Pekojan adalah perkampungan yang didirikan oleh pedagang dari

Pekojan adalah perkampungan yang didirikan oleh pedagang dari

KAMPUNG ARAB | Di Tambora, Jakarta Barat, atau tepatnya di tepi Kali Angke, Kampung Pekojan. Saat Belanda berkuasa di Batavia di abad ke-18, nama kampung itu ditetapkan sebagai Kampung Arab. Tak cuma keturunan Arab dan Gujarat yang hidup di Pekojan, masyarakat keturunan Melayu dan Tionghoa banyak juga yang tinggal di Pekojan sejak lama.

Pekojan adalah perkampungan yang didirikan oleh pedagang dari

ORANG ISLAM | Pada 1633, pedagang asal Gujarat, India menyebut Pekojan dengan sebutan koja choja yang artinya orang-orang Islam. Tetapi, seiring dengan perjalanan waktu, banyak orang Arab dari Hadramaut datang ke Batavia.

Pekojan adalah perkampungan yang didirikan oleh pedagang dari

PERNIKAHAN | Pernikahan campuran antara Arab dengan Tionghoa, seperti halnya Saleh Al-Amri dan Li Siu Lan sudah biasa terjadi di Pekojan. Anak-anak mereka mewariskan sebutan sebagai '' Anak-anak Pekojan''. Sebuah keluarga di Pekojan dikenal banyak memiliki anak, sesuai dengan tradisi Arab yang mereka percaya bahwa banyak anak akan mendatangkan rezeki yang melimpah.

Pekojan adalah perkampungan yang didirikan oleh pedagang dari

KAMPUNG HALAMAN | Kini orang-orang keturunan Arab di Pekojan jumlahnya tak banyak, kawasan itu pun kini lebih banyak dihuni oleh masyarakat Tionghoa pendatang. Tapi bukan berarti ''bau Arab'' telah hilang. Ketika bulan Ramadhan tiba, masyarakat keturunan Arab menjadikan Pekojan ini sebagai sebuah tempat bertemu demi melepas rindu akan kampung halaman yang ditinggalkan.

Pekojan adalah perkampungan yang didirikan oleh pedagang dari

TANAH AIR | Di Semarang, Jawa Tengah, 4 Oktober 1934, para pemuda arab yang ada di Indonesia mendekralasikan status mereka sebagai bagian dari Indonesia. Bersama dengan itu, pemuda-pemuda Pekojan, Jakarta turut meneguhkan diri sebagai bagian dari Indonesia. Sejak saat itulah kemudian masyarakat di Pekojan menjadikan Indonesia sebagai tanah air mereka, namun mereka akan selalu mengingat akar dan silsilah mereka, seperti yang dilakukan Husin al habsy, keturunan ke-6 dari keluarga Al Habsy.

Pekojan adalah perkampungan yang didirikan oleh pedagang dari

MASJID | Di Masjid Jami An-Nawier yang dibangun pada 1760 oleh Husein Alaydrus dari Hadramaut, penggalan sejarah dari orang-orang asal Yaman Selatan masih tampak. Dahulu masjid ini menjadi tempat syiar Islam para ulama yang turut dalam pelayaran dagang.

Pekojan adalah perkampungan yang didirikan oleh pedagang dari

TERJAGA | Nama Masjid An-Nawir memiliki makna "cahaya". Bisa jadi dahulu para pendirinya berharap agar masjid yang berada di tengah perkampungan Pekojan ini memberi cahaya bagi umat di sekitarnya.

Pekojan adalah perkampungan yang didirikan oleh pedagang dari

POHON KURMA | Tak jauh dari Masjid An-Nawir, sebuah pohon kurma berdiri di tengah perkampungan yang kini padat penduduk. Tak ada makna dari keberadaan pohon itu, hanya saja pohon itu dijadikan tanda bahwa kampung itu merupakan kampung halaman dari ribuan banyak orang Arab yang tersebar di Jakarta. Pohon kurma itu sendiri baru ditanam tujuh tahun yang lalu.

Pekojan adalah perkampungan yang didirikan oleh pedagang dari

TOLERANSI | Meski hidup bersama dengan masyarakat yang berbeda suku dan agama, kehidupan di Kampung Pekojan sangat toleran dengan perbedaan. Tak ada pembatas dalam pergaulan masyarakat asli dan pendatang. Banyak orang-orang Arab hidup rukun berdampingan dengan orang-orang Tionghoa, bahkan banyak dari mereka tumbuh besar bersama. Kini banyak pula orang Madura datang, kerukunan pun terjalin mesra tanpa ada kedengkian.

Pekojan adalah perkampungan yang didirikan oleh pedagang dari

TRADISI ISLAM | Saat Lebaran tiba, masyarakat Tionghoa selalu datang bertamu dan bersilaturahmi ke rumah orang-orang Arab. Begitu juga ketika tetangga-tetangga mereka orang Tionghoa merayakan Tahun Baru Imlek, bergantian para keturunan Arab datang bertamu ke rumah mereka demi memberikan ucapan selamat yang dilakukan dengan menggunakan cara Islam layaknya nenek moyang mereka dulu melakukannya.

bujangmasjid.blogspot.com

Masjid Agung Kesultanan Maulana Hasanuddin, Kota Serang, Banten

Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Alwi ShahabBanten, yang sejak 4 Oktober 2000 disahkan menjadi provinsi, Boleh dikata, perjuangan rakyat di provinsi paling barat pulau Jawa ini untuk berdiri sendiri sudah berlangsung lama. Awalnya, ketika pada 1963, para tokoh Banten dari berbagai kecamatan membentuk Panitia Provinsi Banten.Sejak menjadi provinsi, sejumlah tokoh masyarakat setempat yakin, Banten mempunyai prospek baik. Bahkan, tokoh masyarakat H Tubagus Chasan Sochib, yang juga seorang pendekar, yakin, “Insya Allah, 15 tahun ke depan Banten menjadi seperti Brunei Darussalam, tidak kalah dengan Malaysia.”Optimismenya ini berdasarkan kenyataan, berbagai proyek raksasa, industri berat dan ringan kini berada di provinsi ini. Seperti Bandara Internasional Cengkareng. Belum lagi kawasan industri Cilegon yang memiliki 50 industri besar, baik PMA dan PMDN. Krakatau Steel dengan 16 anak perusahaan. Bumi Serpong Damai (BSD) yang terus berkembang jadi kota satelit modern. Tangerang dengan lebih dari 6.000 unit perusahaan, kecil dan menengah. Ratusan tempat peristirahatan tepi pantai, dengan puluhan hotel berbintang yang tiap hari libur menyedot ribuan pengunjung. Masih banyak lagi aset yang dimiliki provinsi ini. Tentu saja, Pemprov Jabar yang paling terkena dampak lepasnya Banten. Mengingat sepertiga aset Pemprov Jabar kini masuk Banten.

Banten, sekitar 500 tahun lalu, pernah menjadi bandar terbesar di pulau Jawa. Bangsa Portugis, bukanlah pedagang asing pertama yang mencari lada dan rempah-rempah lainnya di Karangantu, pelabuhan Banten.

Karena jauh sebelumnya, mereka didahului saudagar-saudagar Cina, Arab, Gujarat, dan Turki —yang mengangkut rempah-rempah dari bandar Karangantu yang ramai— melalui Teluk Parsi. Kemudian mereka menjualnya kepada pembeli Eropa yang sangat berhasrat.Lada, saat itu bukan untuk dijadikan bumbu masak. Melainkan untuk memelihara kesehatan badan: ‘menghangatkan perut dan mengurangi sakit perut yang disebabkan oleh cuaca dingin dan angin.’Pelaut Belanda, Inggris, Prancis, dan Denmark juga mengikuti jejak pelaut Portugis ke arah sumber lada dan rempah-rempah lainnya yang luar biasa khasiatnya waktu itu. Kala itu, mereka tidak singgah di Sunda Kelapa, tapi di Banten, 75 km sebelah barat Sunda Kelapa.

Banten, mengalami masa jayanya pada masa Sultan Maulana Yusuf (1570-1580). Ia putra Sultan Maulana Hasanuddin, pendiri Kerajaan Islam Banten. Begitu majunya perdagangan kala itu, hingga Banten menjadi tempat penimbunan barang dari segala penjuru dunia, yang kemudian disebarkan ke antero Nusantara.Situasi perdagangan di bandar internasional Karangantu saat itu digambarkan sebagai berikut: Pedagang dari Cina membawa uang kepeng, terbuat dari timah hitam yang juga disebut picis. Dengan jung-jung yang tidak hentinya berdatangan ke Banten, mereka membawa porselen, sutera, bludru, benang emas, kain sulaman, jarum, sisir, payung, kertas, dan berbagai barang lainnya. Orang Arab dan Persia membawa permata dan obat-obatan. Pedagang Gujarat (India) menjual kain, kapas, dan sutra. Orang Portugis membawa kain dari Eropa dan India. Para pedagang ini kembalinya ke negara mereka membawa lada dan rempah-rempah, yang mereka beli dari para pedagang yang berdatangan dari Nusantara ke Banten.Dengan majunya perdagangan maritim, Sorosowan, Ibu Kota kerajaan, menjadi ramai. Maka diaturlah penempatan penduduk sesuai keahlian dan asal mereka.

Perkampungan untuk orang asing dipusatkan di luar tembok kota. Seperti Kampung Pekojan, terletak di sebelah barat pelabuhan diperuntukkan untuk pedagang Arab, Gujarat, Mesir, dan Turki. Kampung Pecinan, di sebelah barat Masjid Agung Banten, diperuntukkan bagi pedagang Cina.Mungkin meniru Banten, Belanda juga membangun kampung Pekojan untuk etnik Arab, dan Pecinan bagi warga Cina. Kini kampung yang disediakan itu lebih populer dengan nama Glodok. Orang Cina sangat berperan dalam ikut memajukan ekonomi Banten kala itu. Jenderal JP Coen sendiri, saat mendirikan Batavia (1619), telah membawa sekitar 800 warga Cina ke Batavia dari Banten. Di pimpin Souw Beng Kong, yang kemudian diangkat menjadi kapiten Cina pertama.Pecinan, yang letaknya sekitar 500 meter dari kraton, kini hanya ditinggali empat keluarga keturunan Cina. Di dekatnya terdapat klenteng, yang menurut pengurusnya sudah berdiri sejak awal Kerajaan Islam Banten. Klenteng ini banyak didatangi pengunjung dari luar Banten, terutama pada malam ciit (tanggal 1 penanggalan Cina) dan malam cap goh meh.