Jakarta - Bela negara adalah sikap, tekad, perilaku warga negara yang menunjukkan kecintaannya kepada sebuah negara mulai anak-anak sampai orang tua. Upaya bela negara diperlukan karena adanya tanggung jawab untuk mempertahankan keutuhan negara. Show
Pengertian Bela NegaraDikutip dari buku "Pengembangan Pendidikan Bela Negara di Madrasah/Sekolah" oleh Abdul Kadir Ahmad, Bela negara adalah istilah konstitusi yang terdapat dalam pasal 27 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi "Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara."
Tujuan Bela NegaraMasih dikutip dari buku Abdul Kadir Ahmad, tujuan bela negara adalah sebagai berikut. 1. Mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara 2. Melestarikan budaya 3. Menjalankan nilai-nilai pancasila dan UUD 1945 4. Berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara 5. Menjaga identitas dan integritas bangsa dan negara. Fungsi Bela NegaraAdapun fungsi bela negara, di antaranya:
2. Menjaga keutuhan wilayah negara 3. Merupakan kewajiban setiap warga negara 4. Merupakan panggilan sejarah Manfaat Bela NegaraSikap bela negara juga memiliki manfaat, di antaranya:
2. Membentuk jiwa kebersamaan dan solidaritas antar sesama rekan seperjuangan 3. Membentuk mental dan fisik yang tangguh 4. Menanamkan rasa kecintaan pada bangsa dan patriotisme sesuai dengan kemampuan diri 5. Melatih jiwa leadership dalam memimpin diri sendiri maupun kelompok 6. Membentuk iman dan takwa pada agama yang dianut masing-masing individu 7. Berbakti pada orang tua, bangsa, dan agama 8. Melatih kecepatan, ketangkasan, ketepatan individu dalam melaksanakan kegiatan 9. Menghilangkan sikap negatif seperti malas, apatis, boros, egois, dan tidak disiplin 10. Membentuk perilaku jujur, tegas, adil, tepat, dan kepedulian antar sesama.
Simak Video "Ditunjuk Jadi Duta Bela Negara, Atta Halilintar Akui Bangga" [Gambas:Video 20detik] (lus/lus)
Direktorat Pengkajian Ideologi dan Politik Deputi Bidang Pengkajian Strategik Lemhannas RI mengangkat tema “Menyiapkan Pembentukan Komponen Cadangan Guna Memperkuat Pertahanan Negara” pada Intellectual Exercise yang diadakan pada Kamis, 5 Maret 2020 bertempat di Ruang Kresna, Lemhannas RI. Hadir dalam Intellectual Exercise tersebut Dirjen Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan RI Prof. Dr. Ir. Bondan Tiara Sofyan, M.Si. sebagai narasumber. Bondan menyatakan bahwa UU no. 23 tahun 2019 yakni Undang-undang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN) berdasar pada UU no.3 tahun 2002. Dalam UU no. 3 tahun 2002 dituliskan bahwa pertahanan negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Pada kesempatan tersebut Bondan juga menjelaskan bahwa ancaman yang kini dihadapi tidak hanya ancaman militer dan ancaman non-militer, namun juga ancaman hibrida. Ancaman hibrida merupakan gabungan dari ancaman militer dan ancaman non-militer yang sifatnya mengancam pertahanan dan keamanan negara. UU no. 23 tahun 2019, sesuai dengan UU no. 3 tahun 2002 mengatur keikutsertaan warga negara dalam usaha bela negara ada 4 cara yaitu pendidikan kewarganegaraan, latihan dasar kemiliteran secara wajib bagi calon komponen cadangan yang memenuhi syarat, pengabdian sebagai prajurit TNI secara sukarela dan wajib, serta pengabdian sesuai dengan profesi. Selanjutnya Bondan menjelaskan mengenai pengelolaan komponen cadangan (Komcad). Komcad sendiri merupakan pengabdian dalam usaha pertahanan negara yang bersifat sukarela. Kedudukan Komcad dalam tahap pembentukan, pembinaan dan pengakhiran akan dipimpin oleh Menteri Pertahanan RI yang kemudian akan berlanjut pada tahap Pengerahan Komcad yakni mobilisasi dan demobilisasi yang diputuskan oleh Presiden. Setelah itu akan masuk pada Komando Kendali Organisasi Komcad yang akan dipimpin oleh Kepala Staf masing-masing gatra baik TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara. Terakhir adalah tahap Penggunaan Komcad yang diputuskan oleh Panglima TNI. Sedangkan cara terakhir yakni pengabdian sesuai dengan profesi dibagi menjadi 2 yaitu saat menghadapi ancaman militer dan hibrida akan menjadi komponen pendukung dan komponen cadangan serta saat menghadapi ancaman non militer dapat melalui organisasi profesi. “Bela negara merupakan roh dari Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata), bahwa seluruh warga negara ikut serta dalam upaya pertahanan negara,” kata Bondan. Sishankamrata melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut. Selanjutnya Bondan menegaskan bahwa bela negara harus tampil sebagai perilaku. Yang dimaksud sebagai perilaku adalah dibangun di atas kepercayaan, nilai, sikap, dan persepsi oleh masyarakat. “Bela negara tampil sebagai perilaku warga negara, mulai dari anak-anak sampai orang tua” ujar Bondan.
Kementerian Pertahanan dan Keamanan RI berencana meluncurkan program bela negara pada 19 Oktober 2015 mendatang. Nantinya, akan dibentuk 4.500 kader pembina bela negara di 45 kabupaten/kota Indonesia. Dalam 10 tahun ditargetkan ada 100 juta rakyat yang mengikuti program bela negara ini. Pengamat pertahanan UGM, Prof. Dr. Armaidy Armawi merespon positif program bela negara yang digagas Kementerian Pertahanan. Program tersebut dinilai mampu menumbuhkan kepedulian dan nasionalisme generasi muda terhadap negara. Selain itu, juga dapat mendukung upaya pertahanan negara. “Program ini diperlukan sebagai bagian dari proses mewujudkan ketanahan nasional, apalagi melihat luas wilayah dan penduduk yang banyak. Hanya saja implementasinya harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing wilayah,”katanya di Kampus UGM. Kewajiban bela negara, kata Armaidy telah termuat dalam Pasal 27 ayat 3 UUD 1945. Pada pasal tersebut mengatur setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Menurutnya, pelaksanaan fungsi pertahanan negara merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa, tidak terkecuali warga negar sehingga sebagai bagian dari kekuatan nasional, sudah sepatutnya rakyat turut serta dalam upaya pertahanan negara. Pelibatan warga negara secara langsung dalam program bela negara ini diharapkan dapat mendukung optimalisiasi pertahanan negara di masa mendatang. “Rakyat bisa menjadi kekuatan pengganda bagi komponen utama pertahanan negara, yaitu TNI dan bukan sebagai wajib militer. Fokusnya pada penanaman cinta tanah air dan patriotisme, bukan persiapan militer untuk perang, ”jelasnya. Melalui program bela negara ini, Armaidy mengatakan dapat menjadi solusi dalam memperkuat pertahanan ditengah keterbatasan jumlah personel TNI. Keberadaan rakyat sebagai pengganda kekuatan ini akan menghasilkan kekuatan yang lebih besar. Pasalnya, saat ini Indonesia hanya memiliki sekitar 500 ribu tentara aktif dalam pertahanan negara. Sementara idealnya sebuah negara memiliki pasukan keamanan sebanyak 1-2 persen dari total jumlah penduduknya. “Untuk mencapai jumlah itu tentunya membutuhkan biaya besar, tetapi melalui program bela negara ini rakyat sebagai komponen cadangan bisa mendukung kekuatan utama pertahanan negara. Lewat langkah ini operasional pertahanan negara pun bisa lebih murah,”urai Kepala Prodi Ketahanan Nasional Sekolah Pascasarjana UGM ini. Dalam pelaksanaan program Kemenhan dapat menggandeng berbagai institusi maupun perguruan tinggi untuk pemberian pelatihan bela negara. Konsep pelatihan fokus pada upaya pengembangan wawasan kebangsaan, nasionalisme, dan lainnya. Menurutnya, program bela negara dalam tingkat awal telah dilaksanakan di setiap jenjang pendidikan Indonesia antara lain dengan penanaman nilai-nilai cinta tanah air dan kebangsaan melalui pendidikan kewarganegaran, kegiatan pramuka, serta kegiatan menwa. “Sangat disayangkan, kenapa baru sekarang program ini dilakukan. Berbeda jika sudah diterapkan 32 tahun silam pasti akan jauh lebih hebat,”tandasnya. Program bela negara telah diterapkan di berbagai negara seperti Singapura, Israel, Korea Selatan, Jepang, Amerika Serikat, dan Malaysia. Pelaksanaanya disesuaikan dengan sistem pertahanan masing-masing negara. “Dengan program bela negara ini bisa untuk mendukung kegiatan pembangunan dan kemanusiaan, bukan hanya pertahanan negara saja,”terangnya. Sementara Sosiolog UGM Muhammad Najib Asca, Ph.D., menilai pemerintah terlalu terburu-buru meluncurkan program bela negara ini. Menurutnya, pemerintah harus menyiapkan payung hukum program tersebut berupa undang-undang sebelum implementasi program. “Program ini belum disusun dengan cermat dan komperehensif. Seharusnya dilengkapi dulu dengan perangkat hukum sebagai pilarnya agar memudahkan dalam pelaksanaan,”tegasnya. Najib berharap pemerintah perlu memberikan penjelasan kepada publik terkait arah kewajiban dari program bela negara. Dengan demikian diharapkan tidak ada salah persepsi terhadap program ini. “Selama ini timbul resistensi pada program ini karena pemerintah tidak membuka dialog dengan masyarakat sipil. Tidak sedikit yang mengira bela negara ini sama dengan wajib militer,”katanya. Program bela negara telah banyak dilakukan oleh sejumlah negara di dunia. Namun, akibat proses penyusunan program yang tidak lengkap dan tanpa melibatkan masyarakat sipil akhirnya menimbulkan kesalahpahaman. “Semestinya penyusunan program dilakukan secara partisipatif dan inklusif melibatkan kalangan sipil. Dengan begitu ada kesepahaman terkait arah program ini,”pungkasnya (Humas UGM/Ika) |