Orang tua mempunyai tanggung jawab menyucikan anak melalui upacara sarira samskara disebut

kasih sayang, kesetiaan, mencari nafkah, menjaga kesehatan, dan seterusnya agar ikatan perkawinan dapat berlangsung abadi. Kemudian terhadap anak-anak yang lahir, orang tua berkewajiban membesarkannya, memberikan perlindungan, pendidikan dan menyelenggarakan perkawinannya (Vivaha Samkara). Selanjutnya dalam Sarasamuscaya juga diajarkan tentang tiga kewajiban orang tua yang harus dilaksanakan dengan rasa bhakti yang tulus kepada anaknya yaitu sebagai berikut: Pertama, Sarirakrta, yaitu kewajiban orang tua untuk menumbuhkan jasmani anak dengan baik. Kedua, Prannadatta, artinya orang tua wajib membangun atau memberikan pendidikan kerohanian kepada anak. Ketiga, Annadatta, yaitu kewajiban orang tua untuk memberikan pendidikan kepada anaknya untuk mendapatkan makanan (anna) salah satunya kebutuhan hidupnya yang paling esensial. Demikian pula dalam Kekawin Niti Sastra ada disebutkan syarat-syarat orang yang dapat disebut orang tua yakni apabila telah melakukan lima kewajiban yang disebut Panca Wida yaitu: Pertama, Sang ametuaken, artinya yang menyebabkan kita lahir. Ayahlah yang pertama-tama menyebabkan kita lahir dari rahim ibu. Awal mula dari sikap ayah dan ibu saat-saat menanam benih dalam rahimnya juga amat menentukan keberadaan kita. Kedua, Sang anyangaskara, artinya orang tua mempunyai tanggung jawab menyucikan anak melalui upacara sarira samskara. Ketiga, Sang mangupadyaya, artinya seseorang dapat disebut ayah apabila ia dapat bertanggung jawab pada pendidikan anak-anaknya. Pendidikan anak tidak dapat begitu saja diserahkan kepada guru-guru di sekolah. Ayah di rumah juga disebut guru rupaka. Keempat, Sang maweh bijojana, artinya orang yang dapat disebut ayah adalah orang yang memberikan anggota keluarganya 280 Kelas XI SMA/SMK Kurikulum“13

menyucikan anak melalui upacara sarira samskara. Ketiga, Sang mangupadyaya, artinya seseorang dapatdisebut ayah apabila ia dapat bertanggung jawab pada pendidikan anak-anaknya. Pendidikan anak tidakdapat begitu saja diserahkan kepada guru-guru di sekolah. Ayah di rumah juga disebut guru rupaka.Keempat, Sang maweh bijojana, artinya orang yang dapat disebut ayah adalah orang yang memberikananggota keluarganya makan dan kebutuhan-kebutuhan material lainnya. Secara umum seorang ayahmemiliki tanggung jawab menjamin kebutuhan ekonomi keluarga. Kelima, Sang matulung urip rikalaningbaya, artinya kewajiban seorang ayah melindungi nyawa si anak dari ancaman bahaya. Perlindungantersebut tidaklah semata-mata berarti fisik tetapi juga perlindungan yang bersifat rohaniah. Sedangkanbhakti dan swadharma anak kepada orang tuanya, sesuai dengan perintah dan pesan dari sastra suci Veda,seorang anak dikatakan suputra apabila anak itu memiliki sradha, bhakti, serta tumbuh menjadi anak yangmampu menyelematkan dirinya, orang tuanya, dan seluruh keluarganya dari lembah penderitaan menujukehormatan dan kebahagiaan. Dan yang lebih besar lagi berguna bagi masyarakat, bangsa dan negaranya.Ajaran bhakti sejati dapat menumbuhkan karakter Ketuhanan di lingkungan keluarga sebagaimodal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial, yang dimaksud adalah sebagaiberikut:Bhakti sejati adalah salah satu ajaran agama Hindu yang dapat dipedomani untuk meningkatkankeimanan dan ketaqwaan manusia terhadap aturan keimanan, aturan kebajikan dan aturan upacarakeagamaan yang bersumber dari ajaran agama yang dianutnya serta dapat dipedomani dalam upayamelakukan penyembuhan (konseling) di saat-saat mengalami goncangan kejiwaan oleh manusia dilingkungan keluarga. Kehidupan di lingkungan keluarga dewasa ini semakin digiring untuk meninggalkanjati dirinya sebagai anggota masyarakat yang religius dengan berbagai aktivitas ritual keagamaannya.Perihal penting lainnya adalah untuk mengeliminasi potensi-potensi konflik akibat kurang pandainya dankurangnya kearifan serta kebijaksanaan dari manusia terhadap sederetan perbedaan, di luar perbedaanyang mereka miliki sejak lahir. Nawa Wida Bhakti adalah salah satu ajaran agama Hindu yang bersumberdari kitab Bhagavata Purana, VII.5.23, yang menyebutkan bahwa ada 9 (sembilan) cara ber-bhakti(hormat, sujud, pengabdian, cinta kasih sayang, pelayanan, dan spiritual) yang disebut Nawa Wida Bhaktiyaitu rasa bhakti sejati manusia terhadap Tuhan-nya.Konsep Bhakti sejati ini dapat dimaknai dalam kontek kehidupan sosial atau arah gerakputarannya secara horizontal yaitu rasa sujud, hormat-menghormati, pengabdian, cinta kasih sayang,spiritual, dan memberikan pelayanan antara manusia dengan sesamanya dan lingkungannya. Harapannyadengan nilai-nilai dari Bhakti sejati (hormat, sujud, pengabdian, cinta kasih sayang, pelayanan, danspiritual) akan tercipta karakter Ketuhanan di lingkungan keluarga. Pada saatnya nanti dapat dijadikansebagai modal dasar guna mewujudkan kesalehan dan keharmonisan sosial karena di lingkungan

Upload your study docs or become a

Course Hero member to access this document

Upload your study docs or become a

Course Hero member to access this document

End of preview. Want to read all 11 pages?

Upload your study docs or become a

Course Hero member to access this document

Judul: Upacara Manusa Yadnya (Sarira Samskara) dalam Kehidupan Sosial Masyarakat Hindu di Bali: Sebuah Analisis Perbandingan

Penulis: Ni Nyoman Sri Widiasih (CRCS, 2004)

Abstrak:

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam tentang pelaksanaan upacara Manusa Yadnya dalam agama Hindu dan hubungannya dengan kehidupan sosial masyarakat serta untuk mengetahui tata pelaksanaan upacara Manusa Yadnya yang dilaksanakan oleh umat Hindu di Bali dan Yogyakarta dalam pemuliaan eksistensinya, serta makna dari masing-masing ritual yang terkandung di dalamnya.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian pustaka, yang akan didukung dengan wawancara pada orang-orang yang memahami dan melaksanakan upacara Manusa Yadnya. Adapun bahan primernya adalah kitab suci Weda dan sastra-sastra Lontar yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Sedangkan pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologis, yang hasilnya kemudian disajikan dalam pemaparan yang deskriptif analisis.

Akhirnya, dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa upacara yang dilaksanakan oleh umat Hindu merupakan ungkapan rasa sujud bakti dan ungkapan rasa terima kasih kepada Tuhan, atas segala rahmat dan yadnya-Nya pada alam semesta beserta isinya. Pelaksanaan berbagai macam ritual dalam agama Hindu merupakan salah satu jalan yang dipergunakan untuk; mempererat, mengikat, memperkuat dan merawat iman. Sedangkan, upacara pokok yang dilaksanakan oleh umat Hindu yaitu Panca Yadnya, yang terdiri dari Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya, Manusa Yadnya, dan Bhuta Yadnya. Manusa Yadnya merupakan upacara siklus hidup manusia yang dilaksanakan sejak bayi masih dalam kandungan hingga menikah sebagai ‘pemuliaan eksistensi manusia’. Upacara ini menjadi penting, karena masyarakat Hindu meyakini bahwa dengan melaksanakan upacara ini akan mampu membuat manusia menjadi lebih baik yang nantinya akan berpengaruh pada kehidupan sosialnya. Dengan asumsi bahwa, jika secara individu, manusia itu sudah baik, maka dalam pergaulan hidupnya di masyarakat juga akan menjadi baik. Oleh karenanya, setiap upacara yang dilaksanakan akan mengandung unsur permohonan, pengharapan dan pengampunan.

Pelaksanaan ritual Manusa Yadnya yang dilaksanakan oleh umat Hindu di Bali maupun di Yogyakarta pada hakikatnya memiliki esensi yang sama, akan tetapi dalam tata pelaksanaannya yang bervariasi. Hal ini sangat dipengaruhi oleh psikoreligius dan sosio-kultural setempat sebagai media pendukung. Dan dalam setiap pelaksanaan suatu yadnya dalam agama Hindu, sesungguhnya tidak akan bisa lepas terhadap pelaksanaan yadnya-yadnya yang lainnya, akan tetapi dalam pelaksanaannya ada satu yadnya yang lebih ditonjolkan, yang disertai dengan pelaksanaan yadnya-yadnya yang lain.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA