Siapa yang paling diuntungkan apabila masyarakat menggunakan produk dalam negeri

Pengunjung melihat produk-produk karya produsen lokal di Pameran Produksi Indonesia (PPI) 2014, di Bandung, Sabtu (24/5).

Rep: Elba Damhuri Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak keuntungan yang bisa diraih jika menggunakan produk dalam negeri. Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Indak Sukmaningsih mengatakan dari sisi ekonomi akan mendongkrak produksi dan pendapatan per kapita. Penggunaan produk-produk dalam negeri, kata Indah, akan meningkatkan kapasitas produksi industri baik kecil, menengah, dan besar. Kenaikan kapasitas produksi ini jelas akan memberi dampak positif pada peningkatan pendapatan dan pembukaan lapangan kerja.

"Yang terjadi, peluang dan lapangan kerja makin luas dan pendapatan masyarakat bisa menjadi lebih baik," kata Indah dalam perbincangan dengan Republika baru-baru ini.

Investasi pun akan meningkat jika permintaan produksi barang bertambah. YLKI memandang ini merupakan gejala bagus bagi perekonomian bangsa secara umum.Karena itu, YLKI mendorong warga Indonesia untuk menggunakan produk-produk dalam negeri di tengah terpaan deras produk impor. Menurut Indah, tidak sedikit produk Indonesia yang mampu bersaing dan masuk pasar global, mulai dari tekstil, makanan, elektronik, hingga komputer.Daya saing memang menjadi persoalan serius yang harus dijawab pemerintah dan produsen di Tanah Air. Indah mengatakan agar bisa terus berkibar maka daya saing produk-produk Indonesia harus diangkat.

  • ylki
  • produk dalam negeri
  • cintai produk lokal

Siapa yang paling diuntungkan apabila masyarakat menggunakan produk dalam negeri

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...

Bagaimana cara mengontrol jumlah garam yang diimpor? Berapa yang seharusnya diserap dan dibutuhkan pasar industri dan warga umumnya? Siapa yang berkuasa menentukan harga garam impor dan garam rakyat? Siapa saja yang diberi hak mengimpor, berapa lama dan seberapa besar volumenya?

Inilah berderet pertanyaan yang terungkap di balik impor garam 2021 dan sebelumnya. Pada ujungnya, pertanyaan ini bermuara pada satu kalimat : ‘’siapa yang paling diuntungkan?’’  Yang jelas ada pihak yang paling dirugikan, yakni para petani penggarap tambak garam. Sepanjang hari mereka terbakar matahari pantai yang menyengat, dan kini harus menghadapi sengatan lebih tajam, yakni rontoknya harga garam panen mereka hingga Rp 150,00/kg

Hal ini mengusik Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta pemerintah mewajibkan para importir menyerahkan data garam impor yang dilakukan selama ini. Komisioner KPPU Yudi Hidayat seperti dikutip Antara mengatakan,ada tiga potensi masalah impor  garam yang dapat mengarah pada penguasaan importir tertentu.  Itulah kenapa pihaknya meminta kepada pemerintah agar mewajibkan para importir serahkan data penggunaan garam impornya.

Dengan adanya data ini, pemerintah dapat memastikan bahwa impor dilakukan untuk keperluan industri dan mencegah masuknya garam industri tersebut di pasar garam rakyat. Yang diimpor adalah garam industri. Kebutuhannya untuk industri saja dan supaya tidak masuk ke pasar garam rakyat. Menurut Yudi, impor garam tidak dapat dihindari karena kualitas produksi garam rakyat belum mampu memenuhi standar industri. Masalahnya, impor garam industri  dilaksanakan di tengah masih tersedianya stok garam nasional dalam jumlah yang signifikan, yakni di atas satu juta ton.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan, pasal 291 mengatur bahwa importir garam harus memprioritaskan penyerapan garam hasil produksi petambak garam yang tersedia di gudang garam nasional dan/atau gudang garam rakyat untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Saat ini impor garam untuk keperluan industri menggunakan model kuota per importir. Ini rentan mengarah kepada penguasaan pasokan garam di pasar oleh pelaku usaha yang terbatas. Kebijakan ini dapat mendorong supernormal profit melalui penjualan garam industri ke garam konsumsi seiring dengan perbedaan harga yang tinggi di antara keduanya.

Estimasi Berlebih

Berdasarkan data, kebutuhan garam nasional tahunan saat ini berada di sekitar 4,6 juta ton, dengan hampir 84 persen atau 3,9 juta ton di antaranya berasal dari kebutuhan garam industri. Hanya sekitar 7 persen untuk kebutuhan rumah tangga. Stok garam lokal sekitar 1,3 juta ton. Analisis pemerintah terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi dan sektor industri pengolahan tahun 2021 menunjukkan estimasi 2,49 hingga 3,01, masih berada di bawah tingkat pertumbuhan 2019, yakni sebesar 3,8. Kemungkinan sektor yang paling banyak membutuhkan garam industri (CAP dan aneka pangan) juga mengalami pertumbuhan kebutuhan di bawah tahun 2019.

Apabila kebutuhan impor garam sektor 2,5 juta ton (2019) dengan pertumbuhan sektor pengolahan  maka kebutuhan impor garam industri di 2021 tidak akan mencapai 3 juta ton. Dengan demikian kebutuhan garam industri tahun 2021 tidak sebesar tahun 2019, dan berpotensi "over" estimasi.

Realisasi impor yang dilakukan per April 2021 mencapai 412 ribu ton atau 19,67 persen dari total rekomendasi dikeluarkan yang mencapai 2,1 juta ton. Apabila dihitung dari alokasi impor sebesar 3 juta, maka realisasi impor per April baru mencapai 13,38 persen.

Jika dibandingkan dengan tahun lalu, realisasi impor garam mencapai 1,8 juta ton. Sehingga terdapat potensi impor yang tidak dilaksanakan. Atau dilaksanakan, namun tidak digunakan sebagaimana peruntukan garam industri.

Anggota Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Yudi Hidayat (kiri), bersama Dinni Melanie (tengah) dan Guntur Syahputra Saragih, memaparkan berbagai kasus penegakan hukum pengawas persaingan usaha di Medan, Sumatera Utara.

Permasalahan ketiga adalah lemahnya pengawasan pascaimportasi. Saat ini tidak terdapat mekanisme pengawasan terhadap penggunaan garam impor oleh importir. Sehingga tidak tertutup kemungkinan terdapat sisa stok garam impor yang tidak terpakai oleh industri dan berpotensi masuk ke pasar garam rakyat, apalagi dengan disparitas harga yang tinggi.

Potensi masuknya kelebihan garam impor ke pasar garam rakyat menjadi semakin besar apabila importir tidak melaporkan penggunaan serta penyaluran garam impor kepada Pemerintah.

Potensi tersebut semakin besar apabila importir tersebut tidak menggunakan garam tersebut dalam proses produksinya, namun bertindak sebagai importir untuk memenuhi kebutuhan garam untuk industri lain di dalam negeri.

Mutu Ditingkatkan

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah dan terus meningkatkan produksi garam rakyat guna menekan impor. Salah satu strateginya ialah dengan menerapkan teknologi untuk peningkatan kualitas tambak garam. Kepala BRSDM Sjarief Widjaja, menuturkan bahwa KKP berkomitmen  terhadap upaya pengembangan dan peningkatan produksi garam nasional serta peningkatan kualitas garam, baik untuk konsumsi maupun untuk industri.

KKP telah melakukan intervensi teknologi untuk meningkatkan kualitas lahan atau tambak garam dari hulu ke hilir. Teknologi produksi garam juga telah banyak diperkenalkan oleh pemerintah untuk meningkatkan produktivitas, mengurangi biaya produksi, hingga meningkatkan kualitas garam. Sjarief menuturkan teknologi yang sudah mulai dikembangkan di masyarakat yaitu pembuatan garam dengan sistem Teknologi Ulir Filter (TUF) Geomembran dan sistem tunnel. KKP juga telah menginisiasi Program Pengembangan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) untuk meningkatkan produksi garam rakyat, mendorong terwujudnya swasembada garam dan mensejahterakan petambak garam. Implementasi Program PUGAR meliputi aspek pemberdayaan kelembagaan penggaraman, pendampingan dalam penerapan teknologi pembuatan garam, peningkatan kualitas produksi garam rakyat dan perbaikan sarana dan prasarana pembuatan garam.

Kehadiran Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan yang merupakan aturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, mewajibkan importir garam memprioritaskan penyerapan garam hasil produksi petambak garam yang tersedia di gudang garam nasional dan/atau gudang garam rakyat untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

Rachmat Gobel, Wakil Ketua DPR RI, Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) menegaskan bahwa membangun industri garam harus dimulai dengan menetapkan kepentingan NKRI sebagai tujuan utama. Gobel menyampaikan, terdapat beberapa strategi untuk mewujudkan swasembada garam, seperti dengan memperkenalkan teknologi dan inovasi kepada para petani, memperkuat kelembagaan, ekstensifikasi di luar wilayah produksi garam yang sudah ada, mempermudah izin kepada pengusaha lokal dan koperasi agar produk garam desa dapat menjadi produk lokal, kemudian menjadi produk nasional, hingga menjadi global.

“Mari kita bersama menargetkan pembangunan industri garam dalam 5 sampai 10 tahun ke depan. Kita adakan pertemuan lebih lanjut di DPR, karena permasalahan garam tidak hanya bisa diselesaikan di satu Kementerian (KKP) saja, tapi juga melibatkan Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian dan pihak lainnya,” katanya.

Penulis : Tjuk Suwarsono

Editor : Widhie Kurniawan


Jakarta, Kominfo – Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengajak seluruh masyarakat Indonesia termasuk seluruh pegawai Kementerian Perdagangan berbelanja produkproduk buatan Indonesia. Ajakan itu disampaikan melalui “Gerakan Belanja Produk Dalam Negeri” yang berlangsung di Thamrin City, Jakarta, hari ini, Sabtu (7/12/2019).

“Konsumsi masyarakat terhadap produk dalam negeri dapat memberikan efek domino bagi penguatan pasar dalam negeri, meningkatkan lapangan kerja bagi masyarakat, dan menjamin pendapatan pekerja lokal. Untuk itu, saya mengajak Seluruh masyarakat Indonesia berbelanja produk-produk dalam negeri,” kata Mendag Agus saat membuka acara tersebut.

“Gerakan Belanja Produk Dalam Negeri” merupakan program strategis perdagangan dalam negeri Kemendag yang terus digencarkan, baik secara luring maupun daring. Kali ini acara tersebut digelar Kemendag bekerja sama dengan PT. Jakarta Realty selaku pengelola Thamrin City. Thamrin City merupakan pusat belanja yang konsisten dan menjual produk-produk UMKM nusantara.

Selain itu, Thamrin City atau Thamcit juga dikenal sebagai salah satu destinasi pusat perbelanjaan produk UMKM Indonesia. Saat ini ada sekitar 1.000 pedagang UMKM yang berjualan di sana. Produk-produk dagangannya sangat beraneka mulai dari batik, tenun, fesyen, busana muslim, assesoris, pakaian dalam, sepatu, perlengkapan beribadah untuk muslim, dan lain sebagainya.

Mendag Agus juga menyakinkan bahwa produk Indonesia mampu bersaing dengan produk luar. “Produk buatan Indonesia memiliki karakteristik tersendiri. Selain memiliki kualitas yang baik, produk Indonesia itu unik dan harganya terjangkau. Tingginya minat berbelanja produk lokal perlu terus ditingkatkan untuk mengangkat citra dan daya saing produk Indonesia di pasar dalam negeri di tengah keterbukaan pasar global,” tegas Mendag Agus.

Selain itu, lanjut Mendag Agus, produk-produk dalam negeri, khususnya UMKM juga hadir dengan design dan inovasi kekinian dengan memberikan berbagai keunggulan. Beberapa keunggulan tersebut, antara lain terbuat dari material yang berkualitas dan pengerjaan yang baik, desain yang unik dan berkharakter, serta harga yang lebih terjangkau. Produk UMKM juga memiliki konsep kearifan lokal dari masing-masing daerah di Indonesia. 

Mendag Agus menjelaskan, ajakan berbelanja produk-produk dalam negeri ini bertujuan agar masyarakat dapat turut andil memperkuat ekonomi bangsa. “Beli satu tumbuh seribu. Begitulah tagline Kemendag untuk mewakili Gerakan Belanja Produk Dalam Negeri. Artinya, dengan membeli produk dalam negeri, kita semua telah ikut andil menyelamatkan ekonomi bangsa. Sesungguhnya ada sumber pendapatan dari ratusan, bahkan ribuan pelaku usaha dan pekerja Indonesia dari satu produk dalam negeri yang kita beli,” ungkapnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Suhanto menyampaikan, gerakan ini juga bertujuan menumbuhkan kesadaran dan semangat masyarakat agar lebih mencintai produk Indonesia secara konkret melalui pembelian produk-produk dalam negeri. “Selain itu, juga sebagai wujud nasionalisme dengan mencintai produk-produk buatan Indonesia. Hal tersebut diharapkan dapat mendukung eksistensi para produsen dan pengrajin dalam negeri, terutama UMKM dan menggerakkan perekonomian nasional,” imbuh Suhanto.

Hal senada juga disampaikan Komisaris Utama PT Jakarta Realty Ongky Sukasah. Ongky menyampaikan, penyelenggaraan kegiatan ini merupakan wujud nyata nasionalisme dan kebanggaan masyarakat terhadap produk-produk Indonesia. “Dampak dari gerakan ini akan dirasakan para pelaku UMKM dan dapat mendukung eksistensi produk dalam negeri dan menggerakkan sektor perdagangan dalam negeri,” imbuhnya.

Selanjutnya, Dirjen Suharto mengimbau para pengelola perbelanjaan untuk menempatkan produk-produk Indonesia di bagian depan pusat perbelanjaan sesuai dengan Instruksi Presiden. “Dengan demikian, produk dalam negeri dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” tandas Suhanto. 

Turut hadir dalam acara ini Komisaris Utama PT Jakarta Realty Ongky Sukasah, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey, Ketua Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah, serta Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) A. Stefanus Ridwan.

Tantangan Bonus Demografi

Pada 2019, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencatat jumlah penduduk Indonesia telah mencapai ±267 juta jiwa dengan rasio ketergantungan sebesar 45,56 persen. Rasio tersebut merupakan yang terendah dalam sepuluh tahun terakhir. Artinya, beban yang harus ditanggung penduduk produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum/tidak produktif semakin kecil.

Sementara itu, jumlah usia produktif pada 2020 diproyeksikan akan mencapai 68,75 persen dari total populasi. Mendag Agus menjelaskan, kondisi demografi yang demikian menunjukkan Indonesia sebenarnya telah memasuki fase bonus demografi yang tentunya memberikan potensi sekaligus tantangan dalam menunjang perekonomian.

“Dengan populasi Indonesia sebesar saat ini dapat merepresentasikan besarnya potensi konsumsi dalam negeri yang dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan kewirausahaan dan penciptaan lapangan pekerjaan. Untuk itu, program-program pemerintah harus difokuskan pada penciptaan lapangan kerja yang seluas-luasnya,” tambah Mendag.

Mendag juga mengungkapkan, upaya menyukseskan gerakan belanja produk dalam negeri ini juga mendapatkan tantangan dari maraknya penjualan produk impor. Tingkat konsumsi bangsa Indonesia yang tinggi merupakan potensi besar bagi para pelaku usaha dari negara lain memasarkan produk-produk barang jadinya, khususnya melalui platform niaga elektronik.

“Ini merupakan dampak globalisasi ekonomi yang harus dihadapi dengan berani dan sikap optimistis. Kecintaan dan kebanggaan kita terhadap Indonesia perlu diwujudkan dalam sebuah tindakan nyata sehingga secara konkret membantu meningkatkan perekonomian bangsa. Bentuk paling sederhana dari wujud kecintaan itu ialah dengan membeli dan menggunakan produkproduk buatan dalam negeri,” pungkas Mendag.

Pemerintah dalam hal ini Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag juga selalu memberikan perhatian khusus dalam meningkatkan penggunaan produk dalam negeri melalui berbagai kegiatan cinta produk Indonesia. Dirjen Suhanto mengungkapkan, upaya tersebut juga diimplementasikan dengan penerbitan Keppres 24 Tahun 2018 tentang Tim Nasional Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Permendag No. 47 Tahun 2016 tentang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri.

“Kedua regulasi tersebut pada intinya adalah mengamanatkan peningkatan penggunaan produk dalam negeri melalui promosi, sosialisasi, serta mendorong pendidikan sejak dini mengenai kecintaan, kebanggaan, kegemaran menggunakan produk dalam negeri. Selain itu, juga memberikan akses informasi produk dalam negeri,” tegas Suhanto.