Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyatakan kualitas pendidikan berbanding lurus dengan perhatian warga dan pemerintah Indonesia terhadap pendidikan, termasuk dalam hal pembiayaan. Oleh karena itu ia menolak adanya program sekolah gratis untuk semua kalangan masyarakat. "Sekolah itu memang harus membutuhkan modal, harus bayar, yang gratis itu bagi yang tidak mampu karena berkaitan dengan pemerataan hak. Kalau gratis semua nanti sekolah tidak ada yang mengurus, hanya mengandalkan pemerintah," jelasnya di Jakarta, Senin (10/7/2017). Ia juga menyinggung perhatian pemerintah daerah kepada pendidikan dalam hal alokasi APBD. Muhadjir menyayangkan hingga saat ini hanya ada satu daerah yang memenuhi amanat undang-undang untuk mengalokasikan dana pendidikan minimal 20 persen, yakni Jakarta. "Baru Jakarta yang memenuhi perintah undang-undang dengan alokasi dana pendidikan sebesar 22,3 persen. Sementara salah satu provinsi kaya raya di Indonesia ada yang hanya 1,3 persen, Kalimantan Selatan hanya 9 persen, bahkan Papua paling rendah hanya nol koma sekian persen." "Pendidikan memang selaras dengan perhatian dalam mengalokasikan dana," terangnya. Untuk itu Mendikbud meminta sekolah melalui komite sekolah bisa berupaya memanfaatkan potensi-potensi lokal dalam menghimpun dana untuk lancarnya kegiatan belajar mengajar di sekolah tersebut. Menurutnya hal itu sesuai dengan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016. "Komite Sekolah adalah titik simpul mandiri, hanya berpikir untuk menghimpun dana agar kualitas pendidikan di sekolahnya menjadi lebih baik. Tidak boleh ada guru dan kepala sekolah di dalamnya, guru bertugas mengajar, kepala sekolah meningkatkan mutu sekolah, dan komite sekolah untuk menghimpun dana." "Masyarakat juga harus peduli kepada pendidikan, salah kalau masyarakat tidak peduli," pungkasnya.
PENDIDIKAN merupakan elemen penting untuk membangun masyarakat di dalam sebuah negara. Namun, di Indonesia, belum semua masyarakat mampu mengakses pendidikan yang terjangkau. Padahal, sudah menjadi kewajiban negara untuk menyediakan pendidikan yang murah, bahkan gratis di Indonesia sesuai amanah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Persatuan Pembangunan, Reni Marlinawati, mengatakan dalam undang-undang disebutkan pemerintah wajib membiayai pendidikan warga negaranya. "Sekolah gratis bukan sesuatu yang harus diminta masyarakat karena itu sudah menjadi hak. Di era Jokowi sekarang dicanangkan program Wajib Belajar 12 tahun hingga SMA. Untuk sekolah negeri saat ini sudah gratis tapi memang masih ada persoalan di masyarakat terkait adanya pungutan biaya lain di sekolah," ujarnya ketika dihubungi, Senin (1/5). "Anggaran pendidikan kan 20% dari APBN, tetapi yang ditujukan untuk peserta didik saja tidak sampai 30% dari anggaran pendidikan yang ada. Anggaran pendidikan terbagi ke banyak hal seperti gaji guru, tunjangan pendidikan lain, dana abadi, dan lain-lain. 20% APBN untuk pendidikan masih jauh melenceng dari seharusnya yang menjadi hak peserta didik," ucapnya. Apabila postur pembiayaan pendidikan masih seperti itu, menurutnya, meskipun anggaran pendidikan sebesar Rp1.000 triliun tetap tidak akan memberikan dampak apa pun kepada peserta didik untuk memperoleh pendidikan berkualitas dan gratis. "Kebijakan kita longgar dengan memberikan masyarakat kesempatan untuk menyelenggarakan pendidikan. Dengan pendidikan yang dikelola swasta, negara sebetulnya terbantu. Tapi kalau tidak diproteksi maka terjadi kapitalisasi di dunia pendidikan sehingga ada istilah sekolah mahal pasti berkualitas. Padahal, itu pemahaman yang keliru," ujarnya. Peran daerah Akan tetapi, saat ini negara belum sepenuhnya mampu membiayai pendidikan warga sepenuhnya sehingga masih ada pungutan-pungutan di sekolah. Banyak daerah yang hanya mengandalkan dana dari pusat untuk penyelenggaraan pendidikan seperti bantuan operasional sekolah. "Daerah juga seharusnya sediakan 20% APBD untuk pendidikan. Karena persentase yang diatur, sehingga ketersediaan dana pendidikan di daerah berbeda-beda tergantung ketersediaan APBD dan political will pemerintah daerah." "Kemendikbud mau agar komite sekolah kreatif mencari dana lain yang tidak membebani orangtua seperti melalui kerja sama dengan perusahaan melalui dana CSR. Tapi di lapangan masih tetap dibebankan kepada orangtua kekurangannya melalui pungutan-pungutan." Oleh karena itu, Retno mengusulkan agar Kemendikbud melakukan penelitian terkait dengan indikator apa saja yang membentuk besaran biaya pendidikan yang dibutuhkan sehingga terlihat berapa jumlah kebutuhan dasar pendidikan yang bisa dipenuhi negara untuk menghasilkan pendidikan berkualitas dan mudah diakses masyarakat. "Kemajuan pendidikan itu ada dua, mudah diakses masyarakat dan kualitas pendidikannya. Saat ini sudah jauh lebih baik dengan adanya kartu Indonesia pintar yang cukup membantu masyarakat. Meskipun biaya pendidikan gratis, ke sekolah kan tetap butuh ongkos dan seragam serta kebutuhan lain. Kartu itu cukup membantu." Menurutnya, hal tersebut merupakan salah satu kemajuan dan prestasi Pemerintahan Joko Widodo di sektor pendidikan, tinggal diperlukan penyempurnaan dalam penyalurannya agar lebih tepat sasaran. (S-1)
Sunarno, (2013) Kebijakan Pendidikan Sekolah Gratis Program Wajib Belajar 9 Tahun (Studi Implementasi di Kecamatan Sukamara, Kabupaten Sukamara, Provinsi Kalimantan Tengah). Masters thesis, Universitas Terbuka.
AbstractKebijakan pendidikan harus dipertimbangkan, salah satunya adalah kebijakan pendidikan gratis. Pemerintah mencanangkan wajib belajar sembilan tahun untuk warga negara Indonesia. Penelitian ini dilakukan di SD dan SMP Kecamatan Sukamara, dengan tujuan penelitian yaitu (1) mengetahui implementasi kebijakan pendidikan gratis, (2) mengetahui sasaran dan anggaran implementasi pendidikan gratis, (3) mengetahui dan memecahkan masalah implementasi kebijakan pendidikan. Penelitian ini analisis kualitatif deskriptif, yaitu memberikan gambaran terhadap suatu konsep atau peristiwa yang tidak bisa diamati secara langsung. Sumber data penelitian dilakukan dengan wawancara, observasi lapangan, dokumen terkait. Sasaran pendidikan adalah seluruh siswa dari tingkat SD sampai SMP di Kabupaten Sukamara tanpa terkecuali. Anggaran pendidikan gratis berasal dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukamara yang disebut dengan BOPD. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum, kebijakan pendidikan gratis sesuai dengan (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ( 2 ) UU RI No. 20 Tahun 2003, (3) PP RI No. 47 Tahun 2008, (4) Peraturan Bupati Kabupaten Sukamara Nomor 23 Tahun 2011. Pemerintah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun. Dalam pelaksanaannya masih ditemukan banyak masalah. Masalah pertama, sosialisasi sangat kurang berakibat rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pendidikan wajib belajar 9 tahun. Masalah kedua, sarana dan prasarana pendidikan belum memadai, ketiga, kurangnya pemerataan dan peningkatan kualitas guru, keempat, aturan yang ada belum dilaksanakan sepenuh hati, kelima, pendanaan masih kurang. Berdasarkan penelitian ini, disarankan agar Pemerintah Kabupaten Sukamara segera memenuhi sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, dan memberikan dana yang cukup. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Sukamara agar meningkatkan sosialisasi tentang pendidikan gratis wajib belajar 9 tahun, meningkatkan kualitas, profesionalitas, dan pemerataan tenaga pendidik dan kependidikan. Kepala sekolah, agar melaksanakan program pendidikan gratis sesuai dengan aturan. Para guru, agar meningkatkan profesionalitas. Actions (login required)
|