Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan secara terpisah dalam hal kecuali

Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan secara terpisah dalam hal kecuali

Banyak jenis usaha yang berada di Indonesia sehingga tata cara pelaporan dan jenis pajak yang berbeda-beda. Seperti UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) dan badan usaha seperti CV, Firma dan PT mempunyai cara pelaporan yang berbeda-beda. Untuk mempermudah proses pelaporan pajak atas penghasilan yang dimiliki maka perlu adanya pembukuan atau pencatatan sebagai pedoman penghitungan penghasilan kena pajak, penghitungan pajak, serta untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Lalu siapakah yang wajib dan tidak wajib melaksanakan pembukuan? Yang wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai Pasal 28 ayat (1) UU Nomor 28 TAHUN 2007 adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia. Sedangkan yang tidak wajib menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan menurut Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 28 TAHUN 2007 adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

Berdasarkan Pasal 14 ayat (2) UU nomor 36 tahun 2008, Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 tahun kurang dari Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas tidak diwajibkan melakukan pembukuan.

Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 28 TAHUN 2007 dan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing (Bahasa inggris Pasal 1 KMK-543/KMK.04/2000) yang diizinkan oleh Menteri Keuangan (Pasal 28 ayat (4) UU Nomor 28 TAHUN 2007). Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas berdasarkan penjelasan Pasal 28 ayat (5) UU Nomor 28 TAHUN 2007 seperti:

  1. Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah penggeseran laba atau rugi. Prinsip taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam penerapan stelsel pengakuan penghasilan, tahun buku, metode penilaian persediaan atau metode penyusutan dan amortisasi.
  2. Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi, tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar secara tunai.
  3. Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai.
  4. Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
  5. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
  6. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
  7. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan.

Demikian penjelasan mengenai siapa sajakah yang menyelenggarakan pembukuan dan prinsip yang digunakan dalam pelaksanaan pembukuan seperti taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. Dengan penjelasan tersebut Anda akan lebih mudah untuk menentukan apakah menggunakan pembukuan ataupun pencatatan sesuai ketentuan yang berlaku.

Jika Anda memiliki pertanyaan, silahkan isi kolom komentar dibawah. Pertanyaan Anda akan dijawab Konsultan Pajak.

bahwa ketentuan perpajakan yang terkait dengan sengketa ini adalah:

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;

Pasal 1 angka 29 yang berbunyi;“Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut”;

Pasal 28 ayat (3) yang berbunyi;“Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya”;

  1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;

Pasal 4 ayat (2) huruf (c)“Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura”;

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan;

Pasal 27 ayat (1)“Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan secara terpisah dalam hal :a) memiliki usaha yang penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan tidak final;b) menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak dan bukan objek pajak; atauc) mendapatkan dan tidak mendapatkan fasilitas perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan”;

Pasal 27 ayat (2)“Biaya bersama bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya Penghasilan Kena Pajak, pembebanannya dialokasikan secara proporsional”;

bahwa sesuai ketentuan Pasal 1 angka 29 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009. pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi antara lain adalah pencatatan atas biaya;

bahwa sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf (c) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, penghasilan dari transaksi saham dikenakan pajak bersifat final dimana penghasilannya tidak dibedakan apakah penghasilan yang bersifat rutin atau insidentil;

bahwa sesuai ketentuan Pasal 27 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 diatur : “Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan secara terpisah dalam hal memiliki usaha yang penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan tidak final” dan Pemohon Banding dalam hal ini terbukti mempunyai penghasilan dari transaksi saham yang dikenakan pajak bersifat final dan usaha perdagangan obat hewan yang penghasilannya dikenai pajak tidak final;

bahwa sesuai ketentuan tersebut diatas seharusnya Pemohon Banding membuat pembukuan terpisah atas transaksi jual beli saham dimana biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan transaksi tersebut yang menurut Pemohon Banding pencatatan dan rekap biaya sudah dilakukan oleh broker PT Ciptadana Securities seharusnya dicatat lagi dalam pembukuan secara terpisah oleh Pemohon Banding dan data pencatatan dari PT Ciptadana Securities dijadikan sebagai data pendukung bagi pembukuan Pemohon Banding dari transaksi jual beli saham ini;

bahwa Terbanding melakukan koreksi berdasarkan Pasal 27 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 yang menurut Majelis harus diperbaiki dengan perhitungan sebagai berikut:

Penghasilan  dikenakan PPh Final (penjualan saham ) menurut Terbanding

Penghasilan dikenakan PPh Final sesudah dikurangi biaya-biaya di B roker menurut Pemohon Banding

Biaya-biaya yang dipotong di Broker (biaya komisi broker, PPh final, PPN dan biaya levy)

PPh Final (0,1% x R p118.027.850.000,00)

Biaya-biaya yang dipotong di B roker menurut Majelis

Biaya Umum dan Administrasi yang dibebankan

Biaya Umum dan Administrasi yang dibebankan menurut Majelis

Biaya Umum dan administrasi yang dapat dibebankan menurut Majelis

(60% X R p3.872.020.657,00)

Biaya umum dan administrasi yang harus dikoreksi menurut Majelis

(R p3.576.951.032,00 – R p2.323.212.394,00)

Biaya umum dan administrasi yang dikoreksi menurut Terbanding

Koreksi Terbanding yang dibatalkan Majelis

bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas Majelis setelah bermusyawarah bermufakat untuk mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding atas koreksi fiskal positif oleh Terbanding atas Biaya Umum dan Administrasi Lainnya sebesar Rp1.431.170.101,00, dengan perincian sebagai berikut:
Koreksi Terbanding yang dipertahankan Rp 1.253.738.638,00Koreksi Terbanding yang dibatalkan Majelis Rp 177.431.463,00

bahwa berdasarkan bukti-bukti yang disampaikan oleh Pemohon Banding dan Terbanding dan peraturan perundang-undang yang berlaku serta keyakinan hakim, Majelis telah melakukan musyawarah dan sepakat untuk mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding;