Media yang dapat digunakan guru untuk membimbing anak netra dan jelaskan penggunaan media tersebut

JAKARTA - Anak tunanetra membutuhkan media atau alat khusus untuk belajar. Beberapa media yang sering digunakan di antaranya, riglet dan pena untuk menulis, mesin ketik Braille, printer Braille, abacus, penggaris Braille, komputer bicara, serta bangunan-bangunan yang terbuat dari kayu.

Sayangnya, alat-alat tersebut tak bisa memfasilitasi mereka pada pelajaran yang sifatnya membutuhkan daya visual, seperti matematika. Berawal dari masalah tersebut, tiga mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), yakni Sayidatul Maslahah, Imam Budi Prasetya, dan Arif Dwi Hantoro membuat media pembelajaran matematika untuk tunanetra yang diberi nama Playing Cards of Braille (Picabre).

Imam mengungkapkan, saat ini peraga matematika bagi anak tunanetra masih minim. Hal ini turut dirasakannya lantaran dia juga merupakan mahasiswa penyandang tunanetra.

"Pengembangan media belajar bagi anak tunanetra sangat bergantung pada kreatif guru dan kemandirian anak saja," ujarnya dikutip dari laman UNY, Rabu (5/4/2017).

Uniknya, pembuatan picabre sendiri dari bahan yang mudah ditemukan, yaitu memanfaatkan cangkang kartu perdana yang sudah tidak dipakai lagi. Kemudian, pada kartu tersebut diberi tulisan dan kode untuk membedakan antara satu kartu dengan kartu-kartu lainnya.

"Karu ini membantu anak tunanetra untuk lebih memahami materi peluang atau materi-materi matematika yang sering memanfaatkan kartu remi dalam pembuatan soalnya," ucap Sayidatul.

Picabre kini telah digunakan dalam pembelajaran matematika di MTs LB A Yaketunis Yogyakarta. Anggota tim lainnya, Arif menambahkan, dengan picabre para guru cukup terbantu dalam kegiatan pembelajaran. "Rancangan atau desain picabre dapat digunakan oleh anak-anak tunanetra dengan baik karena kejelasan dari penggunaan huruf Braille yang ada di kartu tersebut," pungkasnya.

(sus)

2. Pemotongan yang datangnya benda kerja berlawanan deangan arah putaran cutter disebut...​

makna konotasi dalam puisi sajak​

tuliskan jenis makna denotasi dan konotasi,contoh kata,beserta makna dari setiap kata dalam puisi "sajak"​

Perhatikan karakteristik berikut ini!1. Mudah didapat2. Tahan lama 3. Ramah Lingkungan 4. Praktis5. MurahKarakteristik bahan keras alami ditunjukkan o … leh nomor ....*3 poin1, 2 dan 33, 4, dan 51, 3 dan 52, 4, dan 5​

apa kepanjangan akmi​

Jawaban:

 Guru merupakan komponen pendidikan yang utama. Berbagai komponen pendidikan lainnya, seperti kurikulum, sarana prasarana, dan lainnya tidak akan berarti apa-apa, jika tidak ada guru yang menerapkan dan menggunakannya. Karena demikian pentingnya seorang guru, telah disepakati bahwa guru merupakan tenaga profesional yang membutuhkan berbagai persyaratan yang menjamin profesinya itu dapat dilaksanakan dengan baik.  Persyaratan profesi tersebut terus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Dalam era digital seperti yang terjadi saat ini, guru profesional kembali dipertanyatakan persyaratannya. Selain persyaratan-persyaratan yang telah dimiliki sebelumnya, ia perlu ditambah dengan persyaratan lainnya yang sesuai. Dengan merujuk berbagai literatur yang otoritatif dalam jumlah yang memadai, serta disajikan secara deskriptif analitis, tulisan ini lebih lanjut memfokuskan pembahasannya pada persyaratan guru profesional yang dibutuhkan di era digigital.

B.Tugas dan Fugngsi Guru

               Guru adalah pendidik profesional dengan utama mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Sebagai tenaga profesional guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi tersebut meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial  dan kompetensi profesional. Kompetensi pedagogik meliputi 18 butir kemampuan, yaitu:Pemahaman wwasan atau landasan pendidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus, perencangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evauasi hasil belajar, pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi yang dimulikinya. Sedangkan kompetensi kepribadian meliputi 13 butir kompetensi, yaitu: beriman dan betakwa, berakhlak mulia, arif dan bijaksana, demokratis, mantap, berwibawa, stabil, dewasa, jujur, sportif, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan. Selanjutnya kompetensi sosial meliputi 13 kemampuan, yaitu:berkomunikasi secara lisan, tulisan dan/atau isyarat secara santun, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidik, orang tua atau wali peserta didik, bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku dan menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan. Sedangkan kompetensi profesional meliputi penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam, konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi atau seni yang relevant

Penjelasan:

maaf kalau salah

semoga memebantu

kasih tercerdas ya

Media Pembelajaran  bagi Tunanetra

Selain kekhususan metode pengajaran yang di gunakan oleh anak tunanetra. Mereka pun mempunyai kekhususan dalam menggunakan media pembelajaran. Karena kondisi penglihtan mereka yang tak berfungsi, maka media yang di gunakan untuk pengajaran anak tunanetra ialah media yang dapat dijangkau dengan pendengaran dan perabaannya. Adapun media tersebut ialah Papan baca (Kenop), Reglette dan Stilus (pena) yaitu alat tulis manual, Mesintik Braille  (Perkins Braille) , Kaset.[1] Media Pembelajaran yang diterapkan pada anak-anak tunanetra di beberapa Sekolah Luar Biasa (SLB) meliputi: alat bantu menulis huruf Braille (Reglette, Pen dan mesin ketik Braille); alat bantu membaca huruf Braille (Papan huruf dan Optacon); alat bantu berhitung (Cubaritma, Abacus/Sempoa, Speech Calculator), serta alat bantu yang bersifat audio seperti tape-recorder. Khusus Alat bantu membaca huruf Braille adalah alat bantu pembelajaran untuk mengenal huruf Braille alat ini biasa disebut pantule singkatan dari Papan Tulis Braille. Alat ini terdiri dari paku-paku yang dapat ditempel pada papan sehingga membentuk kombinasi huruf Braille, seperti laci atau kotak peti, terbuat dari papan dengan lubang-lubang tempat memasukkan pin-pin logam. Salah satu kelemahan papan tulis Braillle ada pada pinnya yang terlepas dari papannya, sehingga kerap hilang. Selain itu, ukurannya yang relatif besar dan terbuat dari papan membuatnya berat untuk dibawa-bawa.[2]

  1. 5.      Macam-Macam Metode Pengajaran yang Dapat diikuti oleh Tunanetra

Metode-metode pengajaran yang diterapkan dalam proses belajar mengajar mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, sehingga variasi metode pengajaran  bertambah.

Pada dasarnya metode yang digunakan untuk siswa tunanetra hampir sama dengan siswa normal, hanya yang membedakan ialah adanya beberapa modifikasi dalam pelaksanaannya, sehingga para tunanetra mampu mengikuti kegiatan pembelajaran yang bisa mereka ikuti dengan pendengaran ataupun perabaan.[3]

Di bawah ini, ada beberapa metode yang dapat di laksanakan dengan menggunakan fungsi pendengaran dan perabaan, tanpa harus menggunakan penglihatan. Adapun metode-metode tersebut ialah:

Yang dimaksud dengan metode ceramah ialah cara penyampaian sebuah materi pelajaran dengan cara penuturan lisan kepada siswa atau khalayak ramai.[4]

Zuhairini dkk mendefinisikan metode ceramah ialah suatu metode di dalam pendidikan di mana cara penyampaian pengertian-pengertian materi kepada anak didik dengan jalan penerangan dan penuturan secara lisan. Untuk penjelasan uraiannya, guru dapat mempergunakan alat-alat bantu mengajar yang lain, misalnya gambar, peta, denah dan alat peraga lainnya.[5]

Metode ceramah dapat diikuti oleh tunanetra karena dalam pelaksanaan metode ini guru menyampaikan materi pelajaran dengan penjelasan lisan dan siswa mendengar penyampaian materi dari guru.

Metode tanya jawab ialah penyampaian pelajaran dengan cara guru mengajukan pertanyaan dan murid menjawab atau suatu metode di dalam pendidikan di mana guru bertanya sedangkan murid menjawab tentang materi yang ingin diperolehnya.[6]

Menurut Zakiah Daradjat metode tanya jawab adalah salah satu teknik mengajar yang dapat membantu kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode ceramah. Ini disebabkan karena guru dapat memperoleh gambaran sejauhmana murid dapat mengerti dan dapat mengungkapkan apa yang telah diceramahkan.[7]

Siswa tunanetra mampu mengikuti pengajaran dengan menggunakan metode tanya jawab, karena metode ini merupakan tambahan dari metode ceramah yang menggunakan indera pendengaran.

Metode diskusi adalah salah satu alternatif metode yang dapat dipakai oleh seorang guru di kelas dengan tujuan dapat memecahkan suatu masalah berdasarkan pendapat para siswa. Seiring dengan itu metode diskusi berfungsi untuk merangsang murid berfikir atau mengeluarkan pendapatnya sendiri mengenai persoalan-persolan yang kadang-kadang tidak dapat dipecahkan oleh suatu jawaban atau suatu cara saja, tetapi memerlukan wawasan atau ilmu pengetahuan yang mampu mencari jalan terbaik atau alternatif terbaik.[8]

Anak tunanetra dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar yang menggunakan metode diskusi, mereka dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan diskusi itu karena dalam metode dsikusi, kemampuan daya fikir siswa untuk memecahkan suatu persoalan lebih diutamakan. Dan metode ini bisa diikuti tanpa menggunakan indera penglihatan

d.   Metode Sorogan

Metode sorogan adalah metode individual di mana murid mendatangi guru untuk mengkaji suatu kitab dan guru membimbingnya secara secara langsung. Metode ini dalam sejarah pendidikan Islam dikenal dengan sistem pendidikan ” Kuttai” sementara di dunia barat dikenal dengan metode tutorship dan mentoring. Pada prakteknya si santri diajari dan dibimbing bagaimana cara membacanya, menghafalnya, atau lebih jauh lagi menerjemahkan atau menafsirkannya, semua itu dilakukan oleh guru, sementara santri menyimak penuh perhatian dan ngesahi (mensahkan) dengan memberi catatan pada kitabnya atau mensahkan bahwa ilmu itu telah diberikan kepadanya.[9]

Metode ini dapat diikuti oleh anak tunanetra dan inti dari metode ini  adalah adanya bimbingan langsung dari guru kepada anak didik dan seorang guru dapat mengetahui langsung sejauhmana kemampuan anak didiknya dalam memahami suatu materi pelajaran.

e.  Metode Bandongan

Metode bandongan adalah salah satu metode pembelajaran dalam pendidikan islam dimana siswa atau santri tidak menghadap guru atau kyai satu demi satu, tetapi semua peserta didik menghadap guru dengan membawa buku atau kitab masing-masing kemudian guru membacakan, menerjemahkan, menerangkan kalimat demi kalimat dari kitab yang dipelajarinya, sementara santri secara cermat mengikuti penjelasan yang diberikan oleh kyai dengan memberikan catatan-catatan tertentu. Cara belajar ini paling banyak dilakukan di pesantren-pesantren tradisional.[10]

Metode bandongan ini bisa di pergunakan dalam pengajaran kitab atau al-Qur’an dan inti dari metode ini adalah guru memberikan penjelasan materi kepada anak didik tidak secara perorangan. Metode ini merupakan kebalikan dari metode sorogan.

Tunanetra dapat mengikuti metode ini, karena metode ini dapat diikuti dengan tanpa menggunakan indera penglihatan.

f.  Metode Drill

Metode Drill atau latihan adalah suatu metode dalam menyampaikan pelajaran dengan menggunakan latihan secara terus menerus sampai anak didik memiliki ketangkasan yang diharapkan.

Metode Drill merupakan salah satu bentuk dari berbagai macam metode yang banyak digunakan oleh para pendidik dalam proses belajar mengajar agar tujuan pembelajaran tercapai. Metode ini lebih menitikberatkan kepada keterampilam siswa secara kecakapan motoris, mental, asosiasi yang dibuat dan sebagainya.[11]

Metode Drill dapat disebut juga dengan metode latihan atau praktek secara langsung. Anak tunanetra mampu mengikuti metode ini jika materi yang disampaikan dan media yang digunakan mampu mendukung mereka untuk memahami materi pelajaran.

[1] Abbas Sukardi, Wawancara, Jakarta, 24 Agustus 2008

[2] Mashoedah,”Media Pembelajaran Huruf Braille,” dari blog.uny.ac.id/mashoedah, 30 November 2008

 [3] Abbas Sukardi, Wawancara, Jakarta, 24 Agustus 2008

[4] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2003), cet.1, h.136

[5] Zuhairini, Abdul Ghafur, Slamet As. Yusuf, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Usaha Nasional: Surabaya,1983), cet.8. hal.83

[6] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2003), cet.1, h.140-141

[7] Zakiah Daradjat,dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,1995),cet.1, h.307

[8]Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2003), cet.1, h.146

[9]  Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2003), cet.1, h. 152-153

[11] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2003), cet.1, h. 156-179