Uraikan bagaimana sejarah PENDIDIKAN kewarganegaraan di perguruan tinggi

BAB I

PENDAHULUAN

Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya saat hidup dikalangan masyarakat luas. Pembekalan pendidikan kepada peserta didik di indonesia dengan pemupukan nilai-nilai sikap dan kepribadian sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung didalam sila-sila Pancasila, yang bertujuan untuk menumbuhkan cinta tanah air, dengan berwawasan kebangsaan yang luas.

Masyarakat dan pemerintah berupaya untuk meningkatkan kualitas hidup, terutama kepada generasi muda penerus bangsa untuk hidup lebih berguna dan bermakna, serta mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya. Hal ini sangat memerlukan pembekalan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berlandaskan nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila dan nilai budaya bangsa. Oleh karena itu untuk mempelajari nilai-nilai dasar Negara sebagai dasar dari nilai-nilai yang terkandung dalam sila Pancasila seharusnya secara sadar setiap manusia memiliki motivasi bahwa pendidikan kewarganegaraan yang diberikan kepada mereka sebagai indivudu, anggota keluarga, anggota masyarakat, dan sebagai warga Negara yang terdidik serta tekad untuk mewujudkannya.

Pendidikan kewarganegaraan yang diberikan tidak hanya teori saja melainkan harus memberikan sentuhan moral dan bersikap sosial. Sentuhan moral dan sosial akan mendapat perhatian besar agar pengajaran pendidikan kewarganegaraan mampu menuju sasaran tujuan yaitu membentuk pola generasi muda yang baik dan bertanggung jawab, melahirkan generasi muda yang memiliki rasa nasionalisme dan patriotisme yang tinggi.

Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengingatkan kita akan pentingnya nilai-nilai hak dan kewajinan suatu warga negara agar setiap hal yang di kerjakan sesuai dengan tujuan dan cita-cita bangsa dan tidak melenceng dari apa yang di harapkan.

Ruang lingkup penulisan makalah ini tentang pentingnya pendidikan kewarganegaraan yaitu mengenai sejarah pendidikan kewarganegaraan, pengertian pendidikan kewarganegaraan, landasan pendidikan kewarganegaraan, tujuan pendidikan kewarganegaraan, dan pentingnya pendidikan kewarganegaraan.

Adapun rumusan masalah penulisan makalah ini yaitu:

  1. Bagaimanakah sejarah pendidikan kewarganegaraan?
  2. Apakah pengertian pendidikan kewarganegaraan?
  3. Apakah landasan pendidikan kewarganegaraan?
  4. Bagaimanakah tujuan pendidikan kewarganegaraan?
  5. Mengapa pentingnya mempelajari pendidikan kewarganegaraan?
  6. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini yaitu:

  1. Mengetahui tentang sejarah pendidikan kewarganegaraan.
  2. Mengetahui pengertian pendidikan kewarganegaraan.
  3. Memahami landasan pendidikan kewarganegaraan.
  4. Mendeskripsikan tujuan pendidikan kewarganegaraan.
  5. Menjelaskan pentingnya pendidikan kewarganegaraan.
  6. Manfaat

Manfaat penulisan makalah ini yaitu:

  1. Supaya dapat mengetahui tentang sejarah pendidikan kewarganegaraan.
  2. Agar mengetahui pengertian pendidikan kewarganegaraan.
  3. Dapat memahami landasan pendidikan kewarganegaraan.
  4. Agar dapat mendeskripsikan tujuan pendidikan kewarganegaraan.
  5. Dapat menjelaskan pentingnya pendidikan kewarganegaraan.

BAB II

PEMBAHASAN

  1. Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan

Adapun sejarah pendidikan kewarganegaraan yaitu sbb:

  1. Mulai diperkenalkan di Amerika Serikat (AS) pada tahun 1790 dengan nama civics, dalam rangka ”mengamerikakan bangsa Amerika” atau terkenal dengan nama ”theory of americanization.” Hal ini dianggap penting mengingat bangsa AS berasal dari berbagai bangsa yang datang di samping bangsa (suku) asli yang ada. Dalam taraf ini materinya adalah ”government” serta hak dan kewajiban warga negara.
  2. Di Indonesia, pelajaran civics telah ada sejak zaman Hindia Belanda dengan nama “Burgerkunde.” Dua buku penting yang dipakai adalah :
    1. Indische Burgerkunde karangan Tromps terbitan J.B. Wolters Maatschappij N.V. Groningen, Den Haag, Batavia, tahun 1934. Materinya mengenai :
      • Masyarakat pribumi, pengaruh Barat, bidang sosial, ekonomi, hukum, ketatanegaraan, dan kebudayaan;
      • Hindia Belanda dan rumah tangga dunia;
      • Pertanian, perburuhan, kaum menengah dalam industri dan perdagangan, kewanitaan, ketatanegaraan Hindia Belanda dengan terbentuknya Dewan Rakyat (Volksraad);
      • Hukum dan pelaksanaannya;
      • Pendidikan, kesehatan masyarakat, pajak, tentara, dan angkatan laut.
    2. Recht en Plicht (Indische Burgerschapkunde voor Iedereen) karangan B. Vortman yang diberi pengantar oleh B.J.O. Schrieke, Direktur Onderwijs en Eredienst (O&E), terbitan G.C.T. van Dorp & Co. N.V. (Derde, Herziene en Vermeerderdruk) Semarang-Surabaya-Bandung, tahun 1940. Materinya mengenai:
      • Badan pribadi : Masyarakat di mana kita hidup (dari lahir sampai dewasa), pernikahan dan keluarga;
      • Bezit dari obyek hukum : Eigendom Eropa dan hak-hak atas tanah, hak-hak agraris atas tanah, kedaulatan raja terhadap kewajibankewajiban warga negara;
      • Sejarah pemerintahan Hindia Belanda, perundang-undangan, alat pembayaran, dan kesejahteraan.

Dari materi ke dua buku di atas, jelas terlihat bahwa pada zaman Hindia Belanda belum terdapat kesatuan pendapat tentang materi pelajaran civics.

  1. Dalam suasana merdeka, tahun 1950 di Indonesia diajarkan civics di sekolah menengah. Walaupun ke dua buku tersebut di atas pada zaman Hindia Belanda dijadikan pegangan guru, tetapi ada perubahan kurikulum dengan materi kewarganegaraan di samping tata negara, yaitu tentang tugas dan kewajiban warga negara terhadap pemerintah, masyarakat, keluarga, dan diri sendiri, misalnya :
    1. Akhlak, pendidikan, pengajaran, dan ilmu pengetahuan;
    2. Kehidupan;
    3. Rakyat, kesehatan, imigrasi, perusahaan, perburuhan, agraria, kemakmuran rakyat, kewanitaan, dsb.
    4. Keadaan dalam dan luar negeri, pertahanan rakyat, perwakilan, pemerintahan, dan soal-soal internasional.
  2. Tahun 1955 terbit buku civics karangan C.T. Simorangkir, Gusti Mayur, dan Sumintardjo berjudul ”Inti Pengetahuan Warga Negara” dengan maksud untuk membangkitkan dan memelihara keinsyafan dan kesadaran bahwa warga negara Indonesia mempunyai tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, dan negara (good citizenship). Materinya mengenai :
    1. Indonesia tanah airku;
    2. Indonesia Raya;
    3. Bendera dan Lambang Negara;
    4. Warga negara dengan hak dan kewajibannya;
    5. Ketatanegaraan;
    6. Keuangan negara;
    7. Pajak;
    8. Perekonomian termasuk koperasi.
  3. Pada tahun 1961 istilah kewarganegaraan diganti dengan kewargaan Negara karena menitikberatkan warga sesuai dengan Pasal 26 Ayat (2) UUD 1945 yang mengandung pengertian akan hak dan kewajiban warga negara terhadap negara, yang tentu berbeda dengan orang asing. Tetapi istilah tersebut baru secara resmi dipakai pada tahun 1967 dengan Instruksi Dirjen Pendidikan Dasar Departemen Pendidikan dan Kebudayaan No. 31 Tahun 1967. Buku pegangan resminya adalah ”Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia” karang Supardo, dkk. Materinya adalah pidato kenegaraan Presiden Soekarno ditambah dengan :
    1. Pancasila;
    2. Sejarah pergerakan;
    3. Hak dan kewajiban warga negara;
  4. Pada tahun 1966 setelah peristiwa G-30-S/PKI, buku karangan Supardo tersebut di atas dilarang dipakai. Untuk mengisi kekosongan materi civics, Departemen P&K mengeluarkan instruksi bahwa materi civics (kewargaan negara) adalah :
    1. Pancasila;
    2. UUD 1945;
    3. Ketetapan-ketetapan MPRS;
    4. Perserikatan Bangsa-Bangsa;
    5. Orde Baru;
    6. Sejarah Indonesia;
    7. Ilmu Bumi Indonesia.

Pelajaran civics diberikan di tingkat SD, SLTP, dan SLTA. Di perguruan tinggi terdapat mata kuliah ”Kewiraan Nasional” yang intinya berisi pendidikan pendahuluan bela negara. Sejak zaman Hindia Belanda sampai dengan RI tahun 1972, belum ada kejelasan pengertian tentang apakah kewargaan negara atau pendidikan kewargaan negara. Baru pada tahun 1972 setelah Seminar Nasional Pengajaran dan Pendidikan Civics (Civic Education) di Tawangmangu Surakarta, mendapat ketegasan dan memberi batasan bahwa :

  1. Civics diganti dengan ”Ilmu Kewargaan Negara,” yaitu suatu disiplin ilmu dengan obyek studi tentang peranan para warga negara dalam bidang spiritual, sosial, ekonomi, politik, hukum, dan kebudayaan, sesuai dan sejauh diatur dalam UUD 1945;
  2. Civic education diganti dengan ”Pendidikan Kewargaan Negara,” yaitu suatu program pendidikan yang tujuan utamanya membina warga negara yang lebih baik menurut syarat-syarat, kriteria, dan ukuran ketentuan-ketentuan UUD 1945. Bahannya diambil dari ilmu kewargaan negara termasuk kewiraan nasional, filsafat Pancasila, mental Pancasila, dan filsafat pendidikan nasional.
  1. Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi :
    1. Tahun 1970an–1983 terdapat mata kuliah Kewiraan Nasional dengan inti pendidikan pendahuluan bela negara;
    2. Tahun 1983 – 2000 dengan Keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Depdikbud No. 32/DJ/Kep/1983 yang disempurnakan dengan Keputusan Dirjen Dikti No. 25/DIKTI/Kep/1985 dan disempurnakan lagi dengan Keputusan Dirjen Dikti No. 151/DIKTI/Kep/2000 ditetapkan Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Pendidikan Kewiraan.
    3. Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas Pasal 39 Ayat (2) yang menyebutkan isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan Pancasila, pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan yang di dalamnya termasuk pendidikan pendahuluan bela negara yang tercakup dalam MPK, maka dengan Keputusan Dirjen Dikti No. 150/DIKTI/Kep/2000 mengharuskan untuk selalu mengevaluasi kesahihan isi silabus dan GBPP pendidikan kewarganegaraan beserta proses pembelajarannya. Berdasarkan hasil evaluasi dimaksud, maka dengan Keputusan Dirjen Dikti No. 267/DIKTI/Kep/ 2000, ditetapkan penyempurnaan pendidikan kewarganegaraan pada perguruan tinggi di Indonesia yang memuat silabus dan GBPP-nya.
    4. Tahun 2002, berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, maka dengan Keputusan Dirjen Dikti No. 38/DKITI/Kep/2002 tentang Ramburambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK), ditetapkan Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan, merupakan kelompok MPK yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi/ kelompok studi di Perguruan Tinggi.
  2. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
  3. Pengertian pendidikan

Pendidikan kewarganegaraan asalnya dari bahasa Latin ”civis” dan dalam bahasa Inggris ”civic” atau ”civics.” Civic = mengenai warga negara atau kewarganegaraan, sedangkan civics =ilmu kewarganegaraan, dan civic education :pendidikan kewarganegaraan. Untuk selanjutnya istilah ”civics” saja sudah berarti pendidikan kewarganegaraan.

Pengertian pendidikan berdasarkan Bab 1 pasal 1 ayat 1 UU SIDIKNAS No.20 Tahun 2003 pendidikn adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, aklak mulia serta keerampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

  1. Pengertian kewarganegaraan

Adapun istilah kewarganegaraan dibedakan menjadi dua, yaitu :

  1. Kewarganegaraan dalam Arti Yuridis dan Sosiologis :

1)      Dalam arti yuridis, ditandai dengan adanya ikatan hukum antara warga negara dengan negara     yang   menimbulkan akibat   hukum     tertentu.   Tanda     adanya   ikatan   hokum dimaksud   misalnya   ada   akte   kelahiran, surat   pernyataan   bukti   kewarganegaraa,   kartu keluarga, kartu tanda penduduk, akte perkawinan, dll.

2)      Dalam arti   sosiologis,   tidak   ditandai   dengan   ikatan   hukum, tetapi   ikatan   emosional (perasaan), ikatan keturunan (darah), ikatan nasib, ikatan sejarah, dan ikatan tanah air.Ikatan-ikatan ini lahir dari penghayatan warga negara bersangkutan.

  1. Kewarganegaraan dalam Arti Formal dan Material :

1)      Dalam arti   formal,   menunjuk   pada   tempat   kewarganegaraan.   Dalam   sistem   hukum, masalah kewarganegaraan berada pada hukum publik;

2)      Dalam arti material, menunjuk pada akibat hukum dari status kewarganegaraan, yaitu adanya   hak   dan   kewajiban. Dengan     memiliki     status sebagai   warga   negara,   orang mempunyai   hubungan dengan   negara   yang tercermin dalam hak dan kewajiban.   Pada zaman penjajahan Belanda dipakai istilah kawula, menunjukkan hubungan warga yang tidak sederajat dengan negara.

Jadi, pendidikan kewarganegaraan (civic education) adalah program pendidikan yang memuat bahasan tentang masalah kebangsaan, kewarganegaraan dalam hubungan Hakekat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara. Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang bertujuan untuk menjadikan siswa sebagai warga negara yang baik atau sering disebut to be good citizenship, yakni warga yang memiliki kecerdasan baik intelektual, emosional, sosial maupun spiritual, memiliki rasa bangga dan tanggung jawab, dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara agar tumbuh rasa kebangsaan dan cinta tanah air.

  1. Landasan Pendidikan Kewarganegaraan
  2. Landasan ilmiah
    1. Dasar Pemikiran Pendidikan Kewarganegaraan

Setiap warga negara dituntut untuk hidup berguna (berkaitan dengan kemampuan kognitif dan psikomotorik) bagi negara dan bangsanya, serta mampu mengantisipasi masa depan mereka yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, negara dan hubungan internasional. Pendidikan Tinggi tidak dapat mengabaikan realitas global tersebut yang digambarkan sebagai kehidupan yang  penuh  paradoks dan ketakterdugaan itu. Untuk itu kepada setiap warga negara diperlukan adanya pembekalan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks) yang berlandaskan nilai-nilai budaya  bangsa.

Nilai-nilai  budaya bangsa tersebut berperan sebagai panduan dan pegangan hidup bagi setiap warga negara. Pokok bahasan Pendidikan Kewarganegaraan meliputi hubungan antara warga  negara serta pendidikan pendahuluan bela negara, yang semua itu berpijak pada budaya bangsa. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa tujuan utama dari pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara serta membentuk sikap dan perilaku yang cinta tanah air yang bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri para mahasiswa yang calon sarjana/ilmuan warga negara kesatuan republik indonesia yang sedang mengkaji dan akan menguasai IPTEK dan seni. Sebab kualitas warga negara yang baik adalah sangat ditentukan terutama oleh keyakinan dan sikap hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara disamping derajat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dipelajarinya.

  1. Objek Pembahasan Pendidikan Kewarganegaraan

Setiap ilmu harus memenuhi syarat-syarat ilmiah, yaitu berobjek, mempunyai metode, sistematis dan bersifat universal. Objek pengetahuan ilmu yang ilmiah itu harus jelas baik material maupun formalnya. Objek material adalah bidang sasaran yang  dibahas dan dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu. Sedang objek formal sudut pandang tertentu yang dipilih atau yang dijadikan ciri untuk membahas objek material tersebut.

Objek material dari  Pendidikan Kewarganegaraan adalah segala hal yang  berkaitan dengan warga negara baik yang empirik maupun yang non empirik, yang  berupa wawasan, sikap dan perilaku warga negara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedang objek formalnya adalah mencakup dua segi, yaitu: Segi hubungan antara warga negara dengan negara (termasuk hubungan antara warga negara).

Objek pembahasan Pendidikan Kewarganegaraan menurut Keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi No.267/Dikti/Kep/2000, pokok-pokoknya adalah sebagai berikut:

  1. Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan, mencakup:
  1. Hak dan kewajiban warga Negara.
  2. Pendidikan Pendahuluan Bela Negara.
  3. Demokrasi  Indonesia.
  4. Hak asasi manusia.
  5. Wawasan nusantara.
  6. Ketahanan nasional.
  7. Politik dan strategi nasional.
  8. Rumpun Keilmuan

Pendidikan Kewarganegaraan (Kewiraan) disejajarkan Civics Education yang dikenal di berbagai Negara. Sebagai bidang studi ilmiah Pendidikan Kewarganegaraan bersifat interdisipliner bukan monodisipliner, karena kumpulan pengetahuan yang  membangun  ilmu Kewarganegaraan ini diambil dari berbagai disiplin ilmu. Maka dalam upaya pembahasan dan pengembangannya pun perlu dibantu oleh disiplin ilmu-ilmu yang lain seperti: ilmu  hukum, ilmu  politik, sosiologi, administrasi negara, ilmu ekonomi pembangunan, sejarah perjuangan  bangsa dan ilmu filsafat.

  1. Landasan Hukum

1)      Pembukaan UUD 1945 alenia ke dua tentang cita-cita mengisi   kemerdekaan, dan alinea ke empat khususnya tentang tujuan negara.

2)      Pasal 30 ayat (1), Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut   serta dalam usaha pembelaan negara.

3)      Pasal 31 ayat (1), Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.

Undang-Undang No.20/1982 adalah tentang ketentuan-ketentuan pokok Pertahanan Kemanan Negara Republik Indonesia.

  • Pasal 18 Hak  dan kewajiban warga  negara yang diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui Pendidikan Pendahuluan Bela Negara sebagai bagian tidak terpisahkan dalam sistem pendidikan nasional.
  • Pasal 19,  ayat (2) Pendidikan Pendahuluan Bela Negara wajib diikuti oleh  setiap warga  negara dan dilaksanakan secara bertahap, yaitu:
  1. Tahap awal pada pendidikan tingkat dasar sampai menengah dan dalam gerakan pramuka.
  2. Sikap lanjutan dalam bentuk Pendidikan Kewiraan pada tingkat Pendidikan Tinggi.
  3. Undang-Undang  Nomor 2 tahun 1989

Undang-Undang No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa:

”Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Landasan ideal Pendidikan Kewarganegaraan yang sekaligus menjadi jiwa dikembangkannya Pendidikan Kewarganegaraan adalah Pancasila. Pancasila sebagai sistem filsafat menjiwai semua konsep ajaran Kewarganegaraan, yang dalam sistematikanya dibedakan atas tiga hal, yaitu:

  1. Pancasila sebagai Dasar Negara

Pancasila sebagai dasar negara merupakan dasar pemikiran tindakan negara dan menjadi sumber dari segala sumber hukum negara Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara pola pelaksanaanya terpancar dalam empat pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD  1945, dan selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945  sebagai strategi pelaksanaan Pancasila sebagai dasar negara.

Pokok pikiran pertama  yaitu pokok pikiran persatuan yang berfungsi sebagai dasar negara (dalam kesatuan organis) merupakan landasan dirumuskannya wawasan nusantara, dan pokok pikiran kedua, yaitu pokok pikiran keadilan sosial yang  berfungsi sebagai tujuan negara (dalam kesatuan organis) merupakan tujuan wawasan nusantara.

Tujuan negara dijabarkan langsung dalam Pembukaan UUD 1945 alenia IV, yaitu  tujuan berhubungan dengan segi keamanan dan segi kesejahteraan dan tujuan berhubungan dengan segi ketertiban dunia. Berdasarkan landasan itu maka wawasan nusantara pada dasarnya adalah sebagai perwujudan nilai sila-sila Pancasila di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

  1. Pancasila sebagai Pandangan Hidup

Pancasila sebagai pandangan hidup merupakan kristalisasi nilai-nilai lihur yang  diyakini kebenarannya. Perwujudan  nilai-nilai luhur Pancasila terkandung juga dalam wawasan nusantara, demi  terwujudnya ketahanan nasional. Dengan demikian ketahanan nasional itu disusun dan dikembangkan juga tidak boleh lepas dari  wawasan nusantara.

Perwujudan nilai-nilai Pancasila mencakup lima bidang kehidupan nasional, yaitu bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan landasan, yang disingkat dengan (poleksosbud Han-Kam), yang  menjadi dasar pemerintahan ketahanan  nasional. Dari lima bidang kehidupan nasional itu bidang ideologilah yang menjadi landasan dasar, berupa Pancasila sebagai  pandangan hidup yang  menjiwai empat bidang  yang lainnya. Dasar pemikiran ketahanan nasional di samping lima bidang kehidupan nasional tersebut yang merupakan aspek sosial pancagatra didukung pula adanya dasar pemikiran aspek alamiah  triagatra.

  1. Pancasila sebagai Ideologi  Negara

Pancasila  sebagai ideologi negara merupakan kesatuan konsep-konsep dasar yang memberikan arah dan tujuan menuju pencapaian cita-cita bangsa dan negara. Cita-cita bangsa dan negara yang berdasarkan Pancasila itu terpancar melalui alinea ke dua Pembukaan UUD 1945, merupakan cita-cita untuk  mengisi kemerdekaan, yaitu: bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.(Kaelan,2007:3)

Membangun semangat kebangsaan kebangsaan dalam mengisi kemerdekaan disegala aspek bukan suatu hal yang mudah dan instan. Untuk itu diperlukan pendidikan kewarganegaraan.

Melihat penglaman bangsa Indonesia dalam mempetahankan keutuhan dan kemerdekaan NKRI maka perlu adanya pendidikan karakter bangsa, moralitas bangsa dalam kehidupan demokrasi yang seimbang dalam tanggung jawabnya dalam pembelaan Negara demi terjaga dan terwujudnya intregasi bangsa.

Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.

Keanekaragaman yang ada pada Bangsa Indonesia harus harus di arahkan dan dibina dalam meningkatkan kesadaran bersama dalam kehidupan kesatuan bangsa Indonesia.

  1. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

Tujuan Perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) berdasarkan keputusan Dirjen Dikti No. 43 /DIKTI/Kep/2006, tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah dirumuskan dalam visi dan misi dalam kompetensi sebagai berikut :

  1. Visi pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi, guna mengantarkan mahasiswa menetapkan kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya. Hal ini berdasarkan suatu realitas yang dihadapi, bahwa mahasiswa adalah sebagai generasi bangsa yang harus memililki visi intelektual, religius, berkeadaban, berkemanusiaan dan cinta tanah air dan bangsanya.
  2. Misi pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah untuk membantu mahasiwa memantapkan kepribadiannya , agar secara konsisten  mampu mewujudkan nilai-nilai dasar pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai, menerapkan dan mengenbankan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan rasa tanggung jawab dan bermoral.

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan berdasarkan Kep. Dirjen Dikti No. 267/Dikti/2000, tujuan Pendidikan Kewarganegaraan mencakup:

Untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada mahasiswa mengenai hubungan antara warga negara dengan negara serta PPBN agar menjadi warga negara yang diandalkan oleh bangsa dan negara.

  1. Tujuan Khusus
    1. Mahasiswa dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur, dan demokratis serta ikhlas sebagai WNI terdidik dan bertanggung jawab.
    2. Agar mahasiswa menguasai dan memahami berbagai masalah dasar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta dapat mengatasinya dengan pemikiran kritis dan bertanggung jawab yang berlandaskan Pancasila, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional.
    3. Agar mahasiswa memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan, cinta tanah air, serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa.

Tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah mewujudkan warga negara sadar bela negara berlandaskan pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati diri dan moral bangsa dalam perikehidupan bangsa.

  1. Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan menjadi mata pelajaran setelah terpecah dari PPKn ataupun Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Pada awalnya di gabung menjadi satu, karena isi dari Pendidikan Kewarganegaraan sendiri besumber dari Pancasila itu sendiri. Selanjutnya di pecah menjadi mata pelajaran sendiri karena Pendidikan Kewarganegaraan dianggap penting untuk di ajarkan kepada siswa dan dalam Pendidikan Kewarganegaraan diajarkan materi kewarganegaraan yang lebih luas dan tidak hanya bersumber langsung dari Pancasila.

Mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan bagi sebagian mahasiswa tidak ubahnya mempelajari Pancasila tahap dua, atau bahkan tidak jauh berbeda dengan Pendidikan Moral Pancasila dan Sejarah Bangsa. Beberapa materinya memang berkaitan ataupun sama. Itulah mengapa Pendidikan kewarganegaraan selalu “dianak tirikan” dalam percaturan dunia pendidikan. Menurut orang kebanyakan, lebih penting belajar matematika daripada PKn.

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah mewujudkan warga negara sadar bela negara berlandaskan pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati diri dan moral bangsa dalam perikehidupan bangsa.

Mahasiswa adalah bibit unggul bangsa yang di mana pada masanya nanti bibit ini akan melahirkan pemimpin dunia. Karena itulah diperlukan pendidikan moral dan akademis yang akan menunjang sosok pribadi mahasiswa. Kepribadian mahasiswa akan tumbuh seiring dengan waktu dan mengalami proses pembenahan, pembekalan, penentuan, dan akhirnya pemutusan prinsip diri. Negara, masyarakat masa datang, diperlukan ilmu yang cukup untuk dapat mendukung kokohnya pendirian suatu Negara.

Negara yang akan melangkah maju membutuhkan daya dukung besar dari masyarakat, membutuhkan tenaga kerja yang lebih berkualitas, dengan semangat loyalitas yang tinggi. Negara didorong untuk menggugah masyarakat agar dapat tercipta rasa persatuan dan kesatuan serta rasa turut memiliki.

Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting bagi suatu warga negara, karena dengan Pendidikan Kewarganegaraan, masyarakat dituntut mampu dalam memahami setiap struktur yang ada dalam negara tersebut.  Mulai dari sejarah terbentuknya negara, struktur politik negara sampai dasar-dasar suatu negara tersebut.  Jika suatu bangsa suatu mempunyai bekal dalam bidang Pendidikan Kewarganegaraan, pastilah negara tersebut akan mampu menghadapi setiap cobaan yang datang menghampiri negara tersebut. Semua itu dikarenakan semua warga negara mempunyai pemahaman mengenai negara tersebut, itu semua membantu mereka untuk bertahan dalam cobaan yang menghadapi negara tersebut.

Selain itu, negara tersebut mempunyai rasa persatuan dan kesatuan yang tinggi terhadap negara.  Hal tersebut juga dapat membantu mereka dalam menyelesaikan semua permasalahan yang sedang dihadapi dengan berdasar atau berpatokan pada Pendidikan Kewarganegaraan yang mereka miliki masing-masing.

Hal yang diharapkan akan timbul dari pendidikan kewarganegaraan adalah sikap dan mental yang cerdas dan penuh rasa tanggung jawab. Sikap ini ditsertai dengan :

  1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta menghayati nilai–nilai falsafah bangsa.
  2. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
  3. Rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara.
  4. Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.
  5. Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan teknologi dan seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.

Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, warga negara Republik Indonesia diharapkan mampu “memahami, menganalisa, dan menjawab masalah–masalah yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa dan negaranya secara konsisten dan berkesinambungan dengan cita–cita dan tujuan nasional seperti yang digariskan dalam Pembukaan UUD 1945 “.

Dalam perjuangan non fisik, harus tetap memegang teguh nilai–nilai ini disemua aspek kehidupan, khususnya untuk memerangi keterbelakangan, kemiskinan, kesenjangan sosial, korupsi, kolusi, dan nepotisme; menguasai IPTEK, meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar memiliki daya saing; memelihara serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; dan berpikir obyektif rasional serta mandiri.

BAB III

PENUTUP

Berdasarkan pemaparan materi diatas dapat disimpulkan bahwa pentingnya suatu pendidikan kewarganegaraan agar terciptanya keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi setiap warga negara dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan berbegara . Dan menjadi suatu penjelasan, bahwa sesuatu hal yang mungkin sebagian besar orang menganggapnya tidak penting pada hakikatnya memiliki peranan yang menentukan kelangsungan hidup kita di masa yang akan datang. Dan perlu kita ketahui dan pahami ketika hal itu terjadi, maka ketahuilah bahwa nilai-nilaia terkandung dari hal tersebut sudah mulai menghilang dari diri kita,dan perlu kita pelajari kembali.

Pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu upaya pemerintah dalam pendidikan untuk membangun kembali jiwa nasionalisme generasi penerus bangsa. Dengan adanya pendidikan kewarganegaraan ini diharapkan bahwa generasi penerus bangsa ini mempunyai pondasi yang kuat dalam mencintai dan membela bangsa dan negaranya menghadapi perubahan secara global di berbagai bidang. Sehingga melalui pendidikan kewarganegaraan ini dapat melahirkan manusia indonesia yang memiliki daya saing dan nasionalisme yang kuat terhadap bangsanya.

DAFTAR PUSTAKA

Direktur Jendaral Pendidikan Tinggi. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kaelan Dan Ahmad Zubaidi. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Yoyakarta: Paradigma Yogyakarta.

Irfan Ramadhan. 2011. Pengertian Dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan. [http://irfanramadhan4.wordpress.com/2011/03/01/pengertian-dan-tujuan-pendidikan-kewarganegaraan-pegertian/]. Diakses tanggal 29 Oktober 2016.

Lydia. 2013. Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan bagi Mahasiswa. [http://lydia14211185.wordpress.com/2013/06/24/pentingnya-pendidikan-kewarganegaraan-bagi-mahasiswa/]. Diakses tanggal 29 Oktober 2016.