Kesenian wayang kulit merupakan budaya yang memiliki daya tarik bagi masyarakat. Kesenian wayang kulit memiliki beberapa ciri menarik, yaitu sebagai berikut.
Dari penjelasan tersebut, maka jawaban untuk soal di atas adalah membawakan cerita epos seperti Ramayana. Jadi, jawaban yang tepat adalah A.
Ketika memasuki ruang pagelaran Sintren, pesinden melantunkan syair seperti dibawah ini: Turun turun sintren Ketika Sintren dan dalang Sintren telah bersiap ditempat dan akan memulai pementasan maka syair akan dilanjutkan dengan syair seperti dibawah ini: Kembang rampe oli tuku ning pasar kramat Gulung gulung glasah ana sintren lagi turu Selasih Selasih Sulandana Selasih Selasih Sulandana Ketika Ranggap (bahasa Indonesia : kurungan ayam) dibuka, maka Syair Ya Robana (ya Allah swt) yang mengingatkan para penonton untuk segera bertaubat dilantunkan oleh pesinden seperti berikut: Ya robana, robbana,robbana Setelah Sintren keluar dari ranggap dan kemudian berdiri, syair dirubah untuk menunjukan bahwa sintren telah berdandan dan berganti baju serta para Panjak (pemain musik) siap untuk mengiringi penampilannya. Turun turun sintren Sintren joged manis meseme Ketika Sintren melakukan gerakan tarian pertama kali, maka syair dirubah kembali menunjukan bahwa Sintren telah siap, pada bagian ini prosesi melempar uang yang membuat sintren lemas tidak berdaya dilakukan. Turun turun sintren Ketika prosesi pelemparan uang sudah selesai, maka dalang akan memasukan sintren kembali ke dalam ranggap tanda bahwa pagelaran akan segera berakhir. Kembang kilaras ditandur tengahe alas Kembange srengenge surupe wayahe sore Syair Kembang Gewor Pagelaran Sintren dibuka dengan syair seperti berikut: Turun-turun Sintren Ketika Sintren sudah masuk ke Ranggap (kurungan ayam) maka pesinden akan melanjutkan dengan syair Sih Solasih untuk mengiringi prosesi pelepasan rantai yang membelit sintren di dalam Ranggap. Sih solasih sulandana Syair kemudian dilanjutkan dengan syair kembang Gewor yang mengiringi datangan para Bodoran (bahasa Indonesia : pelawak) yang mengiringi pagelaran Sintren. Turun-turun sintren Sintrene widadari Turun-turun sintren sintrene widadari Kembang gewor bumbung kelapa lumeor Syair kemudian dilanjutkan dengan syair kembang Kates, Kenangan dan Jae Laos yang menandakan pagelaran Sintren akan segera berakhir, seperti berikut: Kembang kates gandul Kembang kenanga Kembang jahe laos Syair Metu sing konjarah (keluar dari kurungan) Clikung lawung klontongena bandanira (Intip lihatlah dengan hati-hati, berkumpulah, bebaskan belenggumu) Simbar-simbar pati, lamun dadi ja kesuwen (simbar-simbar pati (wangsalan Cirebon : rambut mati (uban) ), seandainya sudah muncul janganlah malu) Syair Sintren dibanda (sintren dibelenggu) Ayu sintren terapena bandanira (ayo sintren siapkan belenggumu) Turun-turun sintren, sintrene widadari (datang-datang sintren, sintrennya bidadari) Syair Wari lais (air suci) Syair Sintren Wari Lais (air suci) atau yang secara harafiah berarti pemuda dengan niat yang suci sering diperdengarkan dalam berbagai media seni selain Sintren, diantaranya adalah dalam kesenian Tarling Cirebon, lirik Wari Lais masih suka diperdengarkan lewat para penyanyi Tarling seperti mimi Dadang Darniah pada era 70an dan kemudian Diana Sastra. Wari lais klontongena bandanira (air suci (pemuda dengan tujuan mulia) ) lepaskanlah belenggu dirimu) Syair Tambak-tambak Pawon (menyalakan dapur) Sebelum tarian Sintren dimulai, untuk menghimpun masyarakat sekaligus memberitahu bahwa akan ada pagelaran tarian sintren, pesinden sintren di desa Kroya, kabupaten Indramayu bisanya melantunkan syair berikut: Tambak tambak pawon Setelah masyarakat sudah berkumpul, pesinden kemudian melanjutkan dengan syair selanjutnya: Turun sintrén, sintréné widadari Kang manjing ning awak ira Kembang katés gandul Kembang kenanga Kembang jaé laos Kembang kilaras
Kesenian Barong atau lebih dikenal dengan kesenian Barongan merupakan kesenian khas Jawa Tengah. Akan tetapi dari beberapa daerah yang ada di Jawa Tengah Kabupaten Blora lah yang secara kuantitas, keberadaannya lebih banyak bila dibandingkan dengan Kabupaten lainnya. Seni Barong merupakan salah satu kesenian rakyat yang amat populer dikalangan masyarakat Blora, terutama masyarakat pedesaan. Didalam seni Barong tercermin sifat-sifat kerakyatan masyarakat Blora, seperti sifat : spontanitas, kekeluargaan, kesederhanaan, kasar, keras, kompak, dan keberanian yang dilandasi kebenaran. Barongan dalam kesenian barongan adalah suatu pelengkapan yang dibuat menyerupai Singo Barong atau Singa besar sebagai penguasa hutan angker dan sangat buas. Adapun tokoh Singobarong dalam cerita barongan disebut juga GEMBONG AMIJOYO yang berarti harimau besar yang berkuasa. Kesenian Barongan berbentuk tarian kelompok, yang menirukan keperkasaan gerak seekor Singa Raksasa. Peranan Singo Barong secara totalitas didalam penyajian merupakan tokoh yang sangat dominan, disamping ada beberapa tokoh yang tidak dapat dipisahkan yaitu : Bujangganong / Pujonggo Anom Joko Lodro / Gendruwo Pasukan berkuda / reog Noyontoko Untub. o:p> Selain tokoh tersebut diatas pementasan kesenian barongan juga dilengkapi beberapa perlengkapan yang berfungsi sebagai instrumen musik antara lain : Kendang,Gedhuk, Bonang, Saron, Demung dan Kempul. Seiring dengan perkembangan jaman ada beberapa penambahan instrumen modern yaitu berupa Drum, Terompet, Kendang besar dan Keyboards. Adakalanya dalam beberapa pementasan sering dipadukan dengan kesenian campur sari. Kesenian barongan bersumber dari hikayat Panji, yaitu suatu cerita yang diawali dari iring-iringan prajurit berkuda mengawal Raden Panji Asmarabangun / Pujonggo Anom dan Singo Barong. Adapun secara singkat dapat diceritakan sebagai berikut : Prabu Klana Sawandana dari Kabupaten Bantarangin jatuh cinta kepada Dewi Sekartaji putri dari Raja Kediri, maka diperintahlah Patih Bujangganong / Pujonggo Anom untuk meminangnya. Keberangkatannya disertai 144 prajurit berkuda yang dipimpin oleh empat orang perwira diantaranya : Kuda Larean, Kuda Panagar, Kuda Panyisih dan Kuda sangsangan. Sampai di hutan Wengkar rombongan Prajurit Bantarangin dihadang oleh Singo Barong sebagai penjelmaan dari Adipati Gembong Amijoyo yang ditugasi menjaga keamanan di perbatasan. Terjadilah perselisihan yang memuncak menjadi peperangan yang sengit. Semua Prajurit dari Bantarangin dapat ditaklukkan oleh Singo Barong, akan tetapi keempat perwiranya dapat lolos dan melapor kepada Sang Adipati Klana Sawandana. Pada saat itu juga ada dua orang Puno Kawan Raden Panji Asmara Bangun dari Jenggala bernama Lurah Noyontoko dan Untub juga mempunyai tujuan yang sama yaitu diutus R. Panji untuk melamar Dewi Sekar Taji. Namun setelah sampai dihutan Wengker, Noyontoko dan Untub mendapatkan rintangan dari Singo Barong yang melarang keduanya utuk melanjutkan perjalanan, namun keduanya saling ngotot sehingga terjadilah peperangan. Namun Noyontoko dan Untub merasa kewalahan sehingga mendatangkan saudara sepeguruannya yaitu Joko Lodro dari Kedung Srengenge. Akhirnya Singo Barong dapat ditaklukkan dan dibunuh. Akan tetapi Singo Barong memiliki kesaktian. Meskipun sudah mati asal disumbari ia dapat hidup kembali. Peristiwa ini kemudian dilaporkan ke R. Panji, kemudian berangkatlah R. Panji dengan rasa marah ingin menghadapi Singo Barong. Pada saat yang hampir bersamaan Adipati Klana Sawendono juga menerima laporan dari Bujangganong ( Pujang Anom ) yang dikalahkan oleh Singo Barong. Dengan rasa amarah Adipati Klana Sawendada mencabut pusaka andalannya, yaitu berupa Pecut Samandiman dan berangkat menuju hutan Wengker untuk membunuh Singo Barong. Setelah sampai di Hutan Wengker dan ketemu dengan Singo Barong, maka tak terhindarkan pertempuran yang sengit antara Adipati Klana Sawendana melawan Singo Barong. Dengan senjata andalannya Adipati Klana Sawendana dapat menaklukkan Singo Barong dengan senjata andalannya yang berupa Pecut Samandiman. Singo Barong kena Pecut Samandiman menjadi lumpuh tak berdaya. Akan tetapi berkat kesaktian Adipati Klana Sawendana kekuatan Singo Barong dapat dipulihkan kembali, dengan syarat Singo Barong mau mengantarkan ke Kediri untuk melamar Dewi Sekartaji. Setelah sampai di alun-alun Kediri pasukan tersebut bertemu dengan rombongan Raden Panji yang juga bermaksud untuk meminang Dewi Sekartaji. Perselisihanpun tak terhindarkan, akhirnya terjadilah perang tanding antara Raden Panji dengan Adipati Klana Sawendano, yang akhirnya dimenangkan oleh Raden Panji. Adipati Klana Sawendana berhasil dibunuh sedangkan Singo Barong yang bermaksud membela Adipati Klana Sawendana dikutuk oleh Raden Panji dan tidak dapat berubah wujud lagi menjadi manusia ( Gembong Amijoyo ) lagi. Akhrnya Singo Barong Takhluk dan mengabdikan diri kepada Raden Panji, termasuk prajurit berkuda dan Bujangganong dari Kerajaan Bantarangin. Kemudian rombongan yang dipimpin Raden Panji melanjutkan perjalanan guna melamar Dewi Sekartaji. Suasana arak-arakan yang dipimpin oleh Singo Barong dan Bujangganong inilah yang menjadi latar belakang keberadaan kesenian Barongan. |