Peningkatan kadar CO2 atmosfer dibalik peningkatan suhu bumi

Karbon dioksida (CO2) atau zat asam arang adalah salah satu gas rumah kaca yang berbahaya karena gas tersebut dapat menyerap gelombang inframerah dengan kuat. Salah satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Cara yang paling mudah untuk mengurangi karbon dioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Dengan menanam pohon, terutama pohon yang muda yang cepat pertumbuhannya, dapat menyerap karbon dioksida yang sangat banyak, yang digunakannya pada fotosintesis, dan disimpan hasilnya (glukosa, fluktosa, dan karbohidrat lainnya) pada tubuh pepohonan tersebut. Saat ini di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang sangat mengkhawatirkan. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah menanam hutan kembali untuk mencegah semakin bertambahnya gas rumah kaca.

Jadi, jawaban yang tepat yaitu D.

Menurut data Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), tingkat konsentrasi karbon dioksida (CO2) di atmosfer global sudah mencapai rata-rata 417,6 part per million (ppm) pada 17 Mei 2022.

Angka tersebut sudah naik sekitar 6,2% dibanding tahun 2011. Peningkatan itu  juga konsisten terjadi setiap tahun, seperti terlihat pada grafik.

Jika dirunut lebih jauh lagi, menurut NASA konsentrasi CO2 di atmosfer saat ini bahkan sudah meningkat sekitar 50% dibanding awal era industri tahun 1750.

"Ini melampaui (peningkatan CO2) yang terjadi secara alami selama periode 20.000 tahun," jelas NASA di situs resminya.

NASA menyebut peningkatan kadar CO2 ini berasal dari aktivitas manusia, seperti penggundulan hutan atau deforestasi, serta pembakaran bahan bakar fosil. 

Meningkatnya kadar CO2 dan gas rumah kaca lainnya di atmosfer berpotensi menaikkan suhu permukaan bumi, yang kemudian bisa memicu perubahan iklim, bencana alam, hingga berdampak pada terganggunya aktivitas ekonomi.

(Baca Juga: NASA: Suhu Permukaan Bumi Naik 0,85 °C pada 2021)

Leily Tjandrawaskitasari Kusumaputri



Aktivitas manusia sehari-hari, pembakaran bahan bakar fosil dan pembukaan hutan telah meningkatkan konsentrasi karbondioksida di atmosfer. Berbagai efek telah ditimbulkan akibat meningkatnya konsentrasi CO 2 lingkungan seperti efek rumah kaca dan perubahan pola iklim. Peningkatan pola konsentrasi CO 2 lingkungan mempengaruhi aktivitas metabolisme tanaman. Pada umumnya peningkatan konsentrasi karbondioksida lingkungan akan meningkatkan kecepatan fotosintesis tanamaan, dan menurunkan kecepatan respirasinya. Keadaan ini akan mengganggu metabolisme dan perrtumbuhan tanaman. Penigkatan kecepatan fotosinntesis menyebabkan penimbunan karbohidrat, sedangkan penurunan kecepatan respirasi menguurangi energi yang dibutuhkan tanaman. Beberapa tanaman memiliki kecepatan respirasi yang meningkat di bawah lingkungan kaya CO 2 sehingga meningkatkan penguraiaan karbohidrat. Peningkatan CO 2 lingkungan menyebabkan stres pada tanaman sehingga meningkatkan biosinntesis etilen. Meningkatnya biosintesis etilen dapat mempercepat pemasakan atau penuaan sel tanaman sebelum waktunya. Laju fotosistesis yang meningkat karena peningkatan konsentrasi CO 2 lingkungan menyebabkan perubahan pola alokasi karbon, hal ini menentukan kualitas tanaman sebagai sumber makanan bagi serangga herbivor sehingga mempengarihi interaksi serangga herbivor yang secara langsung makan tanaman tersebut sehingga dapat mengganggu kestabilan ekosistem secara global.


Peningkatan kadar CO2 atmosfer dibalik peningkatan suhu bumi

Media INDONESIA: Baru-baru ini badan cuaca milik PBB menyatakan kadar karbon dioksida (CO2) di atmosfer mencapai rekor tertinggi pada 2013. Ini merupakan dampak peningkatan polusi. Dalam laporan tahunannya, Organisasi Metereologi Dunia (WMO) menjelaskan naiknya kadar CO2 itu ditengarai sebagai penyebab utama peningkatan suhu bumi. Lihat kliping selengkapnya ...

Kelas: X

Mata pelajaran: Biologi

Materi: Ekosistem

Kata kunci: Efek Rumah Kaca, Pemanasan Global.    

Jawaban Pendek:

Peningkatan kadar gas karbon dioksida (CO2) di atmosfer yang berasal dari industri, kendaraan bermotor, dan pemukiman dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan yaitu “Efek Rumah Kaca” akibat penyerapan panas oleh gas karbon dioksida, yang menyebabkan terjadinya “Pemanasan Global”.

Jawaban panjang:

Efek rumah kaca adalah pemanasan suhu bumi akibat tindakan manusia yang mengakibatkan meningkatnya kadar gas-gas di atmosfer bumi yang menyerap panas. Gas rumah kaca ini adalah karbon dioksida (CO2), ammonia (NH3) dan metana (CH4).

Gas rumah kaca adalah gas yang bersifat mengumpulkan panas, sehingga panas sinar matahari yang masuk ke atmosfer bumi tersimpan dan tidak bisa lepas, peristiwa disebut efek rumah kaca.

Akibat gas rumah kaca ini, suhu atmosfer bumi menjadi panas. Peningkatan gas rumah kaca akibat aktifitas manusia berakibat pula terhadap meningkatnya suhu udara di bumi. Hal ini mengakibatkan fenomena pemanasan global.

Aktifitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil untuk kendaraan bermotor dan industri mengakibatkan peningkatan gas ini pada tingkat yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Sehingga laju pemanasan suhu bumi juga meningkat dengan kecepatan yang sebelumnya belum pernah terjadi.

Pemanasan dan pendinginan bumi sebelumnya sering terjadi, misalnya dalam siklus jaman es. Namun pemanasan global saat ini terjadi dalam waktu sangat singkat dan dengan perubahan yang sangat drastis. Sehingga, pemanasan global bersiko terhadap lingkungan seperti berubahnya siklus cuaca, ancaman kepunahan dan bencana alam.  


KOMPAS.com – Seperti yang kita ketahui, saat ini emisi karbon yang diakibatkan oleh aktivitas harian manusia, entah itu dari pembakaran bahan bakar fosil, limbah industri, hingga emisi rumah tangga, mengalami peningkatan signifikan yang dapat mengancam kondisi Bumi.

Tingginya emisi karbon ini juga ditenggarai menjadi penyebab utama perubahan iklim dan peningkatan suhu global.

Namun, bagaimana dampaknya terhadap tumbuhan yang dapat menyerap karbon dioksida?

"Kita tahu bahwa tumbuhan darat saat ini menyerap CO2 lebih banyak dari yang dilepas ke atmosfer melalui kombinasi pembakaran, dekomposisi, respirasi, dan emisi dari aktivitas manusia," ujar Lucas Cernusak, pakar ekologi terestrial dari James Cook University, dilansir dari Science Daily, Kamis (16/5/2019).

"Fenomena ini biasa dikenal sebagai simpanan karbon daratan (land carbon sink), dan kita mengetahui bahwa inilah yang saat ini memperlambat laju pelepasan CO2 yang semakin meningkat. Kita tidak tahu seberapa kuat respons ini, dan sampai kapan kita dapat mengandalkannya," terangnya.

Baca juga: Bukti Indonesia Kaya, Kebun Raya Bogor Pamerkan 43 Jenis Tumbuhan Baru

Untuk dapat memahami bagaimana tumbuhan merespons emisi karbon yang semakin tinggi, serta seberapa besar dampaknya, Cernusak bersama koleganya dari CSIRO Oceans and Atmosphere dan University of Lorraine melakukan penelitian untuk mengukur kekuatan biosfer terestrial dalam mengatasi peningkatan kadar CO2.

Penelitian yang diterbitkan di jurnal Trends in Plant Science ini berfokus pada proses fotosintesis, di mana tumbuhan menangkap energi dari cahaya matahari dan menggunakannya untuk sintesis karbohidrat dari CO2 dan air.

Selain itu, studi ini juga menelaah proses fotosintesis secara global melalui pengukuran terrestrial gross primary productivity (GPP), yaitu jumlah energi kimia dalam bentuk biomassa tumbuhan.

Hasil pemodelan dan analisis mengungkap bahwa, sejak awal dimulainya era industri, fotosintesis telah mengalami peningkatan secara konstan dan proporsional terhadap meningkatnya kadar CO2 di atmosfer.

"Kita sudah memprediksi adanya korelasi, karena CO2 menstimulasi fotosintesis. Namun jika meninjau dari kompleksitas tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, kami sangat terkesan akan betapa cepatnya mereka mampu beradaptasi dengan laju kenaikan emisi ini. Kita dapat menyimpulkan bahwa tumbuhan bekerja dengan sangat keras" jelas Cernusak.

Para peneliti menggunakan kombinasi dari beberapa analisis yang sudah ada sebelumnya dengan pemodelan baru, bersama dengan studi laboratorium, untuk menelaah bagaimana peningkatan CO2 mempengaruhi fotosintesis, dari tingkat individual hingga global.

"Ini merupakan langkah awal dari tugas yang panjang dan kompleks untuk mengukur bagaimana vegetasi terestrial akan menanggapi perubahan iklim dalam jangka waktu yang amat panjang ke depannya," paparnya.

Baca juga: Kadar CO2 Sentuh Level Tertinggi dalam Sejarah, Ini Artinya Bagi Kita

Meski tingginya kadar CO2 di atmosfer memungkinkan peningkatan laju fotosintesis secara global, namun para peneliti memperingatkan bahwa perubahan iklim lebih lanjut, dengan meningkatnya frekuensi gelombang panas, kekeringan, dan badai, dapat mengakibatkan tumbuhan menjadi stress dan mengurangi produktivitasnya.

"Perlu diingat pula bahwa perubahan secara global akan termanifestasikan secara beragam pada kawasan yang berbeda. Pada ekosistem subtropis, kenaikan suhu menjadi pendorong tingginya laju fotosintesis dan penambahan durasi musim tanam," jelas Cernusak.

"Hal ini berbeda dengan di kawasan tropis, di mana meski tingginya CO2 membantu fotosintesis, namun kenaikan suhu justru malah menimbulkan stress pada beberapa tumbuhan," tutupnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.