Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan bebas?

Gaya kepemimpinan otoriter rasanya sudah tidak lagi diperlukan di tengah perubahan zaman yang lebih menuntut pada demokrasi dan transparansi informasi. Seperti diketahui, gaya kepemimpinan tertua di dunia ini juga dikenal sebagai kediktatoran. Sebuah gaya kepemimpinan yang memiliki image buruk, bukan?

Namun, terlepas dari itu, kepemimpinan otoriter dinilai baik untuk dilakukan dalam situasi tertentu. Beberapa tokoh dunia juga tercatat pernah memimpin dengan gaya otoriter ini.

Mengutip dari beberapa sumber, berikut penjelasan lebih lengkap mengenai gaya kepemimpinan otoriter beserta karakteristik dan pro-kontra di dalamnya.

Pengertian Gaya Kepemimpinan Otoriter

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menerjemahkan otoriter sebagai tindakan yang berkuasa sendiri atau sewenang-wenang. Dengan kata lain, kepemimpinan otoriter diartikan dengan gaya kepemimpinan yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan diambil oleh pimpinan secara penuh.

Pemimpin otoriter memandang kesuksesan berasal dari diri mereka sendiri. Mereka menganggap diri merekalah yang paling pintar dan paling mengerti, sehingga mereka tidak suka apabila ada pihak yang memberi masukan atau kritik.

Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang penuh oleh pemimpin, sementara bawahan dipaksa untuk patuh melaksanakan segala tugas yang diberikan.

Beberapa tokoh dunia yang pernah memimpin dengan gaya otoriter ini dengan segala kontroversinya yaitu Benito Mussolini, Adolf Hitler, Donald Trump, hingga Rodrigo Dutert.

Baca juga: Bagaimana Cara Menjadi Pemimpin yang Efektif? Berikut Tipsnya

Karakteristik Kepemimpinan Otoriter

Nyatanya, kepemimpinan otoriter masih diterapkan hingga saat ini, entah dalam lingkup negara, organisasi, atau perusahaan. Dalam hal ini, akan disebutkan beberapa karakteristik gaya kepemimpinan otoriter yang mungkin Anda temui di sekitar lingkungan Anda, yang meliputi:

  1. Visi, tujuan, dan tugas dijabarkan secara jelas dan tidak menerima adanya penyimpangan
  2. Pemimpin mengarahkan dan memberi mandat terkait semua metode, kebijakan, dan prosedur yang ada
  3. Sosok pemimpin membuat semua keputusan, baik keputusan kecil maupun besar
  4. Tidak meminta atau menerima masukan dari orang lain dalam pengambilan keputusan
  5. Bawahan atau anggota kelompok jarang dipercaya untuk membuat keputusan ataupun mengerjakan tugas penting
  6. Pekerjaan cenderung sangat terstruktur dan kaku
  7. Kreativitas dan pemikiran out of the box tidak didukung
  8. Pemimpin berorientasi pada hasil dari tugas yang diberikan
  9. Pemimpin mengawasi secara ketat setiap waktu

Baca juga: 10 Ciri-ciri Kepemimpinan yang Baik, Wajib Diketahui!

Pro-Kontra Kepemimpinan Otoriter

Meski dianggap negatif, gaya kepemimpinan ini bisa digunakan dan dianggap efektif dalam situasi tertentu yang bersifat darurat. Di mana dalam situasi tersebut dibutuhkan keputusan atau perubahan yang cepat. Lebih jelas lagi, berikut beberapa sisi positif dari penerapan gaya kepemimpinan otoriter.

  1. Lingkungan otoriter memungkinkan pengambilan keputusan yang cepat, terutama dalam situasi penuh tekanan dan keterbatasan waktu. Anggota tim juga dapat berkonsentrasi pada tugas masing-masing tanpa harus berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang kompleks.
  2. Kepemimpinan otoriter juga dapat bermanfaat apabila bawahan kurang terampil dan berpengetahuan.
  3. Lingkungan otoriter menawarkan organisasi dan rantai komando yang terstruktur karena instruksi yang bersifat satu arah. Anggota memiliki tugas, target, dan tenggat waktu yang jelas.
  4. Hasil yang ditunjukkan lebih konsisten dan terukur.

Sebagaimana kita tahu, gaya kepemimpinan ini memiliki beberapa kelemahan atau sisi kontra, seperti:

  1. Gaya kepemimpinan ini memunculkan resistensi di antara anggota. Kebencian atau pembalasan dapat muncul dan menciptakan ketidakstabilan di dalam organisasi.
  2. Tekanan tinggi, rasa frustasi, dan kehilangan semangat serta produktivitas cenderung dirasakan oleh para bawahan. Orang cenderung lebih bahagia dan semangat bekerja apabila dipercaya untuk terlibat dan berkontribusi di dalam sebuah kelompok. Yang mana hal ini tidak terjadi dalam lingkungan otoriter yang menekankan kepatuhan mutlak.
  3. Organisasi tidak memiliki keterampilan pemecahan masalah yang kreatif.
  4. Kesuksesan organisasi tergantung pada kemampuan pemimpin. Tidak akan menjadi masalah apabila pemimpin memiliki kemampuan mumpuni. Lain halnya apabila tidak memilkinya, yang hanya akan menghasilkan kegagalan organisasi dan penderitaan bawahan.
  5. Tingkat turnover yang tinggi. Karyawan cenderung tidak betah dan memutuskan keluar untuk menemukan kesempatan yang lebih baik. Mereka akan mencari lingkungan yang lebih menghargai dan memberdayakan mereka.

Baca juga: Kepemimpinan Informal: Pengertian dan Cara Menjadi Pemimpin Informal

Kesimpulan

Kepemimpinan otoriter merupakan kepemimpinan yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan berada di tangan pemimpin secara penuh. Keputusan pemimpin dianggap paling benar dan bawahan hanya menjalankan tugas yang diberikan secara patuh.

Gaya kepemimpinan ini nyatanya masih diterapkan di beberapa perusahaan atau organisasi, meski banyak menimbulkan kontroversi dan resistensi di antara anggota.

Meski begitu, kepemimpinan otoriter dianggap masih memiliki sisi positif atau kelebihan, yang umumnya ditunjukkan ketika dihadapkan dengan situasi tertentu yang membutuhkan pengambilan keputusan secara cepat tanpa adanya distraksi dari pihak manapun. Adapun gaya kepemimpinan ini biasanya menawarkan hasil yang lebih konsisten dan teratur.

Di saat yang sama, kepemimpinan ini jelas memiliki kekurangan yang apabila dibiarkan terus-menerus akan menimbulkan kegagalan organisasi atau bisnis.

Sama halnya dengan pengelolaan keuangan yang buruk, yang bisa mengantarkan pada kegagalan finansial. Baik perorangan maupun pebisnis, keduanya membutuhkan manajemen keuangan yang akurat, cepat, dan otomatis. Sebagaimana yang ditawarkan oleh Accurate Online.

Accurate Online merupakan software akuntansi dan bisnis yang menyediakan lebih dari 200 jenis laporan keuangan dan bisnis yang bisa diakses kapan saja dan dimana saja. Berbagai fitur dan keunggulan juga tersedia di dalamnya, yang terbukti mampu mengantarkan pebinsis mencapai kesuksesannya.

Jika Anda tertarik untuk mencoba Accurate Online secara gratis selama 30 hari, silahkan klik tautan gambar di bawah ini.

Pemimpin bertipe laissez faire menghendaki semua komponen pelaku pendidikan menjalankan tugasnya dengan bebas. Oleh karena itu tipe kepemimpinan bebas merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan diserahkan pada bawahan. Karena arti lassez sendiri secara harfiah adalah mengizinkan dan faire adalah bebas. Jadi pengertian laissez-faire adalah memberikan kepada orang lain dengan prinsip kebebasan, termasuk bawahan untuk melaksanakan tugasnya dengan bebas sesuai dengan kehendak bawahan dan tipe ini dapat dilaksanakan di sekolah yang memang benar–benar mempunyai sumber daya manusia maupun alamnya dengan baik dan mampu merancang semua kebutuhan sekolah dengan mandiri. Pemimpin laissez-faire merupakan kebalikan dari kepemimpinan otokratis, dan sering disebut liberal, karena ia memberikan banyak kebebasan kepada para tenaga pendidikan untuk mengambil langkah-langkah sendiri alam menghadapi sesuatu. Jika pemimpin otokratis mendominasi, maka tipe pemimpin laissez-faire ini menyerahkan persoalan sepenuhnya pada anggota. Pada tipe kepemimpinan laissez faire ini sang pemimpin praktis tidak memimpin, sebab ia membiarkan kelompoknya berbuat semau sendiri. Dalam rapat sekolah, kepala sekolah menyerahkan segala sesuatu kepada para tenaga kependidikan, baik penentuan tujuan, prosedur pelaksanaan, kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan, serta sarana dan prasarana yang akan digunakan. Kepala sekolah bersifat pasif, tidas ikut terlibat langsung dengan tenaga pendidikan, dan tidak mengambil inisiatif apapun. Kepala sekolah yang memiliki laissez-faire biasanya memposisikan diri sebagai penonton, meskipun ia berada ditengah-tengah para tenaga pendidikan dalam rapat sekolah, karena ia menganggap pemimpin jangan terlalu banyak mengemukakan pendapat, agar tidak mengurangi hak dan kebebasan anggota. Dalam suasana kerja yang dihasilkan oleh kepemimpinan pendidikan semacam itu, tidak dapat dihindarkan timbulnya berbagai masalah, misalnya berupa konflik-konflik kesimpang siuran kerja dan kesewenang-wenangan oleh karena masing-masing individu mempunyai kehendak yang berbeda-beda menuntut untuk dilaksanakan sehingga akibatnya masing-masing adu argumentasi, adu kekuasaan dan adu kekuatan serta persaingan yang kurang sehat diantara anggota disamping itu karena pemimpin sama sekali tidak berperan menyatukan, mengarahkan, mengkoordinir serta menggerakkan anggotanya. Adapun ciri-ciri khusus gaya kepemimpinan laissez faire yaitu: a) Pemimpin memberikan kebebasan penuh dalam mengambil keputusan baik secara kelompok atau individual dengan minimum partisipasi pemimpin bahkan terkesan acuh tak acuh. b) Pemimpin memberikan kebebasan mutlak kepada stafnya dalam menentukan segala sesuatu yang berguna bagi kemajuan organisasinya tanpa bimbingan darinya c) Pemimpin tidak berpartisipasi sama sekali dalam organisasi yang dipimpinnya. d) Pemimpin memberikan komentar spontan atas aktivitas-aktivitas anggota dan ia tidak berusaha sama sekali untuk menilai atau tidak melakukan evaluasi terhadap kinerja guru. Beberapa sebab timbulnya “laissez faire” dalam kepemimpinan pendidikan indonesia antara lain:

  1. Karena kurangnya semangat dan kegairahan kerja pemimpin sebagai penanggung jawab utama dari pada sukses tidaknya kegiatan kerja suatu lembaga
  2. Karena kurangnya kemampuan dan kecakapan pemimpin itu sendiri. Apalagi jika ada bawahan yang lebih cakap, lebih berbakat memimpin dari pada dirinya, sehingga si pemimpin cenderung memilih alternative yang paling aman bagi dirinya dan prestise jabatan menurut anggapannya, yaitu dengan memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada setiap anggota staf, kepada kelompok sebagai satu kesatuan, untuk menetapkan “policy” dan program serta cara-cara kerja menurut konsepsi masing-masing yang dianggap baik dan tepat oleh mereka sendiri.
  3. Masalah sulitnya komunikasi, misalnya karena letak sekolah yang terpencil jauh dari kantor P dan K tersebut terpaksa mencari jalan sendiri-sendiri, sehingga sistem pendidikan atau tata cara kerjanya, mungkin sangat menyimpang atau sangat terbelakang jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang banyak mendapat bimbingan dari petugas-petugas teknis kantor departemen P dan K.
Dari gaya kepemimpinan laissez faire diatas dalam kontek pendidikan indonesia sangat sulit untuk dilaksanakan karena keadaan pendidikan kita masih mengalami beberapa kendala mulai dari masalah pendanaan, sumber daya manusia, kemandirian, dan lain sebagainya. Dalam tipe kepemimpinan ini setiap kelompok bergerak sendiri-sendiri sehingga semua aspek kepemimpinan tidak dapat diwujudkan dan dikembangkan. Menurut Imam Suprayogo, Tipe kepemimpinan ini sangat cocok sekali untuk orang yang betul-betul dewasa dan benar-benar tau apa tujuan dan cita-cita bersama yang harus dicapai.

Sehingga kepemimpinan seperti disebutkan diatas pada dasarnya kurang tepat jika dilaksanakan secara murni dilingkungan lembaga pendidikan. Dalam kepemimpinan ini setiap anggota kelompok bergerak sendiri-sendiri sehingga semua aspek manajemen administratif tidak dapat diwujudkan dan dikembangkan.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA