Mengapa pemerintah pendudukan Jepang memberikan kelonggaran terhadap organisasi MIAI sehingga organisasi ini tetap boleh berdiri?

Merdeka.com - Islam adalah agama mayoritas yang ada di Indonesia. Bahkan, Indonesia adalah salah satu negara Islam yang besar di abad 21 ini. Selain itu, pernahkah kamu mendengar tentang sebuah organisasi bernama Majelis Islam Ala Indonesia atau MIAI? Organisasi ini adalah salah satu organisasi Islam yang pernah ada di Indonesia. MIAI adalah gabungan dari organisasi politik dan beberapa organisasi pers yang memiliki sifat moderat kepada Belanda.

Golongan Islam yang menjadi anggota dalam organisasi memiliki sikap nonkooperasi kepada pemerinatahan kolonial. Saat Jepang sedang menjajah Indonesia, organisasi ini memiliki beberapa kelonggaran dalam melakukan aktivitasnya. Saat itu, organisasi lain masih belum mendapatkan kesempatan yang sama seperti MIAI. Hal ini dikarenakan MIAI dianggap sebagai sebuah organisasi yang anti barat.

Pernah sebuah ketika semua ulama agama diundang oleh Gunsikan, Mayor Jenderal Okazaki ke Jakarta. Mereka diajak untuk bisa bertukar pendapat. Pertemuan itu membuahkan hasil bahwa MIAI harus bisa menambahkan azas dan tujuannya. Kegiatan MIAI ini melaksanakan badan amal dan peringatan setiap ada hari keagamaan.

Organisasi ini dianggap kurang memuaskan oleh Jepang. Pada akhirnya, di bulan Oktober 1943, MIAI dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimim Indonesia atau Masyumi. Masyumi ii didirikan oleh Kiai Haji Hasyim Asyari, Kiai Haji Mas Mansyur, Kiai Haji Farid Ma’aruf, Kiai Haji Hasyim Kartosudarmo, Kiai Haji Nachrowi dan Zainal Arifin.

Nah, sekarang kamu sudah tahu tentang MIAI dan Masyumi. Organisasi Islam ini juga penting untuk dipelajari selain organisasi non Islam. Hal ini dikarenakan Indonesia nggak akan menjadi negara Islam yang besar kalau nggak ada organisasi-organisasi ini. Materi yang menarik untuk bisa dipelajari kan?

[iwe]

Golongan nasionalis Islam juga mendapatkan suatu kelonggaran pada masa pendudukan Jepang, karena dinilai memiliki sikap paling anti terhadap bangsa Barat. Oleh karena itu, pemerintah militer Jepang masih mengizinkan berdirinya satu organisasi Islam, yaitu Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang telah berdiri di Surabaya sejak tahun 1947 oleh K.H. Mas Mansyur beserta kawan-kawan. Pemerintah militer Jepang memilih MIAI sebagai satu-satunya wadah bagi organisasi gabungan dari golongan Islam. MIAI baru diakui oleh pemerintah militer Jepang setelah mengubah system anggaran dasarnya, khususnya mengenai asas dan tujuannya. Pada asas dan tujuan MIAI ditambahkan kalimat, sebagai berikut. “turut bekerja sama dengan sekuat tenaga dalam pekerjaan membangun masyarakat baru untuk mencapai kemakmuran bersama di lingkungan Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippon.” MIAI sebagai organisasi tunggal golongan Islam mendapat simpati yang luar biasa dari kalangan umat Islam. Kegiatannya dalam membentuk baitul mal (rumah zakat) dan melaksanakan peringatan-peringatan di hari-hari besar Islam menjadikan MIAI semakin maju. Oleh karena itu, pihak Jepang mulai menaruh curiga terhadap perkembangan MIAI. Para tokoh MIAI di berbagai daerah mulai diawasi. Untuk meyakinkan bahwa para pemuka agama Islam di daerah-daerah tidak berbahaya bagi pemerintah Jepang, diadakanlah pelatihan para kyai. Pada bulan September 1943, dua organisasi besar Islam, yaitu Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah diizinkan berdiri kembali untuk melakukan kegiatan-kegiatan kerohanian dan social.maaf kalo ada yang salah

Pada masa pendudukan Jepang, golongan nasionalis Islam mendapat kelonggaran dalam berpolitik. Hal itu disebabkan karena pemerintah pendudukan Jepang menilai nasionalis Islam memiliki sikap paling anti kepada bangsa Barat sehingga dapat diandalkan oleh Jepang. Oleh karena itu, pemerintah militer Jepang masih mengizinkan berdirinya organisasi Islam, yaitu Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang pernah didirikan di Surabaya pada tahun 1937 pada zaman Hindia Belanda oleh K.H. Mas Mansyur dan kawan-kawannya. Pemerintah militer Jepang memilih MIAI sebagai satu-satunya wadah bagi organisasi gabungan dari golongan Islam. Akan tetapi, MIAI baru diakui oleh pemerintah militer Jepang setelah mengubah anggaran dasarnya, khususnya mengenai asas dan tujuannya.

KOMPAS.com - Pemerintah Kolonial Hindia Belanda tak menyukai umat Islam di tanah jajahannya.

Masalah ini dimanfaatkan oleh Jepang ketika mengambil alih Nusantara dari tangan Belanda. Jepang ingin mengambil simpati muslim agar mau mendukung Jepang dalam perang melawan negara-negara Barat.

Untuk itu, Jepang menghidupkan kembali MIAI, federasi ormas Islam yang didirikan oleh KH Mas Mansyur dan rekan-rekannya pada 1937 di Surabaya.

Namun MIAI akhirnya mati lagi. Jepang menggantikannya dengan Masyumi. Berikut sejarah singkat MIAI dan Masyumi seperti dikutip dari Masa Pendudukan Jepang di Indonesia (2019):

Baca juga: Jawa Hokokai, Organisasi Pergerakan pada Masa Pendudukan Jepang

Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI)

Pada Mei 1942, Kolonel Horie, pemimpin Bagian Pengajaran dan Agama yang dibentuk oleh Jepang mengadakan pertemuan dengan sejumlah pemuka agama Islam dari seluruh Jawa Timur di Surabaya.

Horie ingin berkenalan dengan para pemuka agama Islam. Ia hendak meminta umat Islam tidak melakukan kegiatan politik.

Di Jawa Barat, Kolonel Horie mengerahkan para pembantunya, orang Jepang yang beragama Islam, seperti Abdul Muniam Inada serta Moh Sayido Wakas agar secara bergiliran mengunjungi beberapa masjid besar di Jakarta untuk mengadakan ceramah dan khotbah Jumat.

Sebagai gantinya, Jepang mengarahkan ulama dan umat Islam mencurahkan kegiatan keagamaan dan keumatannya lewat organisasi.

MIAI pada masa pendukung Jepang diperbolehkan berkembang karena Jepang membutuhkan bantuan dan tenaga umat Islam.

Baca juga: Putera, Organisasi Propaganda Jepang Pimpinan Empat Serangkai

MIAI bertujuan agar ormas-ormas Islam yang bernaung di bawahnya bisa memobilisasi umat untuk keperluan perang.

Jepang pun mengaktifkan kembali MIAI pada 4 September 1942. Markasnya di Surabaya dipindah ke Jakarta.

Adapun tugas MIAI saat itu yakni:

  1. Menempatkan umat Islam pada kedudukan yang layak dalam masyarakat
  2. Indonesia.
  3. Mengharmoniskan Islam dengan tuntutan perkembangan zaman.
  4. Ikut membantu Jepang dalam Perang Asia Timur Raya.

MIAI membuat sejumlah program yang berfokus pada pergerakan Islam. Mereka berencana membangun Masjid Agung di Jakarta dan mendirikan universitas.

Baca juga: Gerakan Tiga A dan Propaganda Jepang

Namun Jepang tak menyutujuinya. Jepang hanya menyetujui rencana MIAI membentuk baitulmal atau lembaga pengelola amal.

MIAI terus berkembang menjadi tempat pertukaran pikiran dan pembangunan kesadaran umat agar tidak terjebak pada perangkap kebijakan Jepang yang semata-mata untuk memenangkan perang Asia Timur Raya.

Pada bulan Mei 1943, MIAI juga berhasil membentuk Majelis Pemuda yang diketuai oleh Ir Sofwan dan juga membentuk Majelis Keputrian yang dipimpin oleh Siti Nurjanah.

Pada 1943, MIAI bahkan diperbolehkan menerbitkan majalahnya yaitu Soeara MIAI. MIAI pun mendapat simpati yang luar biasa dari umat Islam.

Baca juga: Pemerintahan Sipil Jepang di Indonesia

Melihat hal itu, Jepang menjadi waspada terhadap perkembangan MIAI. Dana yang terkumpul di Baitulmal disalurkan ke umat alih-alih diserahkan ke Jepang.

Para tokoh Islam di daerah sempat diawasi. Jepang sampai mengadakan pelatihan bagi para kiai selama satu bulan.

Dari hasil pelatihan kiai itu, pemerintah Jepang berkesimpulan bahwa para kiai tidak membahayakan kedudukan Jepang di Indonesia. Namun MIAI tidak berkontribusi terhadap perang Jepang.

MIAI akhirnya dibubarkan pada November 1943 dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).

Baca juga: Kedatangan Jepang di Indonesia, Mengapa Disambut Gembira?

Masyumi

Masyumi didirikan pada November 1943. Ketua Pengurus Besarnya KH Hasyim Asy'ari. Wakilnya dari Muhammadiyah antara lain KH Mas Mansyur, KH Farid Ma’ruf, KH Mukti, KH Wahid Hasyim, dan Kartosudarmo.

Sementara Wakil Masyumi dari Nahdatul Ulama yakni KH Nachrowi, Zainul Arifin, dan KH Muchtar.

Masyumi berkembang dengan cepat karena di setiap karesidenan ada cabangnya. Tugas Masyumi di antaranya meningkatkan hasil bumi dan mengumpulkan dana.

Masyumi jadi wadah bertukar pikiran antara tokoh-tokoh Islam sekaligus menjadi tempat penampungan keluh kesah rakyat.

Masyumi juga berani menolak budaya Jepang yang tak sesuai dengan ajaran Islam. Salah satunya yakni seikerei atau posisi membungkuk 90 derajat ke arah Tokyo.

Baca juga: Kerja Rodi dan Romusha, Kerja Paksa Zaman Penjajahan

Ayah Buya Hamka, Abdul Karim Amrullah menolak sebab umat Islam hanya melakukan posisi itu ketika rukuk saat shalat dan menghadap kiblat.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

5. Produk perikanan Indonesia terbilang laris di pasar Internasional. Beberapa produk, seperti ikan, lobster, dan udang memiliki nilai ekspor yang tin … ggi. Oleh sebab itu, laut Indonesia harus dijaga agar menghasilkan hasil perikanan yang berkualitas dan melimpah. Berikut bukan termasuk upaya yang dapat dilakukan adalah .... [HOTS a. menangkap ikan menggunakan pukat harimau b. memancing dengan alat yang ramah lingkungan C. tidak membuang sampah sem- barangan d. melakukan penanaman terumbu karang

*IPA*1. Fungsi dari sel darah putih adalah....*IPS*2. Pengangguran terjadi karena tidak tersedianya....3. Bentuk utama interaksi sosial adalah.... *SB … DP*4. Lambang yang digunakan untuk menuliskan nada-nada yang dalam musik disebut....5. Nada yang dilambangkan dengan bulatan yang diletakkan di garis paranada disebut....Tolong di jawab ya kak plissssoalnya dikumpulkan besokk​

Sebutkan 10 organ gerak manusia

buatlah kliping tentang peristiwa Kanjuruhan dari segi IPTEK​

1. Pilihlah masalah penelitian yang berkaitan dengan Covid-19. Jelaskan alasan Anda memilih masalah tersebut. Kemudian buatlah draft judul dari masal … ah penelitian Anda tersebut. 2. Tentukan pendekatan penelitian yang tepat untuk masalah dan draft judul penelitian yang telah Anda pilih tersebut, dan jelaskan alasan Anda memilih pendekatan tersebut. 3. Jelaskan langkah-langkah penelitian sesuai dengan pendekatan penelitian yang telah Anda pilih tersebut. Jawab: 1. Judul penelitian: Dampak wabah COVID-19 terhadap Kehidupan Masyarakat selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)