Penyebaran Islam di Sulawesi dilakukan oleh mubaligh yang berasal dari

Datuk ri Tiro adalah mubalig asal Minangkabau yang menyebarkan agama Islam di Sulawesi Selatan pada awal abad ke-17 Masehi. Dakwah yang dilakukannya berpusat di wilayah Kabupaten Bulukumba.[1] Ia memulai dakwah bersama dengan Datuk ri Bandang dan Datuk Patimang.[2] Datuk ri Tiro menyebarkan Islam dengan pendekatan penyesuaian budaya masyarakat lokal dan hubungan baik dengan para penguasa kerajaan.[3] Peran awalnya adalah pengislaman Kedatuan Luwu, Kerajaan Gowa, dan Kerajaan Tallo.[4] Setelah itu, ia mengislamkan Kerajaan Tiro.[5] Pengislamannya berlanjut hingga ke Kerajaan Bantaeng dan Konfederasi Tellu Limpoe.[6]

NamaDatuk ri Tiro

Datuk ri Tiro berasal dari Minangkabau, tetapi belajar ilmu agama di Kesultanan Aceh. Setelah itu, ia diutus oleh Sri Sultanah Aceh untuk menyebarkan ajaran agama Islam ke wilayah Sulawesi Selatan. Datuk ri Tiro kemudian mengunjungi Kedatuan Luwu melalui Teluk Bone. Perjalanannya dilakukan bersama dengan Datuk ri Bandang dan Datuk Patimang. Pada tanggal 15 Ramadhan 1013 H (1603 M), ketiga ulama ini mengislamkan raja Kerajaan Luwu, yaitu La Pattiwaro’ Daeng Parabbung. Ketiganya kemudian melanjutkan perjalanan ke Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo serta mengislamkan kedua rajanya. Setelah itu, masing-masing ulama ini menyebarkan ajaran Islam di wilayah Sulawesi Selatan secara terpisah. Masing-masing memiilih satu tempat yang masih teguh dalam mempertahankan tradisi lokal.[4]

Datuk ri Tiro memilih Kerajaan Tiro sebagai tempat berdakwah. Sebelum mengenal Islam, masyarakatnya mempelajari ilmu kebatinan dan ilmu sihir. Datuk ri Tiro kemudian mulai mengajarkan tentang syariat, tarekat, hakikat dan makrifat Islam. Dalam pengajarannya, Datuk ri Tiro menggunakan pendekatan tasawuf yang bermazhab Sunni. Pembahasan utama dalam pengajarannya adalah tentang mendekatkan diri kepada Allah. Selain itu, ia juga mengajarkan bahwa Allah adalah pencipta alam gaib dan alam nyata.[7]

Penyebaran Islam oleh Datuk ri Tiro terjadi dengan cepat karena pemikiran tentang kematian antara kebudayaan lokal dengan ajaran Islam memiliki kemiripan.[8] Raja kelima dari Kerajaan Tiro yang bernama La Unru Daeng Biasa (1595-1625) akhirnya meminta Datuk ri Tiro untuk bertemu dengannya. Selama pertemuan, ajaran Islam yang disampaikan Datuk ri Tiro mudah diterima oleh para penguasa di Kerajaan Tiro dan juga masyarakatnya.[9] Akhirnya, La Unru Daeng Biasa menerima Islam sebagai agama resmi di kerajaannya.[10] Raja dan para bangsawan Kerajaan Tiro resmi beragama Islam pada tahun 1013 H (1604 M). Datuk ri Tiro kemudian diminta untuk mengislamkan seluruh masyarakat di wilayah Kerajaan Tiro.[5]

La Unru Daeng Biasa kemudian mendukung penyebaran Islam oleh Datuk ri Tiro ke wilayah kerajaan lain yang berdekatan dengan Kerajaan Tiro. Islam kemudian dikenalkan ke Kerajaan Bira dan raja kelimanya yang bernama Bakka Daeng Burane menerima Islam. Penyebaran Islam kemudian meluas ke Kerajaan Bantaeng dan Persekutuan Tellu Limpoe Pada tahun 1606, raja Kerajaan Tondong yang bernama Kahare Daeng Mallabasa mengirim utusan yang bernama Puang Bella untuk menemui Datuk ri Tiro di Bontotiro. Hal yang sama juga dilakukan oleh raja Kerajaan Bulo-bulo yang bernama La Pateddungi. Ia mengirim seorang utusan bernama Petta Massambangnge. Kedua utusan ini menerima ajaran Islam yang disampaikan oleh Datuk ri Tiro dan memintanya untuk mengajarkan Islam di wilayah konfederasi Tellu Limpoe. Pada tahun 1607, La Pateddungi memeluk agama Islam. Masyarakatnya kemudian beralih dari kepercayaan animisme dan dinamisme ke agama Islam. Setelahnya, raja Kerajaan Tondong dan raja Kerajaan Lamatti juga memeluk Islam beserta masyarakatnya.[6]

  1. ^ Bahtiar 2012, hlm. 227.
  2. ^ Abdullah 2016, hlm. 87.
  3. ^ Abdullah 2016, hlm. 88.
  4. ^ a b Patmawati 2016, hlm. 194.
  5. ^ a b Bahtiar 2012, hlm. 230.
  6. ^ a b Bahtiar 2012, hlm. 231.
  7. ^ Patmawati 2016, hlm. 195.
  8. ^ Makmur 2017, hlm. 24.
  9. ^ Bahtiar 2012, hlm. 227–228.
  10. ^ Makmur 2017, hlm. 16.

Abdullah, Anzar (2016). "Islamisasi di Sulawesi Selatan dalam Perspektif Sejarah". Paramita. 26 (1): 86–94. doi:10.15294/paramita.v26i1.5148. ISSN 2407-5825.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)

Bahtiar (2012). "Islam di Tiro Bulukumba". Al-Qalam. 18 (2): 227–235. ISSN 2540-895X.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)

Makmur (Mei 2017). "Makna di Balik Keindahan Ragam Hias dan Inskripsi Makam di Situs Dea Daeng Lita Kabupaten Bulukumba". Kalpataru. 26 (1): 15–26. ISSN 2550-0449.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)

Patmawati (September 2016). "Peranan Nilai Philosofi Bugis Terhadap Proses Pengislaman Kerajaan Bugis Makassar di Sulawesi Selatan". Khatulistiwa. 6 (2): 183–200. ISSN 2502-8499.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Datuk_ri_Tiro&oldid=21160743"

Datuk Ri Bandang yang bernama asli Abdul Makmur dengan gelar Khatib Tunggal adalah seorang ulama dari Koto Tangah, Minangkabau yang menyebarkan agama Islam ke kerajaan-kerajaan di wilayah timur nusantara, yaitu Kerajaan Luwu, Kerajaan Gowa, Kerajaan Tallo dan Kerajaan Gantarang (Sulawesi) serta Kerajaan Kutai (Kalimantan) dan Kerajaan Bima (Nusa Tenggara). Datuk ri Bandang bersama dua orang saudaranya yang juga ulama, yaitu Datuk Patimang yang bernama asli Datuk Sulaiman dengan gelar Khatib Sulung dan Datuk Ri Tiro yang bernama asli Nurdin Ariyani dengan gelar Khatib Bungsu dan seorang temannya, Tuan Tunggang Parangan melaksanakan syiar Islam sejak kedatangannya pada penghujung abad ke-16 hingga akhir hayatnya ke kerajaan-kerajaan yang ada di timur nusantara pada masa itu.[1][2]

Penyebaran Islam di Sulawesi dilakukan oleh mubaligh yang berasal dari
Datuk ri BandangLahirAbdul Makmur
Abad 16
Koto Tangah, MinangkabauMeninggalAbad 17
Tallo, Kerajaan Tallo, SulawesiNama lainKhatib TunggalPekerjaanUlamaDikenal atasPenyebar Islam di Luwu, Gowa, Tallo, Kerajaan Gantarang (Sulawesi), Kutai (Kalimantan) dan Kerajaan Bima (Nusa Tenggara)

 

Bangunan makam Datuk ri Bandang di Makassar

Pada awalnya, Datuk Ri Bandang berdakwah ke Kutai (Kerajaan Kutai, Kalimantan Timur, tetapi karena situasi masyarakat yang belum memungkinkan dia pergi ke Makassar (Kerajaan Gowa, Sulawesi), dan melaksanakan syiar Islam bersama temannya, Tuan Tunggang Parangan di kerajaan tersebut. Temannya, Tuan Tunggang Parangan tetap bertahan di Kutai, dan akhirnya berhasil mengajak Raja Kutai (Raja Mahkota) beserta seluruh petinggi kerajaan masuk Islam.

Setelah kembali lagi ke Makassar, Datuk Ri Bandang bersama dua saudaranya Datuk Patimang dan Datuk Ri Tiro menyebarkan agama Islam dengan cara membagi wilayah syiar mereka berdasarkan keahlian yang mereka miliki dan kondisi serta budaya masyarakat Sulawesi Selatan atau Bugis/Makassar ketika itu. Datuk Ri Bandang yang ahli fikih berdakwah di Kerajaan Gowa dan Tallo, sedangkan Datuk Patimang yang ahli tentang tauhid melakukan syiar Islam di Kerajaan Luwu, sementara Datuk Ri Tiro yang ahli tasawuf di daerah Tiro dan Bulukumba[3]

Pada mulanya Datuk ri Bandang bersama Datuk Patimang melaksanakan syiar Islam di wilayah Kerajaan Luwu, sehingga menjadikan kerajaan itu sebagai kerajaan pertama di Sulawesi Selatan, Tengah dan Tenggara yang menganut agama Islam. Kerajaan Luwu merupakan kerajaan tertua di Sulawesi Selatan dengan wilayah yang meliputi Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur serta Kota Palopo, Tana Toraja, Kolaka (Sulawesi Tenggara) hingga Poso (Sulawesi Tengah).

Dengan pendekatan dan metode yang sesuai, syiar Islam yang dilakukan Datuk ri Bandang dan Datuk Patimang dapat diterima Raja Luwu dan masyarakatnya. Bermula dari masuk Islam-nya seorang petinggi kerajaan yang bernama Tandi Pau, lalu berlanjut dengan masuk Islam-nya raja Luwu yang bernama Datu' La Pattiware Daeng Parabung pada 4-5 Februari 1605, beserta seluruh pejabat istananya setelah melalui dialog yang panjang antara sang ulama dan raja tentang segala aspek agama baru yang dibawa itu. Setelah itu agama Islam-pun dijadikan agama kerajaan dan hukum-hukum yang ada dalam Islam-pun dijadikan sumber hukum bagi kerajaan.[4]

 

Batu nisan berjenis batu Aceh pada makam Datuk ri Bandang

Setelah Raja Luwu dan keluarganya beserta seluruh pejabat istana masuk Islam, Datuk ri Bandang pergi dari Kerajaan Luwu menuju wilayah lain di Sulawesi Selatan dan kemudian menetap di Makassar sambil melakukan syiar Islam di Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng. Dakwah Islam yang dilaksanakan Datuk ri Bandang akhirnya juga berhasil mengajak Raja Gowa, I Manga'rangi Daeng Manrabia dan Raja Tallo, I Malingkang Daeng Manyonri beserta rakyatnya masuk Islam. Dikemudian hari sang ulama itu-pun akhirnya wafat dan dimakamkan di wilayah Tallo.

Sementara itu Datuk Patimang menetap di Kerajaan Luwu dan meneruskan syiar Islamnya ke rakyat Luwu, Suppa, Soppeng, Wajo dan lain-lain yang masih banyak belum masuk Islam. Dikemudian hari sang penyebar Islam itu-pun akhirnya wafat dan dimakamkan di Desa Patimang, Luwu. Sedangkan Datuk ri Tiro melakukan syiar Islam di wilayah selatan, yaitu Tiro, Bulukumba, Bantaeng dan Tanete, yang masyarakatnya masih kuat memegang budaya sihir dan mantra-mantra. Datuk ri Tiro yang kemudian berhasil mengajak raja Karaeng Tiro masuk Islam dikemudian hari juga wafat dan dimakamkan di Tiro atau sekarang Bontotiro.

  1. ^ "Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah nasional Indonesia, Volume 3". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-01-19. Diakses tanggal 2013-01-23. 
  2. ^ http://www.wisatanews.com Tradisi Hanta Ua Pua, Bentuk Penghormatan Atas Rasulullah dan Ulama
  3. ^ Ahmad M. Sewang, Islamisasi Kerajaan Gowa: abad XVI sampai abad XVII
  4. ^ http://www.seputar-indonesia.com JEJAK ULAMA DI SULSEL - Datuk Sulaiman, Penyebar Islam di Luwu

  • Tiga Datuk Minangkabau Menyebar Islam Ke Tanah Bugis
  • Gantarang Lalan Bata, Jejak Pertama Datuk Ri Bandang di Pulau Selayar[pranala nonaktif permanen]
 

Artikel bertopik biografi Indonesia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Datuk_ri_Bandang&oldid=20542969"