Apa maksud ara gan di stockbit

Lihat Foto

PIXABAY/STOCKSNAP

Ilustrasi saham, pergerakan saham. portofolio adalah, apa itu portofolio, arti portofolio.


JAKARTA, KOMPAS.com - Istilah auto reject, ARA, atau ARB pasti tak asing bagi para investor saham.

Atau, bagi Anda yang baru memulai mencicipi investasi di salah satu instrumen investasi ini, akan kerap mendengar ungkapan seperti 'Aduh, sahamnya kena ARB,' atau 'Asyik, sahamnya ARA'.

Istilah tersebut mungkin masih sangat asing, namun investor pemula akan kian sering mendengar istilah tersebut di dunia trading saham atau investasi saham.

Lalu, apa itu auto reject saham? Apa itu ARA dan ARB? Apa perbedaan keduanya?

Baca juga: Saham Bukalapak ARA Lagi, Ini Prediksi Analis untuk BUKA

Pada dasarnya, harga saham sangat mudah bergerak naik, turun, atau tak bergerak sama sekali karena transaksi yang terjadi di pasar saham.

Namun, apakah kemudian harga saham bisa bergerak tidak terkendali di dalam satu hari perdagangan saham?

Dikutip dari laman resmi Bursa Efek Indonesia (BEI), idx.co.id, auto reject saham atau auto rejection adalah batasan maksimum atau minimum kenaikan dan penurunan harga saham dalam satu hari perdagangan bursa.

Mekanisme auto rejection ini diberlakukan untuk melindungi investor dari fluktuasi harga saham yang terlalu tinggi.

Auto Reject Atas (ARA)

Auto Reject Atas atau ARA adalah batasan maksimum kenaikan harga sebuah saham dalam satu hari. Batas kenaikan harga tersebut dinyatakan dalam persentase. Sistem auto rejection sedniri telah diatur dalam Jakarta Automated Trading System (JATS) NEXT-G.

Baca juga: Minat Beli Saham Bukalapak, Jangan Lupa Pelajari Laporan Keuangannya

BEI telah menentukan batasan ARA sesuai dengan Keputusan Direksi Nomor Kep-00023/BEI/03-2020.

Besaran ARA tergantung pada harga acuan saham yang telah dimasukkan anggota bursa di dalam sistem HATS NEXT-G tersebut.

Untuk harga acuan Rp 50 sampai dengan Rp 200, ARA terjadi bila kenaikan harga saham di atas 35 persen, untuk harga Rp 200 sampai dengan Rp 5.000 sebesar 25 persen, dan untuk harga di atas Rp 5.000 20 persen.

Sebagai contoh, harga saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) yang melesat hingga 24,71 persen dari Rp 850 mennjadi Rp 1.060 per saham pada perdagangan hari pertama, Jumat (6/8/2021) lalu.

Transaksi untuk saham Bukalapak pada perdagangan hari pertama sebanyak 4.293 kali dengan nilai transaksi yang diperoleh sebesar Rp 555,59 miliar dari 524 juta lembar saham yang diperdagangkan.

Home Market Berita Market

Jakarta, CNBC Indonesia- Pasar saham domestik sempat heboh dengan ramainya respons investor ritel terhadap kejatuhan harga PT Bukalapak.com Tbk(BUKA), pada perdagangan Selasa lalu (10/8/2021), sebelum libur 1 Muharram Rabu kemarin (11/8).

Data BEI mencatat, harga saham BUKA ambles dan menyentuh auto reject bawah (ARB) alias turun 6,76% ke harga Rp 1.035/saham. Penurunan ini terjadi pada hari ketiga saham ini diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Lebih mengejutkan lagi, antrian jualan BUKA di level ARB mencapai 6,4 juta lot atau setara dengan Rp 661 miliar. Bahkan tercatat antrean jualan (offer) BUKA di seluruh harga menembus angka 7 juta lot.

Padahal, pada hari pertama perdagangannya, pada Jumat (6/8/2021) saham BUKA mencapai harga auto reject atas (ARA) dengan kenaikan 24,71% ke harga Rp 1.060 dari harga pembukaannya di Rp 850/saham dengan antrian beli yang sempat menembus angka 25 juta lot.

Kemudian, pada perdagangan hari kedua juga sempat mengalami ARA namun aksi jual yang cukup besar terjadi sepanjang perdagangan. Sehingga saham ini harus berpuas untuk finis pada posisi apresiasi 4,72% di Rp 1.110/saham.

Harga saham yang turun ini membuat investor ritel tak puas, bahkan mengamuk karena merasa telah rugi membeli sahamnya.

Kekecewaan ini diungkapkan para investor melalui pemberian rating dan komentar aplikasi Bukalapak di Playstore.

Akun Android Burhani Sulthon memberikan rating 1 bintang dan komentar, "Salam nyangkut ARB, kalo udah ARA ane kasih 5, Gan... Trims."

Komentar lainnya dari akun Indra, "ARB, beli auto rugi."

Rating bintang satu lainnya juga diberikan oleh akun Naufal Dwinanda yang ikut berkomentar, "Segini dulu sebanding lurus dengan harga BUKA."

Lalu ada yang berkomentar cukup panjang menyebut bahwa dirinya susah untuk mendapatkan penjatahan saham ini underwriternya kata akun Richard Sanjaya.

"Saya turut prihatin kepada ritel yg nyangkut di harga ARA (karena hari pertama kebanyakan ritel pasti ga kebagian beli, terutama YP PD CC). Saya sendiri sudah lepas ini saham di hari pertama (takut mau hold karena melihat gelagat pre-IPO nya!!). Tapi saya jujur kaget, di hari pertama sejak IPO, $BUKA sudah diguyur habis2an oleh ASING (dan imbasnya hari ke 2 memakan KORBAN ritel yang antri pada harga ARA). Prediksi saya bahwa ini adalah 'EXIT PLAN' dari para investor 'Lama' LupaBapak #UNINSTALL," kata dia.

Komentar ini ditanggapi oleh akun Bukalapak, "Hi Kak, terima kasih atas perhatiannya terhadap Bukalapak. Sebagai informasi, transaksi saham Bukalapak di bursa saham, setelah melakukan listing murni merupakan mekanisme pasar, ya. Terima kasih :)."

Namun komentar ini tak sepenuhnya negatif. Salah satu akun Julianto Salim mengatakan bahwa pemberian rating dan harga saham sama sekali tidak berhubungan sehingga komentar-komentar ini tidak relevan dengan performa aplikasi.

"Pada bocil ya baru terjun di saham. Rugi itu masalah mekanisme pasar. Kenapa rating di Playstore? Playstore itu untuk ngerating apps-nya bagus ga, ada kendala ga pas penggunaannya. Lu yang pencet beli di haka [hajar kanan] malah lu rating di sini. Logikanya tolong dipake minimal 1% aja kangan 0%. Keliatan bodohnya," kata dia.

Komentar senada lainnya disampaikan oleh akun Nur Akhlish. "Nyangkut di saham pada teriak di sini. Emang Bukalapak nyuruh lu beli sahamnya?? Dasar bodoh. Kalo mau untung ngga mau rugi jangan beli saham, masukin celegan aja. Lot ngga seberapa banyak tingkah. Tetap bintang 5 buat Bukalapak," katanya.

NEXT: Investor Ritel Harus Bagaimana?

Telan 'Korban' Para Ritel, Investor Kudu Piye nih?


BACA HALAMAN BERIKUTNYA

TAG: ihsg saham bukalapak bukalapak.com fomo investor ritel

Home Market Berita Market

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak Jumat (6/8), atau 5 hari perdagangan, saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) masih menguat 12,35% di level Rp 955/saham pada penutupan perdagangan Jumat (13/8), dari harga penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) Rp 850/saham.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham BUKA ditutup turun 1,04% di Rp 955/saham, dengan nilai transaksi saham harian menembus Rp 3,15 triliun dan volume perdagangan 3,24 miliar saham.

Investor asing masuk sebesar Rp 310 miliar pada Jumat lalu, kendati dalam sepekan perdagangan terakhir asing masih melego saham ini alias net sell Rp 1,58 triliun di pasar reguler.

Sebagai informasi, laju saham BUKA memang menjadi perhatian pasar mengingat BUKA adalah emiten dengan raihan dana IPO terbesar sepanjang sejarah BEI yakni Rp 22 triliun.

Sebab itu, ketika sahamnya dalam 2 hari terakhir menyentuh auto reject bawah (ARB) 7% yakni Kamis 12 Agustus (minus 6,76%) di Rp 965 dan Selasa 10 Agustus (minus 6,76%), pelaku pasar terutama investor ritel pun bereaksi keras.

Padahal, pada hari pertama perdagangannya, pada Jumat (6/8) saham BUKA terbang mencapai harga auto reject atas (ARA) dengan kenaikan 24,71% ke harga Rp 1.060/saham dari harga pembukaannya di Rp 850/saham dengan antrean beli yang sempat menembus angka 25 juta lot.

Kemudian, pada perdagangan hari kedua juga sempat mengalami ARA namun aksi jual yang cukup besar terjadi sepanjang perdagangan, sehingga saham ini harus berpuas untuk finis pada posisi apresiasi 4,72% di Rp 1.110/saham.

Dengan koreksi pada perdagangan hari Jumat, maka apabila investor membeli saham di level ARA pada hari kedua yakni di harga Rp 1.325/unit artinya sang investor sudah merugi 28%.

Apabila Anda berinvestasi di BUKA di harga pucuk senilai Rp 100 juta, maka Anda harus menerima kenyataan pahit merugi floating loss Rp 28 juta.

Harga saham yang turun ini membuat investor ritel yang 'tersangkut' dan terlanjur membeli di harga atas tak puas, bahkan mengamuk karena merasa telah rugi membeli sahamnya.

Kekecewaan ini diungkapkan para investor melalui pemberian rating dan komentar aplikasi Bukalapak di Playstore.

Akun Android Burhani Sulthon memberikanrating1 bintang dan komentar, "Salam nyangkut ARB, kalo udah ARA ane kasih 5, Gan... Trims."

Komentar lainnya dari akun Indra, "ARB, beli auto rugi."

Rating bintang satu lainnya juga diberikan oleh akun Naufal Dwinanda yang ikut berkomentar, "segini dulu sebanding lurus dengan harga BUKA."

Komentar ini ditanggapi oleh akun Bukalapak, "Hi Kak, terima kasih atas perhatiannya terhadap Bukalapak. Sebagai informasi, transaksi saham Bukalapak di bursa saham, setelah melakukan listing murni merupakan mekanisme pasar, ya. Terima kasih :)."

Namun komentar ini tak sepenuhnya negatif. Salah satu akun Julianto Salim mengatakan bahwa pemberian rating dan harga saham sama sekali tidak berhubungan sehingga komentar-komentar ini tidak relevan dengan performa aplikasi.

"Pada bocil ya baru terjun di saham. Rugi itu masalah mekanisme pasar. Kenapa rating di Playstore? Playstore itu untuk ngerating apps-nya bagus ga, ada kendala ga pas penggunaannya. Lu yang pencet beli di haka [hajar kanan] malah lu rating di sini. Logikanya tolong dipake minimal 1% aja kangan 0%. Keliatan bodohnya," kata dia.

Komentar senada lainnya disampaikan oleh akun Nur Akhlish.

"Nyangkut di saham pada teriak di sini. Emang Bukalapak nyuruh lu beli sahamnya?? Dasar bodoh. Kalo mau untung ngga mau rugi jangan beli saham, masukin celegan aja. Lot ngga seberapa banyak tingkah. Tetap bintang 5 buat Bukalapak," katanya.

Broker yang jual

Tim Riset CNBC Indonesia menilai, ambruknya saham Bukalapak tergolong wajar mengingat aksi jual asing yang sangat masif sejak emiten teknologi ini melantai membuat investor lokal tak berkutik.

Sejak awal 'manggung' alias IPO, asing telah melakukan net sell dengan total Rp 1,71 triliun di seluruh pasar (di pasar reguler Rp 1,58 triliun).

Tercatat broker PT Citigroup Sekuritas (CG) menjadi pelaku utama penjualan bersih saham di mana sejak Bukalapak melantai Jumat pekan sebelumnya, CG sudah menjual bersih saham buka sebanyak 9,75 juta lot (setara 975 juta saham, 1 lot isi 100 saham) di harga rata-rata penjualan Rp 1.133/unit.

Mengingat Citigroup bukan merupakan underwriter saham BUKA yang mendapatkan jatah mayoritas saham yang diterbitkan saat IPO.

Kemungkinan besar CG merupakan investor lama yang masuk sebelum IPO di mana terdapat 10% saham para investor lama yang tidak dikunci menurut prospektus yang diterbitkan oleh Bukalapak.

Memang ada kemungkinan bahwa sang investor yang menggunakan broker CG melakukan pembelian saham dari lead underwriter dan kemudian memindahkanya ke broker CG melalui jalur belakang alias backdoor.

Akan tetapi hal ini tidak lumrah terjadi mengingat, broker lead underwriter yang memberikan jatah saham kepada sang investor tentu saja berekspektasi bahwa sang investor akan melakukan transaksi di broker tersebut.

Dengan demikian, sang broker akan menerima keuntungan brokerage fee sebagai tambahan 'cuan' selain allotment fee karena telah memberikan jatah saham BUKA ke investor tersebut.

Maka dari itu kemungkinan besar investor yang menggunakan broker CG bukanlah investor yang masuk saat penawaran perdana namun merupakan investor lama saham Bukalapak yang sudah masuk sebelum perseroan melantai.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(tas/tas)

TAG: bukalapak bukalapak.com ipo net sell asing saham

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA