Sebutkan pokok-pokok ajaran weda yang harus dipedomani dalam kehidupan

Sumber ajaran agama Hindu adalah Kitab Suci Veda (Weda), yaitu kitab yang berisikan ajaran kesucian yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa melalui para Maha Rsi. Veda merupakan jiwa yang meresapi seluruh ajaran Hindu, laksana sumber air yang mengalir terus melalui sungai-sungai yang amat panjang dalam sepanjang abad. Weda adalah sabda suci atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa.

Weda secara ethimologinya berasal dari kata “Vid” (bahasa sansekerta), yang artinya mengetahui atau pengetahuan. Veda adalah ilmu pengetahuan suci yang maha sempurna dan kekal abadi serta berasal dari Hyang Widhi Wasa. Kitab Suci Veda dikenal pula dengan Sruti, yang artinya bahwa kitab suci Weda adalah wahyu yang diterima melalui pendengaran suci dengan kemekaran intuisi para maha Rsi. Juga disebut kitab mantra karena memuat nyanyian-nyanyian pujaan. Dengan demikian yang dimaksud dengan Veda adalah Sruti dan merupakan kitab yang tidak boleh diragukan kebenarannya dan berasal dari Hyang Widhi Wasa.

Weda – Kitab Suci Agama Hindu

Satu-satunya pemikiran yang secara tradisional yang kita miliki adalah yang mengatakan bahwa Veda adalah kitab suci agama Hindu. Sebagai kitab suci agama Hindu maka ajaran Veda diyakini dan dipedomani oleh umat Hindu sebagai satu-satunya sumber bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari ataupun untuk waktu-waktu tertentu. Diyakini sebagai kitab suci karena sifat isinya dan yang menurunkan (mewahyukan) adalah Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Suci. Apapun yang diturunkan sebagai ajaran-Nya kepada umat manusia adalah ajaran suci terlebih lagi bahwa isinya itu memberikan petunjuk atau ajaran untuk hidup suci.

Sebagai kitab suci, Veda adalah sumber ajaran agama Hindu sebab dari Vedalah mengalir ajaran agama Hindu. Ajaran Weda dikutip kembali dan memberikan vitalitas terhadap kitab-kitab susastra Hindu pada masa berikutnya. Dari kitab Veda (Sruti) mengalirlah ajaran Veda pada kitab-kitab Smrti, Itihasa, Purana, kitab-kitab Agama, Tantra, Darsana dan Tattwa-tattwa yang kita warisi di Indonesia. Swami Sivananda menyatakan : ”Veda adalah kitab tertua dari perpustakaan umat manusia. Kebenaran yang terkandung dalam semua agama berasal dari Veda dan akhirnya kembali pada Veda. Veda adalah sumber ajaran agama, sumber tertinggi dari semua sastra agama berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Veda diwahyukan pada permulaan adanya pengertia waktu”.

Veda mengandung ajaran yang memberikan keselamatan di dunia ini dan di akhirat nanti. Veda menuntun tindakan umat manusia sejak lahir sampai pada nafasnya yang terakhir. Veda tidak terbatas pada tuntunan hidup individual, tetapi juga dalam hidup bermasyarakat. Bagaimana hendaknya masyarakat bersikap dan bertindak, tugas-tugas aparatur pemerintah melaksanakan tugasnya, bagaimana tingkah laku seorang ibu. Segala tuntunan hidup ditunjukkan kepada kita terhimpun dalam kitab suci Veda.kita miliki adalah yang mengatakan

Bahasa Veda (Weda)

Bahasa yang dipergunakan dalam Veda disebut bahasa Sansekerta, Nama sansekerta dipopulerkan oleh maharsi Panini, yaitu seorang penulis Tata Bahasa Sensekerta yang berjudul Astadhyayi yang sampai kini masih menjadi buku pedoman pokok dalam mempelajari Sansekerta.
Sebelum nama Sansekerta menjadi populer, maka bahasa yang dipergunakan dalam Weda dikenal dengan nama Daiwi Wak (bahasa/sabda Dewata). Tokoh yang merintis penggunaan tatabahasa Sansekerta ialah Rsi Panini. Kemudian dilanjutkan oleh Rsi Patanjali dengan karyanya adalah kitab Bhasa. Jejak Patanjali diikuti pula oleh Rsi Wararuci.

Isi Weda

Veda adalah kitab suci yang mencakup berbagai aspek kehidupan yang diperlukan oleh manusia. Berdasarkan materi, isi dan luas lingkupnya, maka jenis buku weda itu banyak. maha Rsi Manu membagi jenis isi Weda itu ke dalam dua kelompok besar yaitu Veda Sruti dan Veda Smerti. Pembagian ini juga dipergunakan untuk menamakan semua jenis buku yang dikelompokkan sebagai kitab Weda, baik yang telah berkembang dan tumbuh menurut tafsir sebagaimana dilakukan secara turun temurun menurut tradisi maupun sebagai wahyu yang berlaku secara institusional ilmiah. Kelompok Veda Sruti isinya hanya memuat wahyu, sedangkan kelompok Smrti isinya bersumber dari Veda Sruti, jadi merupakan manual, yakni buku pedoman yang sisinya tidak bertentangan dengan Sruti. Baik Sruti maupun Smrti, keduanya adalah sumber ajaran agama Hindu yang tidak boleh diragukan kebenarannya. Agaknya sloka berikut ini mempertegas pernyataan di atas.

Weda khilo dharma mulam smrti sile ca tad widam, acarasca iwa sadhunam

atmanastustireqaca. (M. Dh. II.6).

Artinya:
Seluruh Weda merupakan sumber utama dari pada agama Hindu (Dharma), kemudian barulah Smerti di samping Sila (kebiasaan- kebiasaan yang baik dari orang-orang yang menghayati Weda). dan kemudian acara yaitu tradisi dari orang-orang suci serta akhirnya Atmasturi (rasa puas diri sendiri).

Srutir wedah samakhyato dharmasastram tu wai smrth, te sarwatheswam imamsye

tabhyam dharmo winir bhrtah. (S.S.37).

Artinya:
Ketahuilah olehmu Sruti itu adalah Weda (dan) Smerti itu sesungguhnya adalah dharmasastra; keduanya harus diyakini kebenarannya dan dijadikan jalan serta dituruti agar sempurnalah dalam dharma itu.

Dari sloka-sloka diatas, maka tegaslah bahwa Sruti dan Smrti merupakan dasar utama ajaran Hindu yang kebenarannya tidak boleh dibantah. Sruti dan Smrti merupakan dasar yang harus dipegang teguh, supaya dituruti ajarannya untuk setiap usaha.

Masing-masing bagian Catur Weda memiliki kitab-kitab Brahmana yang isinya adalah penjelasan tentang bagaimana mempergunakan mantra dalam rangkain upacara. Disamping kitab Brahmana, Kitab-kitab Catur Weda juga memiliki Aranyaka dan Upanisad. Kitab Aranyaka isinya adalah penjelasan-penjelasan terhadap bagian mantra dan Brahmana. Sedangkan kitab Upanisad mengandung ajaran filsafat, yang berisikan mengenai bagaimana cara melenyapkan awidya (kebodohan), menguraikan tentang hubungan Atman dengan Brahman serta mengupas tentang tabir rahasia alam semesta dengan segala isinya. Kitab-kitab brahmana digolongkan ke dalam Karma Kandha sedangkan kitab-kitab Upanishad digolonglan ke dalam Jnana Kanda.


Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan
© 2022 Blogger Bali | MahaMeru | Percetakan Bali | CMS plaza | Life Sloka

Om Swastyastu. Om Awighnam Astu Namo Sidham. Sebagai umat beragama yang mendapat warisan dari leluhur, yaitu agama hindu, yang merupakan pegangan pokok dalam kehidupan, dalam bersikap, berfikir, dan berbicara, menurut tata susila, sudah sepantasnyalah kita mengetahui dan bisa menjalankan konsep konsep beragama sehingga tidak mudah terpapar dengan ajaran ataupun aliran lain, yang bisa menyesatkan jalan hidup sebagai manusia.

Agar kita bisa mewarisi dan mempertahankan nilai luhur agama Hindu yang sudah mengakar di Bali yang diwadahi dengan adat dan tradisi yang kuat, maka prinsip-prinsip dasar beragama Hindu harus diketahui dan kuasai lalu diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari.

Agama Hindu sangat bisa menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan. Agama Hindu mengajarkan untuk menghargai budaya lokal.

Para umat sedharma. Konsep dasar agama yang harus kita gunakan sebagai landasan pokok adalah  ajaran agama Hindu pada dasarnya memberikan tuntunan kepada pemeluknya tentang tiga hal, yaitu: 1) hakikat kehidupan dalam agama hindu disebut Tatwa; 2) Tuntunan prilaku sosial dalam kehidupan, dalam agama Hindu disebut Susila; dan 3)

Tatacara pelaksanaan ibadah dalam agama Hindu yang disebut Bhakti. Ini menjadi bagian dalam pelaksanaan upacara yadnya dalam kehidupan beragama.

Dalam agama Hindu, ketiga tuntunan tersebut dirumuskan menjadi tiga kerangka dasar agama Hindu. Tiga kerangka dasar tersebut adalah:

Tattwa (berkaitan dengan keyakinan atau srada), Susila (berkaitan dengan tata hubungan dan prilaku baik dan buruk, benar dan salah, boleh dan tidak boleh), dan Acara (menyangkut bhakti dalam upacara yadnya).

Dalam pelaksanaannya, tiga kerangka dasar agama Hindu ini menjadi satu kesatuan yang utuh. Untuk memudahkan pemahaman, dapat  dinyatakan sebagai berikut. Pertama, dalam memahami dan melaksanakan tatwa, patut bersusila dan berupacara. Kedua, dalam memahami dan melaksanakan susila, patut bertattwa dan berupacara. Ketiga, dalam memahami dan melaksanakan  upacara patut bertattwa dan bersusila

I. Tattwa (Filsafat)

Sebenarnya agama Hindu mempunyai kerangka dasar kebenaran yang sangat kokoh karena masuk akal dan konseptual. Konsep pencarian kebenaran yang hakiki di dalam Hindu diuraikan dalam ajaran filsafat yang disebut Tattwa. Tattwa dalam agama Hindu dapat diserap sepenuhnya oleh pikiran manusia melalui beberapa cara dan pendekatan yang disebut Pramana.

Ada tiga cara penyerapan pokok yang disebut Tri Pramana. Pertama, Pretyaksa Premana. Yaitu, cara mendapatkan ilmu pengetahuan  dengan melakukan pengamatan  langsung di tempat kejadian. Kedua, Anumana Premana. Yaitu, cara mendapatkan ilmu pengetahuan dengan melihat gejala – gejala yang ada. Ketiga, Agama Premana. Yaitu, cara mendapatkan ilmu pengetahuan dengan jalan mempelajari kitab suci dan mendengarkan petunjuk – petunjuk dari orang yang dapat dipercaya kebenarannya

Tri Pramana ini, menyebabkan akal budi dan pengertian manusia dapat menerima kebenaran hakiki dalam Tattwa, sehingga berkembang menjadi keyakinan dan kepercayaan. Kepercayaan dan keyakinan dalam Hindu disebut dengan Sradha. Dalam Hindu, Sradha disarikan menjadi lima esensi, disebut Panca Sradha, yaitu:

1. Yakin dan percaya dengan Sang Hyang Widhi

2. Yakin dan percaya dengan adanya Atman

3. Yakin dan percaya dengan adanya  hokum karma phala

4. Yakin dan percaya dengan adanya / punarbawa

5. Yakin percaya dengn adanya moksa

Berbekal Panca Sradha yang diserap menggunakan Tri Pramana ini, perjalanan hidup seorang Hindu menuju ke satu tujuan yang pasti. Yaitu, ke arah kesempurnaan lahir dan batin, Jagadhita dan Moksa.

II. Susila/Etika

Istilah Susila terdiri dari dua suku kata: “Su” dan “Sila”. “Su” berarti baik, indah, harmonis. “Sila” berarti perilaku, tata laku. Jadi Susila adalah tingkah laku manusia yang baik, terpancar sebagai cermin obyektif kalbunya dalam mengadakan hubungan dengan lingkungannya.

Pengertian Susila menurut pandangan Agama Hindu adalah tingkah laku hubungan timbal balik yang selaras dan harmonis antara sesama manusia dengan alam semesta (lingkungan) yang berlandaskan atas korban suci (Yadnya), keikhlasan dan kasih sayang.

Pola hubungan tersebut adalah berprinsip pada ajaran Tat Twam Asi (Ia adalah engkau). Ajaran ini mengandung makna bahwa hidup segala makhluk sama, menolong orang lain berarti menolong diri sendiri, dan sebaliknya menyakiti orang lain berarti pula menyakiti diri sendiri. Jiwa sosial demikian diresapi oleh sinar tuntunan kesucian Tuhan dan sama sekali bukan atas dasar pamrih kebendaan.

Biasanya hambatan kita untuk menjalankan tata susila/etika adalah masih bersemayamnya perbuatan jahat, baik dari luar maupun dari dalam. Dari luar ada sad ripu, sad atatayi, dan sapta timira. Untuk menetralisir kejahatan ini, dengan ajaran Tri kaya parisuda yaitu tiga jenis perbuatan yang merupakan landasan ajaran Etika Agama Hindu yang dipedomani oleh setiap individu guna mencapai kesempurnaan dan kesucian hidupnya. Ketiganya adalah kayika, wacika, manacika (berbuat yang baik, berkata yang baik, berpikir yang baik).

III. Acara/Upakara

Yadnya adalah suatu karya suci yang dilaksanakan dengan ikhlas karena getaran jiwa/rohani dalam kehidupan ini berdasarkan dharma, sesuai ajaran sastra suci Hindu yang ada (Weda). Yadnya dapat pula diartikan memuja, menghormati, berkorban, mengabdi, berbuat baik (kebajikan), pemberian, dan penyerahan dengan penuh kerelaan (tulus ikhlas) berupa apa yang dimiliki demi kesejahteraan serta kesempurnaan hidup bersama dan kemahamuliaan Sang Hyang Widhi Wasa.

Di dalamnya terkandung nilai-nilai tentang asa tulus ikhlas dan kesucian serta rasa bakti dan memuja (menghormati) Sang Hyang Widhi Wasa, Dewa, Bhatara, Leluhur, Negara dan Bangsa, dan kemanusiaan.

Di dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan masing- masing menurut tempat (desa), waktu (kala), dan keadaan (patra). Suatu ajaran dan Catur Weda yang merupakan sumber ilmu pengetahuan suci dan kebenaran yang abadi.

Selain dari tri kerangka dasar agama Hindu, ada hal lain yang harus juga diperhatikan untuk meyakinkan bahwa konsep dasar beragama sangat memegang peranan. Di antara konsep dasar beragama itu adalah Satyam (Kebenaran), Dharma (Kebijakan), Seva (Pelayanan), Santih (Kedamaian), Ahimsa (Tanpa kekerasan), dan Prema (Cinta-kasih).

Misi keagamaan dalam ajaran Hindu adalah menyampaikan nilai-nilai kebenaran yang bersifat universal. Misalnya, etika hidup, moralitas, mewujudkan kesejahteraan dunia (Jagadhita), pembebasan jiwa dari belenggu maya (Duniawi), dan untuk mencapai kedamaian abadi (Moksa) 

Semoga pelita dharma ini bisa menjadi pelita untuk menerangi diri, sehingga sisi gelap akan menjadi terang.

I Ketut Dira (Rohaniwan Hindu)