Alat musik yang digunakan makdum ibrahim untuk berdakwah adalah

Sunan Bonang merupakan salah satu tokoh Walisongo yang lahir di Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah yang berdakwah dengan mengembangkan pendekatan kultural. Instrumen Bonang dalam gamelan diyakini berasal dari kreasi wali ini.

Inibaru.id – Sunan Bonang yang memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim ini merupakan wali penyebar Islam di tanah Jawa. Dia lahir di daerah Bonang, Tuban, Jawa Timur pada 1465 M. Nama Sunan Bonang diduga berasal dari Bong Ang. Nama Bong merupakan marga ayahnya yang bernama Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel.

Dikutip dari gomuslim.co.id (24/11/2017), ada literatur lain yang menyebutkan bahwa nama Bonang diambil dari salah satu alat musik tradisional yang biasa digunakan oleh Raden Maulana Makdum Ibrahim dalam berdakwah.

Sebagai salah satu tokoh Walisongo, dia menyebarkan ajaran Islam dari Rembang sampai ke wilayah Jawa Timur. Dia menguasai ilmu fikih, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur, dan berbagai ilmu kesaktian serta kedigdayaan. Hal itu dia pelajari sejak masih kecil bersama ayahnya.

Pada usia remaja, Sunan Bonang beserta saudaranya, Raden Paku, mempelajari agama Islam dengan menyeberang ke negeri Pasai, Aceh, untuk menemui Syekh Maulana Ishaq. Mereka juga belajar kepada ulama besar lainnya yang menetap di Pasai, seperti para ulama tasawuf yang berasal dari Baghdad, Mesir, Arab, dan Persia atau Iran. Selesai belajar di Pasai, Sunan Bonang lalu diperintahkan ayahnya untuk berdakwah di daerah Tuban. 

Baca juga:
Masjid Menara Kudus, Simbol Toleransi dari Masa Lampau
Al-Mashun, Masjid “Tiga Benua” di Medan

Dalam berdakwah Sunan Bonang menggunakan kesenian rakyat untuk  menarik simpati masyarakat. Maka dia mempelajari kesenian Jawa antara lain seni bonang. Seperti ditulis republika.co.id (3/3/2017), Sunan Bonang diketahui sebagai tokoh yang menemukan dan mendesain seperangkat gamelan Jawa yang disebut bonang, yakni alat musik logam, berbentuk mirip gong, tetapi dengan ukuran dan bentuk yang lebih kecil. Nama alat gamelan bonang diyakini diambil dari nama tempat yang menjadi kediaman Sunan Bonang, yaitu Desa Bonang di daerah Lasem.

Selain itu, Sunan Bonang juga dikenal sebagai seorang dalang. Baginya menyebarkan Islam melalui pertunjukan wayang menjadi lebih mudah diterima masyarakat. Itu berbeda ketika dia menerapkan cara-cara yang cenderung represif ketika berdakwah di Kediri.

Di Lasem, Sunan Bonang membangun sebuah masjid di tengah hutan. Masjid yang berada di Desa Bonang, Kecamatan Lasem ini merupakan salah satu bukti autentik peninggalan dari perjalaanan dakwah yang dilakukan oleh Sunan Bonang didaerah Rembang dan sekitarnya. Lokasi masjid ini sekitar 50 meter di sebelah utara dari makam Sunan Bonang yang sekarang.

Baca juga:
Dengan OneQuran, Kamu Bisa Belajar Ngaji via Daring
Ada Kurikulum Islam untuk Siswa Muslim di Amsterdam

Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 M. Dia meninggal di Desa Lasem. Beberapa tahun kemudian, jenazahnya diambil oleh santri-santri Sunan Bonang yang dari Madura dan hendak dibawa ke Madura. Di tengah perjalanan tepatnya di perairan Tuban, perahu para santri hancur. Akhirnya Sunan Bonang dimakamkan di Tuban.

Tapi soal kebenaran keberadaan makam tersebut masih misterius. Meski begitu, kontribusi Sunan Bonang dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa nggak terbantahkan. (ANG/SA)

tirto.id - Raden Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang merupakan salah satu ulama anggota Wali Songo sebagai penebar syiar Islam di Jawa pada abad ke-14 Masehi. Sunan Bonang juga dikenal sebagai seniman yang berdakwah dengan menggunakan sejumlah perangkat seni, termasuk gamelan, juga karya sastra.Konon, Raden Makdum Ibrahim adalah penemu salah satu jenis gamelan dengan tonjolan di bagian tengahnya atau yang kerap disebut bonang. Dari situlah julukan Sunan Bonang disematkan kepada Raden Makdum Ibrahim.

Agus Sunyoto dalam Atlas Wali Songo (2016) menuliskan bahwa Raden Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang merupakan putra keempat Raden Rahmat atau Sunan Ampel dari perkawinan dengan Nyai Ageng Manila, putri Bupati Tuban, Arya Teja.



Sejarah Hidup Sunan Bonang

Raden Makdum Ibrahim lahir pada 1465 M di Surabaya dan tumbuh dalam asuhan keluarga ningrat yang agamis. Sunan Ampel adalah pendiri sekaligus pengasuh Pesantren Ampeldenta.Pendidikan Islam diperoleh Raden Makdum Ibrahim pertama kali dari ayahnya sendiri di pesantren Ampeldenta. Sejak kecil, Sunan Ampel sudah mempersiapkan putranya itu sebagai penerus untuk mensyiarkan ajaran Islam di bumi Nusantara. Beranjak remaja, Raden Makdum Ibrahim pergi ke negeri Pasai, Aceh, untuk berguru kepada Syekh Maulana Ishak, ayahanda Sunan Giri. Sejak kecil, sudah tampak kecerdasan dan keuletan Raden Makdum Ibrahim dalam menuntut ilmu. Selain dibimbing oleh Sunan Ampel dan Syekh Maulana Ishak, Raden Makdum Ibrahim juga berguru kepada banyak ulama lainnya. Hingga akhirnya, Raden Makdum Ibrahim diakui keilmuannya yang mumpuni dalam penguasaan fikih, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur, dan bela diri silat. Kelak, keterampilan silat Sunan Bonang berguna ketika ia mengalahkan seorang perampok bernama Raden Said. Raden Said pun tunduk dan bertobat, kemudian ikut menyebarkan dakwah Islam dan menjadi anggota Wali Songo yang dikenal dengan nama Sunan Kalijaga.

Asal Usul Nama Sunan Bonang

Dakwah Sunan Bonang dimulai dari Kediri, Jawa Timur. Ia mendirikan langgar atau musala di tepi Sungai Brantas, tepatnya di Desa Singkal. Diceritakan, Sunan Bonang sempat mengislamkan Adipati Kediri, Arya Wiranatapada, dan putrinya. Usai dari Kediri, Sunan Bonang bertolak ke Demak, Jawa Tengah. Oleh Raden Patah, pendiri sekaligus pemimpin pertama Kesultanan Demak, Sunan Bonang diminta untuk menjadi imam Masjid Demak.Ada satu lagi versi berbeda terkait penamaan Sunan Bonang yang disematkan kepada Raden Makdum Ibrahim selain dari kisah bahwa ia adalah penemu gamelan jenis bonang.Selama menjadi imam Masjid Demak, Raden Makdum Ibrahim tinggal di Desa Bonang. Versi kedua menyebut julukan Sunan Bonang disematkan berdasarkan lokasi tempat tinggalnya tersebut.

Berdakwah Lewat Seni dan Sastra

Sebagaimana Wali Songo lainnya, Raden Makdum Ibrahim menyebarkan Islam melalui media seni dan budaya. Ia menggunakan alat musik gamelan untuk menarik simpati rakyat. Konon, Raden Makdum Ibrahim sering memainkan gamelan berjenis bonang, yaitu perangkat musik ketuk berbentuk bundar dengan lingkaran menonjol di tengahnya.Jika tonjolan tersebut diketuk atau dipukul dengan kayu, maka akan muncul bunyi merdu. Raden Makdum Ibrahim alias Sunan Bonang membunyikan alat musik ini yang membuat penduduk setempat penasaran dan tertarik.

Warga berbondong-bondong ingin mendengarkan alunan tembang dari gamelan yang dimainkan Sunan Bonang. Ia menggubah sejumlah tembang tengahan macapat, seperti Kidung Bonang, dan sebagainya. Hingga akhirnya, banyak orang yang bersedia memeluk agama Islam tanpa paksaan.


Sunan Bonang juga mahir memainkan wayang serta menguasai seni dan sastra Jawa. Dalam pertunjukan wayang, Sunan Bonang menambahkan ricikan, yaitu kuda, gajah, harimau, garuda, kereta perang, dan rampogani untuk memperkaya pertunjukannya.

Dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam (2013), Hery Nugroho menuliskan bahwa dakwah Sunan Bonang yang lain adalah melalui penulisan karya sastra yang bertajuk Suluk Wujil.

Saat ini, naskah asli Suluk Wujil disimpan di perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Suluk Wujil diakui sebagai salah satu karya sastra terbesar di Nusantara karena isinya yang indah serta kandungannya yang kaya dalam menafsirkan kehidupan beragama.

Sunan Bonang sangat fokus dalam menjalani perannya sebagai ulama dan seniman sehingga ia tidak sempat menikah hingga wafatnya pada 1525 M. Makam Sunan Bonang terletak di kompleks pemakaman Desa Kutorejo, Tuban, Jawa Timur, atau berada di barat alun-alun dekat Masjid Agung Tuban.

Miftah H. YusufpatiMinggu, 03 Januari 2021 - 11:51 WIB
Alat musik yang digunakan makdum ibrahim untuk berdakwah adalah
Ilustrasi/flick.com

NAMA aslinya adalah Syaikh Maulana Makdum Ibrahim . Putra Sunan Ampel dan Dewi Condrowati yang sering disebut Nyai Ageng Manila ini dikenal sebagai Sunan Bonang karena seringnya memainkan bonang dalam berdakwah . Bonang adalah salah satu alat musik yang termasuk ke dalam gamelan. (Baca juga: Kisah Sunan Gresik: Ketika Kakek Bantal Menaklukkan Dewa Hujan )Bonang terbuat dari sejenis kuningan yang ditonjolkan di bagian tengahnya. Bila benjolan itu dipukul dengan kayu lunak maka timbullah suaranya yang merdu di telinga penduduk setempat. Lebih-lebih bila Raden Makdum Ibrahim sendiri yang membunyikan alat musik itu, beliau adalah seorang Wali yang mempunyai cita rasa seni yang tinggi, sehingga beliau bunyikan pengaruhnya sangat hebat bagi para pendengarnya.

Sang bunda, Dewi Condrowati adalah putri Prabu Kertabumi, namun ada pula yang berkata bahwa Dewi Condrowati adalah putri angkat Adipati Tuban yang sudah beragama Islam yaitu Ario Tejo. Sang ayah, Sunan Ampel, adalah Wali yang disegani. Beliau mufti atau pemimpin agama se Tanah Jawa. Beliau sakti mandraguna. (Baca juga: Kisah Sunan Gresik: Ketika Kakek Bantal Menaklukkan Dewa Hujan )

Sejak kecil, Raden Makdum Ibrahim sudah diberi pelajaran agama Islam secara tekun dan disiplin. Sudah bukan rahasia lagi bahwa latihan atau riadha para Wali itu lebih berat dari pada orang awam. Sejak dini, Sunan Ampel mempersiapkan putranya itu sebaik mungkin. Disebutkan dari berbagai literatur, bahwa Raden Makdum Ibrahim dan Raden Paku sewaktu masih remaja meneruskan pelajaran agama Islam hingga ke Tanah seberang, yaitu Negeri Pasai. Keduanya menambah pengetahuan kepada Syaikh Awwalul Islam atau ayah kandung dari Sunan Giri, juga belajar kepada para ulama besar yang banyak menetap di Negeri Pasai. Seperti ulama ahli tasawuf yang berasal dari Bagdad, Mesir, Arab dan Persi atau Iran.

Sesudah belajar di Negeri Pasai, Raden Makdum Ibrahim dan Raden Paku pulang ke Jawa. Raden Paku kembali ke Gresik, mendirikan pesantren di Giri sehingga terkenal sebagai Sunan Giri. Sedang Raden Makdum Ibrahim diperintahkan Sunan Ampel untuk berdakwah di Tuban. (Baca juga: Kisah Sunan Gresik: Ketika Raja Gedah Membujuk Raja Brawijaya Memeluk Islam )

Tembang Ajaran Islam


Buku "Kisah dan Ajaran Wali Sanga" karya H. Lawrens Rasyidi menyebut dalam berdakwah Raden Makdum Ibrahim ini sering mempergunakan kesenian rakyat untuk menarik simpati mereka, yaitu berupa seperangkat gamelan yang disebut Bonang. Setiap Raden Makdum Ibrahim membunyikan Bonang, pasti banyak penduduk yang datang ingin mendengarkannya. Dan tidak sedikit dari mereka yang ingin belajar membunyikan Bonang sekaligus melagukan tembang-tembang ciptaan Raden Makdum Ibrahim. Begitulah siasat Raden Makdum Ibrahim yang dijalankan penuh kesabaran. Setelah rakyat berhasil direbut simpatinya tinggal mengisikan saja ajaran Islam kepada mereka.

Tembang-tembang yang diajarkan Raden Makdum Ibrahim adalah tembang yang berisikan ajaran agama Islam. Sehingga tanpa terasa penduduk sudah mempelajari agama Islam dengan senang hati, bukan dengan paksaan. (Baca juga: Kisah Sunan Gresik: Syahbandar itu Pionir Pendidikan Pesantren )

Di antara tembang yang terkenal ialah:

“Tamba ati iku limo iku limo perkarane,


Kaping pisan maca Qur’an angen-angen sak maknane,
Kaping pindho salat sunah lakonona,
Kaping telu wong kang saleh kancanana,
Kaping papat kudu wetheng ingkang luwe,
Kaping lima zikir wengi ingkang suwe,
Sopo wongé bisa ngelakoni, Insya Allah Gusti Allah nyemba dani. Artinya:

Obat sakit jiwa (hati) itu ada lima jenisnya.


Pertama membaca Al-Qur’an dengan artinya,
Kedua mengerjakan salat malam (sunnah Tahajjud),
Ketiga sering bersahabat dengan orang saleh (berilmu),
Keempat harus sering berprihatin (berpuasa),
Kelima sering berzikir mengingat Allah di waktu malam, S
iapa saja mampu mengerjakannya, Insya Allah Tuhan Allah mengabulkan. Hingga sekarang lagu ini sering dilantunkan para santri ketika hendak salat jama’ah, baik di pedesaan maupun di pesantren. Murid-murid Raden Makdum Ibrahim sangat banyak, Baik yang berada di Tuban, Pulau Bawean, Jepara maupun Madura.

Karena beliau sering mempergunakan Bonang dalam berdakwah maka masyarakat memberinya gelar Sunan Bonang. (Baca juga: Islam Masuk ke Jawa: Kisah Sultan Al-Ghabbah Sampai Ruqyah Syaikh Subakir )

Suluk

Beliau juga menciptakan karya sastra yang disebut Suluk. Hingga sekarang karya sastra Sunan Bonang itu dianggap sebagai karya yang sangat hebat, penuh keindahan dan makna kehidupan beragama. Suluk Sunan Bonang disimpan rapi di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda.

Suluk berasal dari bahasa Arab “Salakattariiqa” artinya menempuh jalan (tasawwuf) atau tarekat. Ilmunya sering disebut Ilmu Suluk. Ajaran yang biasa disampaikan dengan sekar atau tembang disebut Suluk, sedangkan bila diungkapkan secara biasa dalam bentuk prosa disebut Wirid. (Bersambung)

Alat musik yang digunakan makdum ibrahim untuk berdakwah adalah