Pertanyaan tentang pembiayaan syariah brainly

Novie K. Kamaruddin M.Pd

Dosen PEKOM FKIP UHAMKA

Perbankan Syariah sebagai Lembaga keuangan yang berupaya dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat akan layanan jasa keuangan dan perbankan dengan prinsip Syariah.

Secara garis besar layanan yang diberikan bank Syariah nyaris tidak berbeda dengan bank konvensional. Hal utama yang membedakannya adalah adanya akad yang mendasari setiap layanan.

Makna Akad secara umum adalah semua pernyataan, baik lisan, tulisan maupun isyarat yang menyebabkan seseorang berkewajiban melakukan sesuatu. Kewajiban ini menimbulkan ikatan antar pelaku akad.

Sebagaimana bank konvensional, kegiatan utama bank Syariah adalah (1) pendanaan; yaitu menghimpuna dana dari masyarakat. Dana yang terhimpun akan dikelola dan dikembangkan dalam bentuk (2) pembiayaan kepada nasabah; yaitu memberikan layanan keuangan bagi nasabah.

Kegiatan transaksi (muamalah) yang lazim dilayani oleh perbankan syariah adalah berdasarkan kegiatan jual beli beserta turunannya. Dalam muamalah ini ada rukun dan syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

Rukun Jual Beli :

  1. Subjek transaksi : yaitu penjual dan pembeli
  2. Objek transaksi : yaitu uang (sebagai alat tukar) dan barang atau jasa
  3. Shighat akad : yaitu ucapan atau isyarat dari penjual dan pembeli yang menunjukkan keinginan mereka untuk melakukan akad secara ridha.

Syarat Jual Beli :

  1. Subjek harus pemilik atau wakilnya
  2. Subjek harus orang yang cakap bertransaksi
  3. Objek harus halal manfaat
  4. Objek memungkinkan untuk diserah-terimakan
  5. Jelas kriteria objek
  6. Jelas harganya
  7. Saling ridha

Jika rukun tidak ada, maka transaksi tidak akan terjadi. Sementara jika syarat tidak terpenuhi, transaksi bisa tetap terjadi, hanya tidak sah.

Adapun akad yang sering digunakan oleh bank Syariah dalam membantu pembiayaan bagi nasabahnya diantaranya sebagai berikut :

Murabahah

Akad jual beli ini secara tegas menyebutkan harga jual dan keuntungan yang disepakati oleh pihak penjual dan pembeli. Selain itu, jumlah dan jenis produk juga diperjelas secara mendetail. Produk akan diserahkan setelah akad jual beli diselesaikan. Kewajiban pembayaran oleh  pembeli, bisa dipenuhi secara cicil atau dibayarkan tunai.

Salam

Salam adalah akad jual beli berdasarkan cara pemesanan. Prosesnya, pembeli akan memberi uang terlebih dahulu untuk membeli barang yang spesifikasinya sudah dijelaskan secara rinci, lalu baru produk akan dikirim

Akad salam biasa diterapkan untuk produk-produk pertanian. Dalam prakteknya, akad Salam menempatkan pihak bank syariah sebagai pembeli dan menyerahkan uangnya kepada petani sebagai nasabah. Dari uang itu, petani akan memiliki modal untuk mengelola pertanian dan memberikan kewajibannya kepada bank syariah.

Istishna’

Istishna’ mengatur transaksi produk dalam bentuk pemesanan di mana pembuatan barang akan diproses berdasarkan kriteria yang disepakati. Akad ini mirip dengan akad Salam, hanya Istishna’ diterapkan pada perusahaan manufaktur. Dalam akad ini, proses pembayarannya dilakukan sesuai kesepakatan para pihak yang berakad, bisa dibayar ketika produk dikirim atau dibayar di awal seperti akad salam.

Mudharabah

Akad ini diterapkan kepada nasabah yang membutuhkan modal dengan prinsip kerjasama. Akad mengatur antara shahibul mal atau pemilik modal (bank) dengan mudharib-nya atau pengelola modal (nasabah). Di akhir tahun buku, hasil keuntungan dari usaha yang dilakukan akan dibagi untuk shahibul mal dan mudharib berdasarkan porsi yang telah disepakati saat dibuatnya akad.

Musyarakah

Akad ini juga menerapkan prinsip kerjasama antara bank dan nasabah, dimana nasabah memiliki sebagian modal dalam kerjasama tsb. Ke dua pihak atau lebih yang memiliki modal membuat akan untuk menghimpun modalnya pada proyek atau usaha tertentu. Nantinya, pihak mudharib atau pengelolanya akan ditunjuk dari salah satu pemilik modal tersebut.

Biasanya, akad ini dilakukan untuk proyek atau usaha di mana modalnya dibiayai sebagian oleh lembaga keuangan, dan sebagian lainnya dimodali oleh nasabah.

Musyarakah Mutanaqisah

Akad jual beli yang digabungkan dengan akad kerjasama ini mengatur dua pihak atau lebih yang berkongsi untuk suatu barang. Nantinya, salah satu pihak akan membeli bagian dari pihak lainnya dengan cara menyicil atau bertahap.

Akad ini biasanya diterapkan pada proyek yang dibiayai oleh nasabah dan lembaga keuangan yang kemudian dibeli oleh salah satu pihak  secara bertahap atau cicilan.

Galeri lainya

Pertanyaan tentang pembiayaan syariah brainly

Pertanyaan tentang pembiayaan syariah brainly

Pertanyaan tentang pembiayaan syariah brainly

Pertanyaan tentang pembiayaan syariah brainly

Demikian sekilas pembahasan mengenai akad-akad yang lazim diterapkan dalam pembiayaan pada bank Syariah.

Pertanyaan :

Assalamu'alaikum

Saya adalah mantan pegawai bank syariah baik itu BPR maupun Bank Umum.Saya ingin cerita pengalaman saja.Ketika itu, ada pembiayaan dimana saya sebagai AO nya, dan setelah beberapa bulan berjalan, ada debitur yang macet. Sesuai dengan kesepakatan maka akan dikenai denda dimana denda tersebut akan diserahkan pada yayasan sosial untuk kepentingan umat. Namun dalam perjalanannya ketika saya sudah mengundurkan diri, debitur tersebut ditagih karena selama 4 bulan tidak dapat memenuhi kewajibannya dengan cara yang kasar dan tidak sopan.

Yang ingin saya tanyakan adalah bagaimana seharusnya bank syariah dalam menyelesaikan masalah hutang yang tidak sanggup dibayar oleh debitur ?  Seandainya debitur tidak mempunyai apa-apa, bukannya ada hadits yang berisi jika kau memberikan utang (pinjaman) kepada orang lain, dan orang tersebut tidak mampu mengembalikan maka kita mempunyai kewajiban untuk membantunya dan balasan dari Allah adalah sebaik-baik balasan.

Mohon pencerahannya masalah ini. Terimakasih.

Wassalam

-Danang, SOLO-

Wa'alaikumussalam wr wb

Pak Danang yang dirahmati Allah, kita harus melihat secara utuh pada kasus tersebut, supaya kita tidak terjebak pada justifikasi yang kurang tepat.

Pertama, Allah SWT memerintahkan kita untuk berkomitmen terhadap akad yang sudah disepakati bersama (QS 5 : 1). Apapun kondisi yang dihadapi, kita harus berusaha memenuhi komitmen tersebut.

Kedua, dalam praktek perbankan syariah, sesuai dengan aturan Bank Indonesia, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan ketika bank menghadapi pembiayaan bermasalah. Biasanya pada tunggakan pertama, pihak bank akan menelepon. Pada tunggakan kedua, pihak bank akan memanggil nasabah yang bersangkutan. Jika ternyata pembiayaan tersebut masih bermasalah, maka akan masuk dalam kategori kolektabilitas dua, dan biasanya pihak bank menawarkan rescheduling utang.

Jika masih tidak lancar juga, maka pada tahap kolektabilitas empat, bank menawarkan eksekusi jaminan nasabah. Jika ternyata jaminannya tidak laku, maka bank dapat mengenakan write-off, yaitu "hapus buku" atau bahkan "hapus tagih", dimana nasabah maupun ahli warisnya tidak lagi terkena kewajiban utangnya.

Yang harus diperhatikan, uang yang digunakan bank syariah pada dasarnya adalah uang milik nasabah penabung (DPK). Sehingga, secara moral dan aturan, pihak bank syariah juga harus mempertanggungjawabkannya. Namun demikian, pihak bank syariah dilarang keras untuk menggunakan cara-cara yang kasar dan tidak sesuai dengan akhlak Islami di dalam menagih utang tersebut.

Ketiga, terkait dengan meringankan dan menghapus beban utang, itu adalah firman Allah dalam QS 2 : 280. Untuk memahaminya, ada baiknya kita merujuk pada HR Ibnu Sirin, dimana pada saat itu terjadi perselisihan antara dua orang, yang kemudian ditengahi oleh sahabat yang bernama Syuraih ra. Mereka berselisih soal utang yang tidak dapat dibayarkan. Syuraih ra memerintahkan orang yang berutang tersebut untuk ditahan, tetapi sahabat lain ada yang membela dan mengatakan bahwa orang yang berutang tersebut dalam keadaan susah dengan mengutip pada QS 2 : 280.

Namun Syuraih ra menjawab, ayat itu terkait dengan utang berbasis riba, sementara dalam ayat lain, yaitu QS 4 : 58, Allah juga memerintahkan kita untuk memenuhi amanah atau hak orang lain, dalam hal ini hak orang yang memberi utang. Akan tetapi, jika orang yang memberi utang itu mengikhlaskan, maka itu lebih baik baginya.

Hikmah yang bisa kita ambil adalah bahwa yang namanya utang itu adalah pilihan terakhir, jika opsi-opsi lain tidak mungkin. Ketika kita harus berutang, maka harus sesuai kemampuan dan kita pun harus memiliki niat untuk mengembalikannya. Insya Allah, Allah akan memudahkan jalan kita (al-hadits). Jika tidak ada niat melunasi, maka pasti tidak akan terlunasi. Jangan sampai kita terkena penyakit ghalabatid dayn, yaitu terlilit utang dan tidak ada kesanggupan untuk membayarnya. Karena utang yang tidak terlunasi, akan menghalangi seseorang menuju surga.

Adapun bagi pihak pemberi utang, jika memang orang yang berutang sudah tidak mampu lagi melunasi utangnya karena sebab-sebab di luar kemampuannya, dan bukan karena penyimpangan yang dilakukannya, maka menyedekahkan utang tersebut jauh lebih baik dan lebih utama. Wallahu a'lam.

Wassalaamualaikum wr wb

Laily Dwi Arsyianti

Pertanyaan tentang pembiayaan syariah brainly
 

Rubrik konsultasi ini diasuh oleh Dr Irfan Syauqi Beik, Program Studi Ekonomi Syariah Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB. Kirimkan pertanyaan Anda ke: