Mengapa KEARIFAN LOKAL masyarakat bugis mulai luntur di zaman sekarang ini

Seperti yang kita ketahui, masyarakat Indonesia sangat beragam. Ada banyak suku, bangsa, bahasa, adat istiadat, dan kesenian.  Budaya menghargai menjadi sikap langka yang sangat penting dan hurus dikembangkan kembali. “Tabe” merupakan salah satu contohnya terutama untuk wilayah pulau sulawesi.

“Tabe” adalah sikap minta permisi untuk melewati arah orang lain, dengan kata-kata “tabe” kata tersebut diikuti gerakan tangan kanan turun kebawah dengan melihat pada orang-orang yang dilewati lalu memberikan senyuman. makna dari perilaku  seperti demikian adalah bahwa “Tabe” simbol dari upaya menghargai dan menghormati siapapun orang dihadapan kita.

Budaya “Tabe”  perlahan-lahan mulai tenggelam dalam masyarakat, khususnya pada kalangan anak-anak dan remaja bahkan sering ditemukan pada kalangan mahasiswa. Entahlah.. apakah ini karena kesalahan orang tua yang tidak mengajarkannya atau karena budaya Barat yang telah mengkontaminasi pemikiran mereka. Mereka tidak lagi menghargai orang yang lebih tua dari mereka, bahkan yang sering saya temukan banyak anak-anak yang memakai kata ‘BROO’ untuk menyapa orang yang lebih tua dari mereka, melewati orang tanpa permisi, bahkan kepada orangtua mereka sendiri.

Budaya “Tabe’’ sangat berperan penting dalam pembentukan karakter anak dalam sifat santun dan hormat. Oleh karena Menanamkan sikap “Tabe”  ini dalam menghormati orang yang lebih tua harus selalu diingat dan diutamakan . Sebab “Tabe” merupakan kecerdasan sikap yang akan membentuk dan mendidik anak-anak atau generasi muda agar tercipta Nilai-nilai bangsa yang saling menghormati.

Budaya menghargai jika terealisasikan dengan baik akan mencegah banyak keributan dan akan mempererat rasa persaudaraan. Bahkan saya yakin  jika budaya “Tabe” direalisasikan dalam masyarakat maka tidak ada tempat bahkan alasan untuk konflik.

Tawuran antar pelajar misalnya jika dikerucutkan apa penyebabnya, maka yang kita dapatkan ialah minimnya pengetahuan tentang sikap saling menghormati. Sebab jika anak-anak yang mengenal budaya “Tabe” akan berperilaku sopan dan tidak mengganggu temannya.

Dalam sebuah kesempatan saya sedang berbincang-bincang dengan seorang guru. Ketika sedang asik bincang-bincang ada seorang murid melewati kami dengan tergesah-gesah dengan sedikit berlari tanpa mengucap “Tabe” atau permisi, Spontan guru saya berkata dengan muka memerah

‘….. anak kurang ngajar tidak tahu sopan santun’

Mendengar kalimat itu saya terdiam sejenak lalu bertanya kenapa pak ? guru saya menjawab

‘….tidak tahu sopan santun betul anak itu, lewat didepannya orang tua/guru tidak batabe atau permisi, huuh..’

Mendengar jawaban itu,  saya memahami bahwa budaya “Tabe” itu sangat penting untuk diri sendiri dan orang lain untuk menjaga keakraban, kenyamanan dan persaudaraan.

Budaya “tabe” mungkin terlihat sepele, namun hal ini sangat penting dalam tata krama masyarakat di daerah Sulawesi. Sikap “Tabe” dapat memunculkan rasa keakraban meski sebelumnya tidak saling kenal. Pada zaman sekarang ini Budaya “Tabe” sudah mulai terdegradasi. Nilai-nilai pendidikan dan karakternya perlahan-lahan mulai hilang, seakan budaya “Tabe” tak mempunyai makna apa-apa lagi bahkan sering diplesetkan.

Budaya “Tabe” merupakan simbol dari upaya menghargai dan menghormati siapapun orang dihadapan kita, kita tidak boleh berbuat sekehendak hati. Nilai yang terkandung dalam budaya tabe adalah tidak membeda-bedakan semua orang, saling menghormati, saling mengingatkan. Budaya tabe merupakan nilai luhur dan budaya lokal yang sangat tinggi sehingga harus dilestarikan untuk menopang kehidupan yang lebih baik serta mengurai danpak dari zaman yang semakin moderen yang banyak menganut budaya kebarat-baratan.

Perkembangan zaman akhir-akhir ini membawa dampak yang besar bagi kehidupan manusia terutama bagi bangsa Indonesia. Derasnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi informasi menjadikan dunia seolah nyaris tanpa batas. Peristiwa yang terjadi di suatu tempat dengan hanya beberapa detik sudah dapat diketahui di belahan dunia lain yang bahkan jaraknya beribu-ribu kilometer dari tempat itu. Ini artinya kemajuan teknologi informasi berperan penting dalam memengaruhi seluruh dunia tanpa terkecuali di Indonesia.

Pengaruh globalisasi yang mudah sekali menyebar dari berbagai media informasi dan tanpa difilter baik positif maupun negatifnya yang tak mampu kita hambat dikhawatirkan budaya bangsa, khususnya budaya lokal akan mulai terkikis.

Dengan terkikisnya budaya lokal Indonesia maka bangsa Indonesia kehilangan identitasnya dan jati diri Indonesia mulai tergilas dan hilang. Terlihat dari masyarakat Indonesia di zaman sekarang ini sudah jarang ditemukan yang masih menanamkan nilai-nilai lokal terutama pada generasi muda. Akibatnya banyak generasi muda yang keluar jalur dan lebih bangga mengikuti lifestyle orang Eropa daripada bangsanya sendiri.

Contoh kecilnya adalah kasus ‘Awkarin’ si peraih nilai ujian nasional SMP tertinggi se-Indonesia pada saat itu yang sekarang menjadi 180 derajat berputar drastis menjadi remaja yang gaya hidupnya hedon dan nakal. Sangat jauh berbeda dari nilai-nilai lokal di Indonesia. Dia merasa bangga dengan dirinya yang sekarang yang jauh dari Pancasila. Ini alarmuntuk bangsa Indonesia bahwa generasi muda zaman sekarang miskin akan moral dan akhlak baik yang melekat pada diri bangsa Indonesia sejak zaman dahulu.

Masalah lainnya adalah sudah pudarnya anak-anak zaman sekarang dalam memainkan permainan lokal di Indonesia. Zaman dahulu permainan anak-anak itu seperti bermain congklak, bermain layang-layang, bermain lompat tinggi dan lain sebagainya sudah hilang tergantikan dengan gadget sehingga anak-anak sekarang menjadi individualis dan materialistis. Lalu remaja zaman sekarang lebih cinta dengan budaya negara lain yang kekinian seperti K-Pop (Korean Pop), budaya barat, bahkan hingga menari tarian modern (modern dance) daripada tarian tradisional. Ini merupakan masalah serius jika terus dibiarkan dalam jangka yang panjang.

Berbeda dengan negara di Asia Timur seperti Tiongkok, Jepang dan Korea yang masih kuat dalam memertahankan budayanya. Ketiga negara tersebut sudah merupakan negara maju namun nilai-nilai lokal di negaranya selalu mereka bawa dalam diri masyarakatnya.

Ketika negara tersebut membuat berbagai macam barang mulai dari mainan, kosmetik, hingga barang elektronik yaitu dengan menggunakan bahasa mereka sendiri bukan dengan bahasa Inggris. Lalu setiap membuat film, pasti selalu disisipkan nilai-nilai kebudayaannya. Memakai pakaian adat, hingga makanan khas negara itu. Bahkan membuat film yang memuat nasionalisme bangsa tersebut.

Kita sebagai bangsa Indonesia harus introspeksi diri agar bisa memperbaiki keadaan bangsa menjadi lebih baik dan memertahankan budaya lokal kita. Penyebab lunturnya budaya Indonesia adalah kurangnya kesadaran masyarakat terhadap budaya lokal, minimnya komunikasi tentang budaya dan kurangnya pembelajaran budaya sehingga dampaknya remaja Indonesia kehilangan jati diri sebagai rakyat Indonesia yang memegang teguh budaya Indonesia.


Mengapa KEARIFAN LOKAL masyarakat bugis mulai luntur di zaman sekarang ini

Lihat Humaniora Selengkapnya

Modernisasi Kearifan Lokal untuk Lestari. sumber:dokumentasi pribadi

#DigitalBisa#UntukDaerahLebihBaik

Mengapa KEARIFAN LOKAL masyarakat bugis mulai luntur di zaman sekarang ini
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Melestarikan Kearifan Lokal ditengah era globalisasi

Negara Indonesia adalah negara heterogen dimana negaranya memiliki beragam etnis, suku, budaya, bahasa, adat istiadat dan kearifan lokal. Masyarakat Indonesia memiliki jumlah kearifan lokal yang sangat banyak. Kearifan lokal merupakan begian dari budaya yang menjadi ciri khas etika dan nilai dalam masyarakat lokal yang bersifat turun temurun. Dalam  suatu wilayah umumnya berasal dari nilai-nilai sosial asli yang dijaga dan diwujudkan dalam ekspresi kebudayaan sebagaimana konteks geografis dan kulturnya. Dengan kata lain, kearifan lokal merupakan manifestasi kepribadian suatu masyarakat yang sekaligus mencerminkan hal yang menjadi orientasi atau pandangan hidup masyarakatnya.

Kearifan lokal kerap dibandingkan dengan wacana perubahan seperti modernisasi. Pada era ini, masuknya pengaruh modernisasi dan fakta globalisasi pada lini kehidupan termasuk mesyarakat lokal memberikan implikasi yang perlu disikapi agar tidak menghilangkan nilai luhur yang teradopsi sebagai kearifan lokal.

Seiring dengan berjalannya waktu dan terjadinya globalisasi, kearifan lokal di Indonesia mulai luntur. Hal ini disebabkan mengurangya nilai-nilai tradisi dan nilai-nilai lokal yang terjadi karena proses globalisasi, deideologasi politik ditingkat global, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, neokapatalisme dan neoliberalisme yang makin mengacu gaya hidup pragmatis, konsumtif dan individual. Bahkan dewasa ini para generasi muda yang aktif dalam kemajuan zaman lebih memilih gaya hidup yang kebarat-baratan, mempunyai sikap individualistik dan pola hidup konsumtif.

Kearifan lokal menjadi hal yang kuno dan tabu karena para generasi muda memiliki kurangnya sikap kesadaran diri akan pentingnya melestarikan kearifan lokal. Hal ini disebabkan oleh banyaknya budaya asing yang masuk ke Indonesia dan lebih terkenal dibandingkan milik bangsanya sendiri. Bagaimana tidak? Pengenalan kearifan lokal kepada generasi penerus bangsa yang bersifat monoton ditengah maraknya maraknya tren-tren dari budaya asing melalui segala bidang, tak ayal kearifan lokal semakin luntur di daerahnya sendiri.

Bagaimana cara  membuat para generasi muda menjadi tertarik akan kearifan lokal? Bagaimana mengubah stereotip kearifan lokal yang juno menjadi menarik? Sebenarnya semua berada ditangan generasi muda, mereka yang dapat mengubahnya sendiri. Bercermin dari kebiasaan generasi muda sekarang, mereka lebih meminati budaya asing yang kebanyakan dapat mereka akses dari media sosial, televisi dan media lainnya. Maka dari itu, cara membuat generasi muda agat tertarik adalah dengan memperkenalkan kearifan lokal di Indonesia dengan cara yang berbeda dan modern yang sesuai dengan  perkembangan zaman. Buatlah generasi muda agar tertarik terlebih dahulu maka kesadaran untuk melestarikan akan muncul seiring dengan rasa keinginan tahuan mereka. Media sosial adalah hal yang berperan aktif dalam sikap yang diambil oleh suatu masyrakat, karena media sosial sangat berpengaruh pada era globalisasi seperti saat ini.

Melihat bagaimana budaya asing yang sedang menjadi tren, maka buatlah tren tentang kearifan lokal. Bagaimana caranya? Lihatlah bagaimana negara Korea memperkenalkan budayanya melalui K-Drama dan K-pop nya, negara Jepang dengan kartun Animenya dan negara Amerika dengan film-filmnya. Kita bisa membuat tokoh Gatot Kaca lebih keren daripada Kapten Amerika atau membuat pewayangan Indonesia lebih hebat daripada Anime Jepang. Campur tangan generasi mudalah yang harus bertindak dan Industri  kreatiflah jawabannya, disini pemerintah berperan untuk mendukung dan mengapresiasi karya anak bangsa di era digitalisasi seperti saat ini. Membuat kartun-kartun yang bermuatan kearifan lokal agar bisa dinikmati oleh anak-anak dan menyingkirkan segala sinetron yang kurang mengedukasi dan kurang patut dipertontonkan untuk segala usia. Bukan hanya itu, sosial media juga sangat berperan aktif dalam masa sekarang. Para kreator sosial media dapat menciptakan tren-tren konten mereka, mengingat bagaimana mereka sangat berpengaruh dalam tren di Indonesia. Maka dari itu perlu sebuah terobosan/inovasi dalam mengenalkan suatu kearifan lokal pada generasi muda.

 Budaya asing sebernanya kurang cock dengan kehiupan masyarakat Indonesia, contohnya makan menggunakan sumpit atau minum minuman berakohol karena tidak sesuai dengan jati diri bangsa Insonesia.Berbeda dengan kearifan lokal di Indonesia yang lebih mudah diterima dalam masyarakat seperti menunduk saat berpapasan dengan orang yang lebih tua di Jawa atau dilarang masuk ke hutan untuk menebang pohon di Suku Baduy Dalam. Semua kearifan lokal dapat lebih mudah diterima karena memang itu adalah jati diri bangsa Indonesia. Untuk pengetahuan seperti ini dapat dimasukkan kedalam kurikulum sekolah agar kesadaran melestarikan kearifan lokal  dapat tertanam sejak dini atau membuatnya sebagai film dokumentar agar masyarakat dapat mengaksesnya.

Revitalisasi kearifan lokal diharapkan mampu merespon dan memberikan solusi atas tantangan dan problematika di Indonesia saat ini. Membuat film dokumentar tentang kearifan lokal merupakan salah satu bentuk usaha modernisasi kearifan lokal untuk lestari. Dimana dalam pembuatan film dokumentar dapat mengangkat cerita seperti Mappalette Bola dari suku Bugis yang bertujuan untuk meningkatkan solidaritas masyarakatnya atau Subak dari masyarakat Bali yang bertujuan untuk melestarikan dan konservasi alam ataupun kearifan lokal yang ada diseluruh bagian Indonesia. Lewat film dokumentar maka masyarakat dapat melihat dan mengamati betapa indah dan uniknya kearifan lokal yang ada di Indonesia, sehingga masyakat akan tergugah untuk melestarikan kearifan lokal  di Indonesia. Dimana hal ini merupakan keuntungan arus digitalisasi  karena seluruh masyarakat dan bagian Indonesia dapat mengaksesnya agar menjadi lebih baik.

Melestarikan kearifan lokal ditengah era globalisasi tidaklah mudah, namun dengan kesadaran akan pentingnya menjaga kearifan lokal agar tetap  lestari maka Indonesia mampu melakukannya. Menyadari bahwa Indonesia adalah negara dengan beragam suku budaya dan kearifan lokal yang sangat beragam merupakan aset berharga yang wajib dijaga. Kearifan lokal yang unik dan beragam merupakan jati diri bangsa Indonesia itu sendiri, bagaimana tercantum dalam semboyan negara Indonesia yaitu "Bhineka Tunggal Ika". Bersatu untuk melestarikan kearifan lokal di era globalisasi dibarengi dengan dukungan dari pemerintah dengan sistem digitalisasi maka Indonesia mampu untuk melakukannya bahkan sampai pelosok negeri, dengan berbagai bentuk usaha dan inovasi yang dapat menggungah semangat masyarakat. Hidup bangsaku, lestari budayaku.

Karya: CuciCahyani

Subtema: Digital dan kearifan lokal