media pembelajaran sebagai inovasi dengan memanfaatkan media daring (online).Seluruh sekolah mengehentikan pembelajaran tatap muka di sekolah dan diganti dengan konsep model pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau Home Learning (HL). Sekolah-sekolah tersebut tidak siap dengan sistem pembelajaran daring, dimana membutuhkan media pembelajaran seperti handphone, laptop, atau komputer. Sebagai seorang guru mengajar tatap muka secara langsung di ruang kelas, mau tidak mau harus siap dengan model pembelajaran baru ini. Semua benar-benar untuk mempersiapkan konsep model pembelajaran jarak jauh ini dengan baik. Walalupun pada awalnya canggung dalam menggunakan aplikasi-aplikasi yang banyak sekali seperti Google Classroom, Google Meet dan Zoom Meeting, dan masih banyak aplikasi yang bisa di jadikan sebagai bahan pengajar untuk peserata didik. Ada banyak hal yang dapat saya pelajari melalui model pembelajaran jarak jauh seperti aplikasi yang sudah di sebutkan. Fitur-fitur untuk tatap muka jarak jauh ini sangat membantu dalam proses pembelajaran.

Apakah semua siswa sudah menerapkan dengan baik
Apakah semua siswa sudah menerapkan dengan baik

Permasalahan yang terjadi bukan hanya terdapat pada sistem media pembelajaran akan tetapi ketersediaan kuota yang membutuhkan biaya cukup tinggi harganya bagi siswa dan guru guna memfasilitasi kebutuhan pembelajaran daring. Kuota yang dibeli untuk kebutuhan internet menjadi melonjak dan banyak diantara orangtua siswa yang tidak siap untuk menambah anggaran dalam menyediakan jaringan internet.

Hal ini menjadi permasalahan yang sangat penting bagi siswa, jam berapa mereka harus belajar dan bagaimana data (kuota) yang mereka miliki, sedangkan orangtua mereka yang berpenghasilan rendah atau dari kalangan menengah kebawah (kurang mampu). Hingga akhirnya hal seperti ini dibebankan kepada orangtua siswa yang ingin anaknya tetap mengikuti pembelajaran daring.

Pembelajaran daring tidak bisa lepas dari jaringan internet. Koneksi jaringan internet menjadi salah satu kendala yang dihadapi siswa yang tempat tinggalnya sulit untuk mengakses internet, apalagi siswa tersebut tempat tinggalnya di daerah pedesaan, terpencil dan tertinggal. Kalaupun ada yang menggunakan jaringan seluler terkadang jaringan yang tidak stabil, karena letak geografis yang masih jauh dari jangkauan sinyal seluler. Hal ini juga menjadi permasalahan yang banyak terjadi pada siswa yang mengikuti pembelajaran daring sehingga kurang optimal pelaksanaannya.

Maka guru juga harus siap menggunakan teknologi sesuai dengan perkembangan zaman. Guru harus mampu membuat model dan strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakter siswa di sekolahnya. Penggunaan beberapa aplikasi pada pembelajaran daring sangat membantu guru dalam proses pembelajaran ini. Guru harus terbiasa mengajar dengan memanfaatkan media daring kompleks yang harus dikemas dengan efektif, mudah diakses, dan dipahami oleh siswa.

Dengan demikian guru dituntut mampu merancang dan mendesain pembelajaran daring yang ringan dan efektif, dengan memanfaatkan perangkat atau media daring yang tepat dan sesuai dengan materi yang diajarkan. Walaupun dengan pembelajaran daring akan memberikan kesempatan lebih luas dalam mengeksplorasi materi yang akan diajarkan, namun guru harus mampu memilih dan membatasi sejauh mana cakupan materinya dan aplikasi yang cocok pada materi dan metode belajar yang digunakan.

Hal yang paling sederhana dapat dilakukan oleh guru bisa dengan memanfaatkan WhatsApp Group. Aplikasi WhatsApp cocok digunakan bagi pelajar daring pemula, karena pengoperasiannya sangat simpel dan mudah diakses siswa. Sedangkan bagi pengajar online yang mempunyai semangat yang lebih, bisa menngkatkan kemampuannya dengan menggunakan berbagai aplikasi pembelajaran daring.

Kita semua berdoa dan terus bekerja agar pandemi covid-19 ini segera berlalu dan dapat kita atasi bersama. Terima kasih untuk pemerintah Indonesia bersama seluruh masyarakat untuk terus bergerak  mengatasi pandemic covid-19 ini agar kita semua boleh kembali belajar di sekolah dengan semangat yang baru dan cara pandang yang baru. Teruslah berinovasi-maju terus pendidikan Indonesia.

1. Latar Belakang

Sekolah merupakan salah satu media untuk membentuk karakter anak, karena sekolah merupakan satu-satunya lembaga yang terdekat dengan anak setelah keluarga. Mengapa karakter anak perlu dibentuk? Karena keberhasilan suatu bangsa dilihat dari etika dan moral anak-anak generasi penerusnya. Etika, moral, dan karakter merupakan salah satu indikasi penting untuk sebuah bangsa dapat dikatakan beradab. Hal ini ditunjukkan dengan cara seseorang mengambil keputusan, pola berpikir, kejujuran, dan bertanggung jawab atas apa yang diembannya. Maka dari itu, karakter perlu dibentuk sedini mungkin agar karakter baik tertanam dan mendarahdaging pada jiwa sang anak.

Kondisi yang ada di lapangan ternyata belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Ada sebagian siswa yang belum memiliki karakter baik yang ditunjukkan dengan sikapnya terhadap guru dan teman-temannya. Siswa tidak mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru, meremehkan dan bahkan menunjukkan ekspresi tersenyum yang terkesan menganggap tutur kata guru sebagai lelucon. Hal ini membuat beberapa pendidik geram, sehingga dengan terpaksa mengambil tindakan dengan mengeluarkan kata-kata yang keras tapi terkesan tegas. Selain itu, pemberian reward dan punishment juga dilakukan untuk menciptakan kedisiplinan. Menurut pendapat saya pribadi, hal ini justru dapat membuat si anak tidak tulus dalam melakukan segala hal, karena orientasinya adalah tentang perolehan reward dan punishment, bukan didasarkan atas ketulusan dari hati untuk melakukan segalanya secara sukarela.

Siswa-siswi SMP tergolong pada usia-usia remaja di mana ini adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, sehingga pada saat proses ini guru berperan penting untuk mengarahkan anak sesuai dengan kodrat dan keinginannya. Selain itu, pada masa ini, emosi seorang anak sedang berada pada titik labil sehingga dibutuhkan peran guru untuk memfasilitasi segala curahan tentang gejolak yang ada pada diri siswa agar anak merasa memiliki pegangan dan perlindungan pada saat melewati tahap-tahap menuju pendewasaan. Maka dari itu, seorang guru harus menjadi orang yang paling dekat dengan siswa dan mampu berbaur dengan semua siswa tanpa membeda-bedakan satu dengan lainnya.

Melihat kondisi di atas, maka diperlukan satu langkah tepat untuk membentuk budaya positif di kelas maupun di sekolah, yaitu dengan pembentukan kesepakatan kelas. Melalui kesepakatan kelas ini, siswa memulai kedisiplinannya dengan dimulai dari diri sendiri bersama-sama dengan teman-teman satu kelasnya. Jika kebiasaan baik ini diterapkan di kelas, maka tidak menutup kemungkinan akan terbawa pada kebiasaan di sekolah, bahkan di rumah dan masyarakat luas.

2. Deskripsi Aksi Nyata dan Alasan

Di saat pandemi seperti ini, ruang gerak kita sebagai guru serba terbatas sehingga diperlukan langkah-langkah tepat agar pembelajaran dapat tetap berjalan dan budaya positif tetap dapat terwujud. Karena adanya peraturan dari pemerintah yang melarang adanya pembelajaran tatap muka di sekolah guna mencegah penyebaran Covid-19, maka pembelajaran daring terpaksa dilaksanakan dengan segala keterbatasan yang ada. Pembelajaran tetap dapat dilakukan secara daring melalui digital tools seperti penggunaan Google Suite maupun aplikasi-aplikasi sederhana yang dapat mendukung aktivitas belajar siswa seperti Whatsapp. Begitupun dengan keberlangsungan penciptaan budaya positif, tetap dapat berjalan secara daring. Saya menggunakan aplikasi yang saat ini menjamur di kalangan masyarakat karena penggunaannya yang mudah, yaitu Whatsapp Group. Saya mengajak siswa-siswi untuk membuat kesepakatan kelas mengenai hal-hal yang harus dilakukan saat pembelajaran daring dilakukan selama masa Pandemi Covid-19 ini maupun pada saat pembelajaran luring. Saya menggali keinginan-keinginan siswa-siswi mengenai bagaimana kelas impian versi mereka. Kami bertanya jawab di Whatsapp Group tentang keluhan-keluhan mereka selama pembelajaran baik daring maupun luring. Misal, penggunaan kata-kata yang sopan pada saat pembelajaran, tidak dianjurkan mengirim gambar-gambar yang tidak berkaitan dengan materi pembelajaran, partisipasi aktif dari peserta didik pada saat bertanya jawab dengan guru, tidak mengumpat/mengejek atas jawaban teman yang dinilai masih belum tepat, masuk grup tepat waktu, dan sebagainya. Dari keluhan-keluhan itu kemudian saya ajak mereka berdiskusi mengenai apa yang melatarbelakangi permasalahan yang dihadapi. Lalu kami bersama-sama mencari solusi dari setiap permasalahan yang ada. Dari solusi-solusi itulah maka kami jadikan sebagai kesepakatan kelas dengan ditambahkan hal-hal lain yang dapat menciptakan pembelajaran dan kelas yang aktif dan konsdusif.

3. Hasil Aksi Nyata yang dilakukan

Dengan menerapkan kesepakatan kelas yang telah dibuat, terlihat ada perubahan meskipun tidak terlalu signifikan. Misal, siswa sudah dapat masuk grup kelas tepat waktu, hubungan yang semakin dekat antara guru dengan siswa di mana siswa dapat saling curah pendapat atas apa yang dihadapinya di kelas melalui chat pribadi Whatsapp, ada beberapa siswa yang awalnya tidak pernah aktif di kelas menjadi sedikit lebih aktif, serta munculnya respon positif berupa penggunaan kata-kata ajaib oleh siswa sebagai bentuk penghormatan kepada guru, seperti kata maaf, terima kasih, sama-sama, dan lain-lain.

4. Kegagalan dan Keberhasilan dari Pelaksanaan

Kegagalan yang terlihat dari penerapan kesepakatan kelas ini adalah tidak semua siswa mau melaksanakan ha-hal yang telah disepakati bersama dengan berbagai alasan. Mereka cenderung pasif pada saat mengikuti pembelajaran. Ketika saya mengirim pesan secara pribadipun, ada beberapa anak yang tidak merespon sama sekali, dan yang lainnya karena tidak memiliki paket internet atau kesulitan signal untuk mengikuti pembelajaran daring.

Keberhasilan yang dapat dilihat adalah beberapa siswa menunjukkan keaktifannya dan respon yang cukup positif selama mengikuti pembelajaran. Anak-anak ini adalah mereka yang setiap harinya aktif di kelas dan anak-anak yang rajin. Mereka lebih bersemangat lagi ketika kesepakatan kelas diberlakukan. Ada beberapa dari mereka yang mengirim pesan kepada saya untuk menanyakan materi yang belum dipahami. Dengan ini, hubungan yang dekat dapat terjalin antara siswa dengan guru dan guru di sini berperan sebagai teman mencari solusi di kala siswa mengalami kesulitan.

5. Rencana Perbaikan untuk Pelaksanaan di Masa Mendatang

Di masa yang akan datang, kesepakatan kelas yang ada akan saya perbaiki lagi setelah saya coba terapkan pada satu sampel kelas. Kemudian saya evaluasi hal-hal apa saja yang perlu diubah, dikurangi, ditambahkan, dan diperbaiki sesuai dengan kondisi kelas. Setelah dirasa baik, maka akan saya terapkan pada kelas lain sesuai dengan kondisi masing-masing kelas, karena tentunya setiap kelas memiliki kondisi yang tidak sama. Jika keberhasilan sudah dapat terlihat pada semua kelas, maka kesepakatan kelas ini akan saya imbaskan kepada guru mapel lain agar dapat dijadikan inspirasi dan harapannya ada ide lain dan inovasi dari semua guru mapel tentang program kesepakatan kelas ini, sehigga nantinya dapat dijadikan sebagai program sekolah dan budaya positif dapat tercipta melalui penerapan disiplin positif yang didukung dan dilaksanakan oleh semua warga sekolah.