Higher Order of Thinking Skill (HOTS) adalah kemampuan berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan berpikir kreatif. Terdapat cara untuk melatih peserta didik dalam HOTS pada Kurikulum 2013, antara lain sebagai berikut: 1) Membuat Mind Map/PetaKonsep. 2) Mengajukan pertanyaan. 3) Menyusun Catatan Harian. 4) Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi. 5) Menggunakan Analogi. 6)Eksperimen Berbasis Inkuiri. 7) Metode Proyek. Show
Karakteristik pembelajaran pada HOTS (Higher Order of Thinking Skill) yaitu: 1) Berfokus pada pertanyaan. 2) Menganalisis/menilai argumen dan data. 3) Mendefinisikan konsep. 4) Menentukan kesimpulan. 5) Menggunakan analisis logis. 6) Memproses dan menerapkan informasi.7) Menggunakan informasi untuk memecahkan masalah Pada pembelajaran HOTS, siswa didorong untuk untuk berpikir kritis dan dan menyelesaikan masalah melalui pengerjaan tugas atau projek. Guru memberikan rangsangan atau stimulant yang agar siswa terangsang untuk berpikir, menyampaikan tanggapan, ide, atau bahkan solusi yang dari rangsangan yang diberikan. Rangsangan bisa dalam bentuk sebuah kasus yang diambil dari berita, kisah yang dibuat oleh guru, atau fenomena yang sedang terjadi di masyarakat. Penerapan Pembelajaran HOTS1. Penyusunan RPP Berbasis Pembelajaran HOTSSebelum menerapkan pembelajaran HOTS, terlebih dahulu guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang akan mengimplementasikan HOTS. Kata-kata Operasional (KKO) yang tercantum pada Indikator Ketercapaian Kompetensi (IPK) perlu dicantumkan hal yang menghasilkan kompetensi siswa pada ranah C-4, C5, atau C-6. Walau demikian, tidak setiap Kompetensi Dasar (KD) dapat dijadikan sebagai HOTS. Kalau dipaksakan menjadi HOTS, disamping menjadi rancu, juga akan mempersulit guru dalam pembelajaran dan mengukur hasil belajarnya. 2. Merancang Penilaian Terukur Dengan Soal Model HOTSPembelajaran yang HOTS ditindaklanjuti dengan penilaian HOTS. Soal-soal yang diberikan harus mengukur ketercapaian siswa pada ranah C-4, C-5, dan C-6, disesuaikan dengan KKO yang telah ditetapkan pada RPP. Instrumen test yang digunakan bisa dalam bentuk soal Pilihan Ganda (PG) atau uraian. Berdasarkan kepada hal tersebut, maka guru harus banyak membiasakan soal-soal HOTS kepada siswa, agar siswa terbiasa mengasah nalar, meningkatkan kemampuan berpikir kritis, analitis, dan solutif. Soal model HOTS ini mengajak para peserta didik untuk kritis dan berpikir secara rasional agar dapat menyelesaikan suatu persoalan. Masalahnya, level belajar yang dilakukan oleh kebanyakan siswa di Indonesia selama ini hanya berada pada tahap mengingat, memahami, dan mengaplikasikan. Tak heran bila penerapan soal model HOTS dinilai cukup menyulitkan. Karena dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi, melalui soal model HOTS, siswa bisa berlatih untuk mengembangkan daya nalar mereka. Selain itu, soal model HOTS juga bisa mendorong siswa untuk memahami konsep keilmuan yang mereka terima selama proses belajar. Baca Juga: Pentingnya Inovasi Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal Karena dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi, melalui soal model HOTS, siswa bisa berlatih untuk mengembangkan daya nalar mereka. Selain itu, soal model HOTS juga bisa mendorong siswa untuk memahami konsep keilmuan yang mereka terima selama proses belajar. 3. Menentukan Model PembelajaranModel-Model Pembelajaran HOTS (High Order Thinking Skill) Implementasi Kurikulum 2013 menurut Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses menggunakan 3 (tiga) model pembelajaran yangdiharapkan dapat membentuk perilaku saintifik, sosial serta mengembangkan rasa keingintahuan. Ketiga model tersebut adalah: 1) model Pembelajaran Melalui Penyingkapan/Penemuan (Discovery/Inquiry Learning). 2) model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based Learning/PBL). 3) model Pembelajaran Berbasis Projek (Project- based Learning/PJBL).
Pada awal tahun 1950-an dalam Konferensi Asosiasi Psikolog Amerika, Bloom dan kawan-kawan mengemukakan bahwa dari evaluasi hasil belajar yang banyak disusun di sekolah, ternyata persentase terbanyak butir soal yang diajukan hanya meminta siswa untuk mengutarakan hafalan mereka saja. Padahal, menurut Bloom, hafalan merupakan tingkat terendah dalam kemampuan berpikir. Masih banyak tingkat berpikir lebih tinggi lainnya yang harus dicapai agar proses pembelajaran dapat menghasilkan peserta didik yang kompeten. Akhirnya pada tahun 1956, Bloom, Englehart, Furst, Hill dan Krathwohl berhasil mengenalkan kerangka konsep kemampuan berpikir yang dinamakan Taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom adalah struktur hierarki yang mengidentifikasikan kemampuan kognitif mulai dari tingkat yang paling rendah hingga yang paling tinggi. Melalui taksonomi atau hierarki kemampuan berpikir ini pula, Higher Order Thinking Skill (HOTS) atau kemampuan berpikir tingkat tinggi lahir untuk menjawab keprihatinan Bloom dan kawan-kawan. HOTS pertama kali dikemukakan Susan M Brookhart (penulis & profesor), Ia mendefinisikan model HOTS ini sebagai metode untuk transfer pengetahuan, berpikir kritis, dan memecahkan masalah (Brookhart dalam Sofyan, 2019, hlm.3). Namun demikian, HOTS bukan sekedar model soal saja, akan tetapi mencakup model pembelajaran pula. Pada konsepsi HOTS, model pembelajaran harus mencangkup kemampuan berpikir, contoh, pengaplikasian pemikiran dan diadaptasikan dengan kebutuhan sisiwa yang berbeda-beda. Terdapat pula model penilaian dari HOTS yang mengharuskan siswa tidak familiar dengan tugas atau pertanyaan yang diberikan. Hal tersebut dimaksudkan agar siswa menggunakan kemampuan berpikir tingkat tinggi untuk menyelesaikannya. HOTS merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dibutuhkan untuk menyongsong kompetensi abad-21. HOTS bertujuan mempersiapkan masyarakat memasuki abad ke-21 (Colins dalam Sofyan, 2019, hlm. 4). Untuk lebih jelasnya, berikut adalah berbagai materi uraian mengenai Higher Order Thinking Skill (HOTS) atau kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pengertian HOTSMenurut Sani (2019, hlm. 2) Higher Order Thinking Skill (HOTS) atau kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan berpikir strategis untuk menggunakan informasi dalam menyelesaikan masalah, menganalisa argumen, negosiasi isu, atau membuat prediksi. Sementara itu Stein & Lane (dalam Ayuningtyas & Rahaju, 2017) mengemukakan bahwa higher order thinking skill adalah pemikiran kompleks yang tidak memiliki algoritma untuk menyelesaikannya, tidak dapat diprediksi, serta hanya dapat diselesaikan menggunakan pendekatan yang berbeda dengan pertanyaan atau tugas yang telah ada dan berbeda dengan contoh-contoh yang telah diberikan. Selanjutnya menurut Resnick (1987) Higher Order Thinking Skill adalah proses kompleks dalam menguraikan materi, membuat kesimpulan, membangun representasi, menganalisis, dan membangun hubungan dengan melibatkan aktivitas mental yang paling dasar. Menurut Lewis & Smith (dalam Sani, 2019, hlm.2) berpikir tingkat tinggi akan terjadi jika seseorang memiliki informasi yang disimpan dalam ingatan dan memperoleh informasi baru, kemudian menghubungkan dan menyusun dan mengembangkan informasi tersebut untuk mencapai suatu tujuan atau memperoleh jawaban solusi yang mungkin untuk suatu situasi yang membingungkan dan keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) mencakup berpikir kritis, berpikir kreatif, problem solving, dan membuat keputusan. Dapat disimpulkan bahwa pengertian Higher Order Thinking Skill adalah kemampuan berpikir tingkat yang kompleks untuk menguraikan, menyimpulkan, menganalisis, dan kemampuan berpikir tingkat tinggi lainnya untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang tidak memiliki algoritma, tidak dapat diprediksi, serta hanya dapat diselesaikan menggunakan pendekatan berbeda dari berbagai permasalahan dan contoh yang telah ada. Indikator Kognitif HOTSLalu bagaimana kita dapat mengetahui sejauh mana kemampuan berpikir strategis atau pemikiran kompleks yang tidak memiliki algoritma tersebut dapat dikategorikan sebagai HOTS? Saputra (2016, hlm. 91) mengemukakan bahwa Higher Order Thinking Skills merupakan suatu proses berpikir peserta didik dalam level kognitif yang lebih tinggi yang dikembangkan dari berbagai konsep dan metode kognitif dan taksonomi pembelajaran seperti metode problem solving, taksonomi Bloom, dan taksonomi pembelajaran, pengajaran, dan penilaian (Saputra, 2016, hlm. 91). Taksonomi Bloom adalah kerangka konsep untuk mengidentifikasi kemampuan berpikir mulai dari tingkat yang paling rendah hingga yang paling tinggi. Menurut Bloom, keterampilan kognitif dibagi menjadi dua bagian. Pertama adalah keterampilan berpikir tingkat rendah yang meliputi:
Kedua, keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah:
*keterangan: C untuk cognitive atau kognitif. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa indikator untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah C4-C6 atau menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Saat kita melakukan analisis, evaluasi, atau mencipta, maka kita tengah melakukan kegiatan berpikir tingkat tinggi atau HOTS. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Krathwohl (2002) dalam A revision of Bloom’s Taxonomy, yang menyatakan bahwa indikator untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi:
Kita juga dapat menemukan bahwa pembagian aspek pengetahuan serupa tercantum pada Permendikbud no. 22 tahun 2016 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah yang menyatakan bahwa penilaian aspek pengetahuan terbagi menjadi 5 level, yaitu: mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi. LOTS dan HOTSSelanjutnya kemampuan berpikir tingkat rendah dikenal sebagai LOTS atau Lower Order Thinking Skill, dan kemampuan berpikir tingkat tinggi tentunya disebut sebagai HOTS (Higher Order Thinking Skill). Berikut adalah deskripsi perbandingan keterampilan antara LOTS dan HOTS.
Karakteristik/Ciri HOTSSelain melalui indikatornya, kita juga dapat mengenali HOTS melalui karakteristik atau cirinya. Menurut Resnick (dalam Ayuningtyas & Rahaju, 2017) karakteristik atau ciri dari HOTS adalah sebagai berikut.
Format Soal HOTSTes berpikir tingkat tinggi (HOTS) berdasarkan Taksnomi Bloom setelah revisi merupakan soal-soal yang mencakup C4 (soal menganalisis), C5 (soal evaluasi), C6 (soal mengkreasi). Arikunto (dalam Ningsih & Annajmi, 2020, hlm. 5) menguraikan ketiga tipe soal tersebut adalah sebagai berikut.
Terdapat tiga format item dalam pengujian HOTS, format tersebut adalah:
Kata Kerja Operasional HOTSTentunya untuk membuat indikator kompetensi yang berlandaskan HOTS, kita harus menggunakan kata kerja operasional (kata kerja yang dapat diukur) yang sesuai. Beberapa kata kerja atau KKO yang biasa digunakan untuk menjadi indikator HOTS meliputi: menguraikan, mengorganisir, membandingkan, menyusun hipotesis, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, menyimpulkan, merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan, memperbaharui, menyempurnakan, memperkuat, memperindah, dan menggubah (Tim Kemdikbud, 2019, hlm. 47). Contoh soal-soal HOTS dapat dilihat pada artikel di bawah ini.
Referensi
|