Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah

Hidayatullah.com — Sebagai bagian dari kebijakan untuk menyatukan berbagai daerah di bawah kekuasaan Islam, Khalifah Abdul Malik bin Marwan memperkenalkan koin emas Umayyah pertama sebagai mata uang pada 691M. Dalam waktu. singkat, koin-koin Islam tersebut menggantikan semua koin Sassania dan Bizantium di wilayah yang dikelola Muslim.

Selama tahun-tahun awal pemerintahan mereka, Bani Umayyah terus menggunakan koin perak Sassania di Iran dan Irak, serta koin emas dan tembaga Bizantium di Suriah dan Mesir (gambar 1).

Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah

Gambar 1

Sebagai bagian dari kebijakannya untuk menyatukan berbagai wilayah di bawah pemerintahan Islam, Abdul Malik bin Marwan (685-705CE) memperkenalkan mata uang berupa koin emas Umayyah pertama pada saat perselisihan antara Umayyah dan Bizantium atas manfaat Islam dan Kristen. Koin ini dibuat pada tahun 691 atau 692; kaisar Bizantium marah dan menolak menerima mata uang emas Arab yang baru, memperbaharui perang antara Arab dan Bizantium.

Mata uang Islam baru yang merupakan koin pertama yang memuat prasasti Arab disebut dinar dan serupa, dalam ukuran dan berat, dengan solidus (koin emas yang digunakan di Romawi) Bizantium. Di bagian depan, ada tiga sosok berdiri dengan identitas yang tidak diketahui, seperti pada koin Bizantium, yang di bagian depan terdapat sosok Heracles, Heraclias Constantine, dan Heraclonas; sebaliknya, salib Bizantium diganti dengan sebuah tiang yang diletakkan di atas tiga anak tangga dengan sebuah lingkaran di atasnya. Di pinggiran desain itu, Syahadat ditulis dalam bahasa Arab: “Dengan menyebut nama Allah, tidak ada Tuhan selain Allah; Dia adalah Satu; Muhammad adalah utusan Allah.”

Koin Arab-Bizantium yang baru menekankan keesaan Tuhan untuk melawan doktrin Trinitas Kristen, dan tidak menyebutkan khalifah.

Kaisar Bizantium Justinian II menanggapi tantangan ini dengan membuat solidus baru dengan kepala Kristus di bagian depan dan sebaliknya gambar dirinya berjubah dan memegang salib.

Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah

Gambar 2

Kalifah Abdul Malik kemudian membalas dengan mengeluarkan dinar baru pada tahun 693 (gambar 2). Di bagian depan adalah sosok khalifah yang tegak, mengenakan hiasan kepala Arab dan memegang pedang, dengan kalimat Syahadat tertulis di pinggirnya. Sisi belakang memiliki kolom yang sama pada tiga anak tangga dan bola, tetapi legenda baru muncul di sekitar tepi: “Dengan nama Allah dinar ini dibuat pada tahun empat dan tujuh puluh” Hanya delapan dari dinar Arab-Bizantium awal ini, bertanggal menurut kalender Islam baru, bertahan. Sekali lagi, kaisar Bizantium menanggapi dengan memberikan koin baru yang mirip dengan yang dimiliki orang Arab, yang membuat marah khalifah Abdul Malik. Pada 697, khalifah memutuskan untuk meninggalkan semua jejak ikonografi dan memperkenalkan koin Islam pertama tanpa representasi figuratif (gambar 3).

Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah

Di kedua sisi dinar baru itu tertulis ayat-ayat Al-Qur’an, mengungkapkan pesan Islam dan menjadikan setiap bagian sebagai misionaris iman individu. Setelah dia memperkenalkan koin ini, Abdul Malik mengeluarkan keputusan yang menjadikan itu sebagai satu-satunya mata uang yang digunakan di seluruh negeri Umayyah. Semua koin Bizantium dan Arab-Bizantium yang tersisa harus diserahkan ke bendahara, untuk dilebur dan dibentuk kembali. Mereka yang tidak patuh akan dihukum mati. Dinar emas baru memiliki berat sedikit lebih ringan daripada solidus dan negara mengontrol keakuratan bobotnya bersama dengan kemurnian emasnya. Koin emas Umayyah umumnya dicetak di Damaskus, sedangkan koin perak dan tembaga dicetak di tempat lain.

Selama pemerintahan para khalifah berikutnya, koin bernilai setengah dinar dan sepertiga dinar dicetak; mereka lebih kecil dari dinar dalam ukuran dan berat, dan memiliki tulisan yang lebih pendek di pinggirnya yang menunjukkan nilai setiap koin. Setelah menaklukkan Afrika Utara dan Spanyol, Bani Umayyah mencetak uang logam di provinsi barat mereka di mana dinar yang mirip dengan setengah dinar awal dicetak; memuat nama kota dan tanggal pencetakan.

Menurut Alquran, yang memerintahkan, “Ketika Anda mengukur, berikan ukuran yang tepat dan timbang dengan skala yang akurat” (Surah 17:35), para khalifah bertanggung jawab untuk memastikan kemurnian dan berat koin, yang ditetapkan oleh syariat seperti tujuh mithqal emas sampai sepuluh dirham perak. Koin usang, baik dari negara asing atau pemerintah sebelumnya, dan emas dan perak bullion dibawa ke percetakan untuk dimurnikan dan dibuat menjadi mata uang baru.

Di percetakan logam, bullion pertama kali diperiksa untuk menentukan kemurniannya, kemudian dipanaskan dan disempurnakan agar sesuai dengan standar logam campuran yang ditetapkan. Setelah peleburan dan pengecoran, ingot digulung dan dipotong menjadi cakram. Setiap cakram kemudian ditempatkan pada dadu depan dan dadu kebalikannya ditempatkan di atas. Akhirnya, sisi atas dadu dipukul satu kali atau lebih dengan palu sehingga desainnya terkesan jelas di kedua sisi mata uang. Metode ini disebut die-sinking; cetakan ini biasanya terbuat dari perunggu dan dapat membuat beberapa ribu koin sebelum harus dibuang.

Umumnya, koin Islam menunjukkan tempat dan tanggal pencetakannya, nama penguasa, nama ayahnya, dan pewaris atau utusannya. Ketika seorang khalifah baru berkuasa, dia memiliki koin baru yang dibuat atas namanya untuk membuat perubahan peraturan menjadi resmi. Ketika pemberontakan terjadi di beberapa bagian kerajaan Islam, pemimpin pemberontakan akan membangun dirinya dengan segera mengganti namanya sendiri pada koin yang baru dicetak. Melalui studi tentang koin Islam, peristiwa sejarah dapat dilacak dengan akurasi tertentu.*

Source: MuslimHeritage

Rep: Nashirul Haq
Editor: Bambang S

Al-‘Isy, Yusuf. (2007). Sejarah Dinasti Umayyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Al-‘Isy, Yusuf. (2009). Dinasti Umawiyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Amin, Husyn Ahmad. (1997). Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam. Bandung: Remaja Rosdakarta Offset.

Arief, Armai. (2004). Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Pendidikan Islam Klasik. Bandung: Angkasa.

Kholison, M. (2015). Bahasa Arab: Sejarah dan Perkembangannya. Jurnal Sejarah dan Perkembangan, 7(1). Retrieved from http://ejournal.iain-jember.ac.id/index.php/turats/article/view/76.

Kuswanjono, Arqom. (2016). Hakikat Ilmu dalam Pemikiran Islam. Jurnal Filsafat, 26(2). Retrieved from https://jurnal.ugm.ac.id/wisdom/article/view/12787/9152.

Mansur, Fadli Munawwar. (2003). Pertumbuhan dan Perkembangan Budaya Arab pada Masa Bani Umayyah. Jurnal Humaniora, 15(2). DOI: https://doi.org/10.22146/jh.785.

Nazir, M. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nizar, Samsul. (2013). Sejarah Pendidikan Islam (Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Permana, Farid. (2018). Pendidikan Islam dan Pengajaran Bahasa Arab pada Masa Dinasti Umayyah, Jurnal Ilmiah Al-Qalam, 12(2). Retrieved from https://jurnal.stiq-amuntai.ac.id/index.php/al-qalam/article/download/74/64

Rachman, Taufik. (2018). Bani Umayyah di lihat dari tiga Fase (Fase terbentuk, Kejayaan dan Kemunduran). Jurnal Sejarah Peradaban Islam, 2(1). Retrieved from http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/juspi/article/download/1079/1428.

Rianawati. 2010. Sejarah dan Peradaban Islam. Pontianak: STAIN Pontianak Press.

Saputri, Itsnawati Nurrohman. (2017). Perkembangan Kubah Batu, Masjid Damaskus, Perluasan Masjid Al-Haram dan Masjid Nabawi pada Masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan dan Walid bin Abdul Malik. Jurnal Millati, 2(2). Retrieved from http://millati.iainsalatiga.ac.id/index.php/millati/article/download/1256/796.

Sunanto, Musyrifah. (2003). Sejarah Islam Klasik. Bogor: Kencana.

Syah, Hidayah. (2016). Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Pekanbaru: Indrasakti Riau.

Syu'ub, Muhammad. (Tanpa Tahun). Sejarah Bani Umayyah. Jakarta: PT.Bulan Bintang.

Yakub, dkk. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Medan: Perdana Publishing.

Bani Umayyah (bahasa Arab: بنو أمية, Banu Umayyah, Dinasti Umayyah) atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Kekhalifahan Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya (beribu kota di Damaskus); serta dari 756 sampai 929 sebagai Emirat Kordoba (Imarah qurthubah) dan dilanjutkan menjadi kekhalifahan cordoba (خليفة قرطبة) 929 sampai 1031 Cordoba, Spanyol. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin Abdu Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadang kala disebut juga dengan Muawiyah I.

Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah

Kekhalifahan Umayyah


بنو أمية

661–750

Bendera

Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah

Kekhalifahan Umayyah yang mencapai puncaknya pada tahun 750 M

Ibu kotaDamaskusIbu kota di pengasinganKordobaBahasa yang umum digunakanArabAgama

IslamPemerintahanMonarkiKhalifah (Amirul Mukminin) 

• 661–680

Muawiyah I

• 744–750

Marwan II Sejarah 

• Didirikan

661

• Dibubarkan

750

Didahului oleh
Digantikan oleh
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
Kekhalifahan Rasyidin
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
Kekaisaran Bizantium
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
Kerajaan Visigoth
Kekhalifahan Abbasiyah
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
Kekhalifahan Umayyah Al-Andalus
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
Sekarang bagian dari
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Saudi Arabia
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Yemen
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Oman
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
UAE
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Qatar
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Bahrain
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Kuwait
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Iraq
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Iran
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Pakistan
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Afghanistan
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Turkmenistan
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Tajikistan
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Azerbaijan
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Armenia
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Uzbekistan
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Turkey
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
China
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Syria
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Cyprus
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Lebanon
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Israel
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Jordania
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Palestine
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Egypt
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Libya
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Kirgistan
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
India
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Georgia
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Kazakhstan
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Tunisia
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Algeria
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Morocco
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
France
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Portugal
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Spain 
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
France
Siapakah khalifah yang mencetak uang memakai kata dan tulisan Arab pada masa Dinasti Umayyah
 
Andorra

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Umayyah
pendiri Bani Umayyah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Harb

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Abu al-'Ash

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Abu Sufyan
kepala suku Mekkah

 

 

 

 

 

 

 

 

Affan

 

 

 

 

 

 

 

al-Hakam

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Yazid
(Gub. Siria th. 639

 

 

1. MUAWIYAH I
(k. 661-680)

 

 

Ummu Habibah

 

 

 

UTSMAN

 

 

 

 

 

 

 

4. MARWAN I
(k. 684-685)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2. YAZID I
(k. 680-683)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3. MUAWIYAH II
(k. 683-684)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Muhammad

 

 

 

 

 

 

 

 

5. ABDUL-MALIK
(k. 685-705)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Abdul-Aziz
Gub. Mesir

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

14. MARWAN II
(k. 744-750)

 

 

6. AL-WALID I
(k. 705-715)

 

7. SULAIMAN
(k. 715-717)

 

9. YAZID II
(k.720-724)

 

10. HISYAM
(k. 724-743)

 

 

 

8. UMAR II
(k. 717-720)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

12. YAZID III
(k. 744)

 

13. IBRAHIM
(k. 744)

 

 

 

11. AL-WALID II
(k. 743-744)

 

Muawiyah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Abd ar-Rahman I
Emir di Kordoba

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

[1] Catatan:

  • k. merupakan tahun kekuasaan

 

Kubah Batu di Kompleks Masjidil Aqsa yang dibangun oleh Bani Umayyah

Masa ke-Khilafahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan, yaitu setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, dan kemudian orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Ali namun Hasan bin Ali menyerahkan jabatan kekhalifahan ini kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak terbunuhnya Utsman bin Affan, pertempuran Shiffin, perang Jamal, terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, serta penghianatan dari orang-orang Khawarij[2] dan Syi'ah.[3][4][5][6]

Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali, dimulai dengan menaklukan Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul,. Sedangkan angkatan lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khwarezmia, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Multan.

Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan pada zaman Al-Walid bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukkan, Thariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordoba. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa.

Di zaman Umar bin Abdul-Aziz, serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Pirenia. Serangan ini dipimpin oleh Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeaux, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah (mediterania) juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.

Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.

Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah bin Abu Sufyan mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim (qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, Qadhi adalah seorang spesialis dibidangnya. Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilan ini dilanjutkan oleh puteranya Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M) meningkatkan pembangunan, di antaranya membangun panti-panti untuk orang cacat, dan pekerjanya digaji oleh negara secara tetap. Serta membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.

Meskipun keberhasilan banyak dicapai daulah ini, tetapi tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan inilah suksesi kekuasaan bersifat monarchiheridetis (kepemimpinan secara turun temurun) mulai diperkenalkan, di mana ketika dia mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah. Muawiyah bin Abu Sufyan dipengaruhi oleh sistem monarki yang ada di Persia dan Bizantium, istilah khalifah tetap digunakan, tetapi Muawiyah bin Abu Sufyan memberikan interprestasi sendiri dari kata-kata tersebut di mana khalifah Allah dalam pengertian penguasa yang diangkat oleh Allah padahal tidak ada satu dalil pun dari al-Qur'an dan hadits nabi yang mendukung pendapatnya.

Dan kemudian Muawiyah bin Abu Sufyan dianggap tidak mentaati isi perjanjiannya dengan Hasan bin Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian kepemimpinan diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid bin Muawiyah sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.

Ketika Yazid bin Muawiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid bin Muawiyah kemudian mengirim surat kepada gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husain bin Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Zubair bin Awwam.

Husain bin Ali sendiri juga dibaiat sebagai khalifah di Madinah, Pada tahun 680 M, Yazid bin Muawiyah mengirim pasukan untuk memaksa Husain bin Ali untuk menyatakan setia, Namun terjadi pertempuran yang tidak seimbang yang kemudian hari dikenal dengan Pertempuran Karbala,[7] Husain bin Ali terbunuh, kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbala sebuah daerah di dekat Kufah.

Kelompok Syi'ah sendiri, yang tertindas setelah kesyahidan pemimpin mereka Husain bin Ali, terus melakukan perlawanan dengan lebih gigih dan di antaranya adalah yang dipimpin oleh Al-Mukhtar di Kufah pada 685-687 M. Al-Mukhtar mendapat banyak pengikut dari kalangan kaum Mawali (yaitu umat Islam bukan Arab, berasal dari Persia, Armenia dan lain-lain) yang pada masa Bani Umayyah dianggap sebagai warga negara kelas dua. Namun perlawanan Al-Mukhtar sendiri ditumpas oleh Abdullah bin Zubair yang menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husain bin Ali terbunuh. Walaupun dia juga tidak berhasil menghentikan gerakan Syi'ah secara keseluruhan.

Abdullah bin Zubair membina kekuatannya di Mekkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap Yazid bin Muawiyah. Tentara yang dikirim Yazid bin Muawiyah kemudian menyerang Madinah dan mengepung Mekkah secara biadab seperti yang diriwayatkan dalam sejarah. Dua pasukan bertemu dan pertempuran pun tak terhindarkan. Namun, peperangan ini terhenti karena tak lama kemudian Yazid bin Muawiyah wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus.

Perlawanan Abdullah bin Zubair baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan, yang kemudian kembali mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi dan berhasil membunuh Abdullah bin Zubair pada tahun 73 H/692 M.

Setelah itu, gerakan-gerakan lain yang dilancarkan oleh kelompok Khawarij dan Syi'ah juga dapat diredakan. Keberhasilan ini membuat orientasi pemerintahan Bani Umayyah mulai dapat diarahkan kepada pengamanan daerah-daerah kekuasaan di wilayah timur (meliputi kota-kota di sekitar Asia Tengah) dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol (Al-Andalus). Selanjutnya hubungan pemerintah dengan golongan oposisi membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz (717-720 M), di mana sewaktu diangkat sebagai khalifah, menyatakan akan memperbaiki dan meningkatkan negeri-negeri yang berada dalam wilayah Islam agar menjadi lebih baik daripada menambah perluasannya, di mana pembangunan dalam negeri menjadi prioritas utamanya, meringankan zakat, kedudukan mawali disejajarkan dengan Arab. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, tetapi berhasil menyadarkan golongan Syi'ah, serta memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya.

Sepeninggal Umar bin Abdul-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan oleh Yazid bin Abdul-Malik (720- 724 M). Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketenteraman dan kedamaian, pada masa itu berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid bin Abdul-Malik cendrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan khalifah berikutnya, Hisyam bin Abdul-Malik (724-743 M). Bahkan pada masa ini muncul satu kekuatan baru dikemudian hari menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali. Walaupun sebenarnya Hisyam bin Abdul-Malik adalah seorang khalifah yang kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi ini semakin kuat, sehingga tidak berhasil dipadamkannya.

Setelah Hisyam bin Abdul-Malik wafat, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil berikutnya bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini semakin memperkuat golongan oposisi. Dan akhirnya, pada tahun 750 M, Daulah Umayyah digulingkan oleh Bani Abbasiyah yang merupakan bahagian dari Bani Hasyim itu sendiri, di mana Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, walaupun berhasil melarikan diri ke Mesir, tetapi kemudian berhasil ditangkap dan terbunuh di sana. Namun, salah satu penerus bani umayyah yang bernama Abdurrahman Ad-dakhil dapat meloloskan diri pada tahun 755 M. Ia dapat lolos dari kejaran pasukan bani abbasiyah dan masuk ke Andalusia (Spanyol). Di Spanyol sebagian besar umat islam disana masih setia dengan bani umayyah. Ia kemudian mendirikan pemerintahan sendiri dan mengangkat dirinya sebagai amir (pemimpin) dengan pusat kekuasaan di Cordoba.[8] Kematian Marwan bin Muhammad menandai berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah di timur (Damaskus) yang digantikan oleh Daulah Abbasiyah, dan dimulailah era baru Bani Umayyah di Al-Andalus.

Al-Andalus atau (kawasan Spanyol dan Portugis sekarang) mulai ditaklukan oleh umat Islam pada zaman khalifah Bani Umayyah, Al-Walid bin Abdul-Malik (705-715 M), di mana tentara Islam yang sebelumnya telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayyah. Dalam proses penaklukan ini dimulai dengan kemenangan pertama yang dicapai oleh Tariq bin Ziyad membuat jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Kemudian pasukan Islam di bawah pimpinan Musa bin Nushair juga berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Goth, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Zaragoza sampai Navarre.

Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz tahun 99 H/717 M, di mana sasaran ditujukan untuk menguasai daerah sekitar pegunungan Pirenia dan Prancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada Al-Samah, tetapi usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya, pimpinan pasukan diserahkan kepada Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Dengan pasukannya, ia menyerang kota Bordeaux, Poitiers dan dari sini ia mencoba menyerang kota Tours, di kota ini ia ditahan oleh Charles Martel, yang kemudian dikenal dengan Pertempuran Tours, al-Ghafiqi terbunuh sehingga penyerangan ke Prancis gagal dan tentara muslim mundur kembali ke Spanyol.

Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan. Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Goth bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Yang tidak bersedia disiksa, dan dibunuh secara brutal.

Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan Raja Roderic, Raja Goth terakhir yang dikalahkan pasukan Muslimin. Awal kehancuran kerajaan Visigoth adalah ketika Roderic memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witiza, yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan begitu saja. Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak dan anak Witiza. Keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk menjatuhkan Roderic. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum muslimin. Sementara itu terjadi pula konflik antara Raja Roderick dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol, Julian bahkan memberikan pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq dan Musa.

Hal menguntungkan tentara Islam lainnya adalah bahwa tentara Roderic yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai semangat perang, selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum Muslimin.

Sewaktu penaklukan itu para pemimpin penaklukan tersebut terdiri dari tokoh-tokoh yang kuat, yang mempunyai tentara yang kompak, dan penuh percaya diri. Yang tak kalah pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong. Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam di sana.

  • 661 M- Muawiyah menjadi khalifah dan mendirikan Bani Ummayyah.
  • 670 M- Perluasan ke Afrika Utara. Penaklukan Kabul.
  • 677 M- Penaklukan Samarkand dan Tirmidz. Serangan ke Konstantinopel.
  • 680 M- Kematian Muawiyah. Yazid I menaiki takhta. Peristiwa pembunuhan Husain.
  • 685 M- Khalifah Abdul-Malik menegaskan Bahasa Arab sebagai bahasa resmi.
  • 700 M- Kampanye menentang kaum Barbar di Afrika Utara.
  • 711 M- Penaklukan Spanyol, Sind, dan Transoxiana.
  • 713 M- Penaklukan Multan.
  • 716 M- Serangan ke Konstantinopel.
  • 717 M- Umar bin Abdul-Aziz menjadi khalifah. Reformasi besar-besaran dijalankan.
  • 725 M- Tentara Islam merebut Nimes di Prancis.
  • 749 M- Kekalahan tentara Ummayyah di Kufah, Iraq terhadap tentara Abbasiyyah.
  • 750 M- Damsyik direbut oleh tentara Abbasiyyah. Kejatuhan Kekhalifahan Bani Ummaiyyah.
  • 756 M- Abdurrahman Ad-Dakhil menjadi khalifah Muslim di Kordoba.Memisahkan diri dari Abbasiyyah.
  1. Muawiyah I bin Abu Sufyan, 41-61 H / 661-680 M
  2. Yazid I bin Muawiyah, 61-64 H / 680-683 M
  3. Muawiyah II bin Yazid, 64-65 H / 683-684 M
  4. Marwan I bin al-Hakam, 65-66 H / 684-685 M
  5. Abdullah bin Zubair bin Awwam, (peralihan pemerintahan, bukan Bani Umayyah).
  6. Abdul-Malik bin Marwan, 66-86 H / 685-705 M
  7. Al-Walid I bin Abdul-Malik, 86-97 H / 705-715 M
  8. Sulaiman bin Abdul-Malik, 97-99 H / 715-717 M
  9. Umar II bin Abdul-Aziz, 99-102 H / 717-720 M
  10. Yazid II bin Abdul-Malik, 102-106 H / 720-724 M
  11. Hisyam bin Abdul-Malik, 106-126 H / 724-743 M
  12. Al-Walid II bin Yazid II, 126-127 H / 743-744 M
  13. Yazid III bin al-Walid, 127 H / 744 M
  14. Ibrahim bin al-Walid, 127 H / 744 M
  15. Marwan II bin Muhammad (memerintah di Harran, Jazira), 127-133 H / 744-750 M
  • Abdur-rahman I, 756-788
  • Hisyam I, 788-796
  • Al-Hakam I, 796-822
  • Abdur-rahman II, 822-888
  • Abdullah bin Muhammad, 888-912
  • Abdur-rahman III, 912-929
  • Abdur-rahman III, 929-961
  • Al-Hakam II, 961-976
  • Hisyam II, 976-1008
  • Muhammad II, 1008-1009
  • Sulaiman, 1009-1010
  • Hisyam II, 1010-1012
  • Sulaiman (dikembalikan), 1012-1017
  • Abdur-rahman IV, 1021-1022
  • Abdur-rahman V, 1022-1023
  • Muhammad III, 1023-1024
  • Hisyam III, 1027-1031
  1. Al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir.
  2. Tarikh Khulafa', As-Suyuthi.
  3. Tarikh Bani Umayyah, Al-Mamlakah Su'udiyyah.
  4. Tarikh Islamy, Ibnu Khaldun.
  5. Sejarah Bani Umayyah, Muhammad Syu'ub, Penerbit PT. Bulan Bintang.
  • Khalifah
  • Bani Abbasiyah

  1. ^ Hodgson, Marshall G.S.; The Venture of Islam, Iman dan Sejarah dalam Peradaban Dunia; Jilid Pertama: Masa Klasik Islam; Buku Pertama: Lahirnya Sebuah Tatanan Baru. Jakarta: Paramadina, 1999. ISBN 979-8321-32-4
  2. ^ Ibnu Katsir berkata (10/643), “Al-Haitsam bin Adi menyebutkan bahwa setelah Ali memerangi kaum Khawarij membangkang pula seorang lelaki penduduk Bashrah dari Bani Najiyah bernama al-Harits bin Rasyid. Dalam Tarikh ath-Thabari, 5/113 disebutkan namanya al-Khariit bin Rasyid an-Naji, lalu dia menyebutkan perfndan kisah ini dari jalur Abu Mikhnaf.
  3. ^ Muhammad bin Ali bin Abi Thalib menasehatinya agar tidak pergi ke Kufah dengan berkata, “Saudaraku, engkau telah mengetahui bahwa penduduk Kufah mengkhianati Ayahmu dan Saudaramu. Saya takut keadaanmu akan seperti keadaan orang-orang yang telah berlalu (pergi ke Kufah).” (Al-Luhuf, Ibnu Thawus hlm 39, dan Asyura, Al-Ihsa, hlm. 110).
  4. ^ Pengkhianatan-Pengkhianatan Syiah, karya DR. Imad Ali Abdus Sami, No ISBN 978-979-592-3374.
  5. ^ Kitab Taarikh Abil Fida’ Al Musamma Al-Mukhtashar fi Akhbaril Basyar, Juz 1 hlm. 265. Kronologis terbunuhnya Husain bin Ali, oleh kaum Syiah sendiri yang dipimpin oleh Ubaidillah bin Ziyad yang sebelumnya merupakan tentara di pasukan Ali bin Abi Thalib (148 H – 193 H/786 M – 842 M).
  6. ^ Ibnu Katsir berkata: “Nashir Lidinillah memiliki perilaku buruk terhadap rakyatnya dan mendzaliminya. Ia menghancurkan dan memisahkan keluarganya ketika berada di Irak. Ia berbuat sesuatu dan kebalikannya. Ia menganut madzhab Syiah. Dikatakan bahwa antara dirinya dengan Tatar terjadi surat menyurat agar ia tertarik ke negaranya. Ini adalah bencana kecil, baginya setiap dosa besar terjadi.” (Al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir, Juz 13 hlm. 106 – 107).
  7. ^ Britannica Encyclopedia, Battle of Karbalāʾ
  8. ^ buku K13 mapel PAI kelas 8

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kekhalifahan_Umayyah&oldid=21294363"