Kata ijtihad yang dari isim masdar Al juhd bermakna

Kata ijtihad yang dari isim masdar Al juhd bermakna

Ijtihad Menurut bahasa dan istilah?

Ijtihad menurut bahasa artinya bersungguh-sungguh dalam mencurahkan pikiran.

Sedangkan, menurut istilah, pengertian ijtihad adalahmengerahkan segenap tenaga dan pikiran dengan bersungguh-sungguh untuk menetapkan suatu hukum.

Pembahasan  :

Urutan hukum islam :

1) Al-qur'an, adalah kitab suci umat Islam yang merupakan pedoman hidup bagi umat islam, agar selamat dunia ahirat.

2) Al-hadits, adalah penjelas dari hukum-hukum yang ada dalam Al-qur'an, yang dijelaskan secara ijmal, dalam al-hadis hukum-hukum yang dimaksud dibahas secara lebih rinci.

3) Ijtihad, apabila ada suatu pemasalahan yang jika kita cari dasar hukumnya dalam Al-Qur'an maupun dalam al-Hadis tidak ada, maka kita disarankan untuk berijtihat.

Pelajari Lebih Lanjut

=================

Detail Jawaban

Kelas: 10

Mapel: PAI

Kategori: Sumber Hukum Islam

Kode: 10.14.4

#AyoBelajar

  • Kata ijtihad yang dari isim masdar Al juhd bermakna

Oleh: Hasani Ahmad Said

Dari segi bahasa, term jihad dalam al-Qur’an berasal dari kata jahd dan juhd. Kata jahd biasanya diterjemahkan dengan sungguh-sungguh atau kesungguhan, letih atau sukar dan sekuat-kuatnya. Adapun kata juhd biasa diterjemahkan dengan kemampuan, kesanggupan, daya upaya, dan kekuatan.

Salah satu konsep ajaran Islam yang dianggap menumbuhsuburkan kekerasan adalah jihad. Prof Dr M Quraish Shihab menyatakan bahwa banyak para pakar yang menilai Islam sebagai “misunderstood religion”, agama yang disalah pahami. Kesalah pahaman bukan saja terjadi pada non-muslim, melainkan juga kaum muslim.

Persoalan yang disalah pahami pun beragam. Penyebabnya dapat bermacam-macam.Yang disepakati untuk segera diluruskan adalah seputar isu kekerasan dengan merujuk kepada ayat al-Qur’an atau hadis yang memerintahkan berjihad dan berperang. Persoalan ini tidak jarang mengantar musuh-musuh Islam menamai sebagai agama yang merestui dan menyebarkan terror, terlebih ada sebagian umat Islam dengan sikap mereka yang melampaui batas dijadikan bukti pendukung penilaian yang tidak berdasar.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti jihad diartikan tiga persepsi. Pertama, jihad adalah usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan kedua, jihad merupakan usaha sungguh-sungguh membela agama Islam dengan mengorbankan harta benda, jiwa dan raga, dan ketiga jihad mengandung arti perang suci melawan orang kafir untuk mempertahankan agama Islam. Berjihad berarti berperang di jalan Allah.

Dari pengertian ini dipahami, bahwa jihad membutuhkan kekuaan baik tenaga, pikiran maupun harta. Pada sisi lain, dipahami bahwa jihad pada umumnya mengandung resiko kesulitan dan kelelahan di dalam pelaksanaannya.

Sementara itu, istilah ijtihad merupakan terminologi dalam ilmu fiqih yang berarti mencurahkan pikiran untuk menetapkan hukum agama tentang sesuatu kasus yang tidak terdapat hukumnya secara jelas dalam al-Qur’an dan hadis. Sedangkan arti mujahadah merupakan istilah dalam ilmu tasawuf yang berarti perjuangan melawan hawa nafsu dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Dalam terminologi Islam, kata jihad diartikan sebagai perjuangan sungguh-sungguh mengerahkan segala potensi dan kemampuan yang dimiliki untuk mencapai tujuan, khususnya dalam mempertahankan kebenaran, kebaikan dan keluhuran. Tetapi istilah jihad yang berarti perjuangan tidak selalu atau tidak semuanya berjuang di jalan Allah karena banyak ayat pula yang berarti berjuang dan berusaha seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan. Misalnya, Q.S. al- Ankabut/29:8 dan Luqman/31: 15, yang masing-masing berbicara tentang konteks hubungan antara anak yang beriman dan orang tuanya yang kafir, dalam hal ini juga menggunakan term jihad.

Jihad yang mengandung pengertian berjuang di jalan Allah, ditemukan pada 33 ayat: 13 kali di dalam bentuk fi’il madi’ (kata kerja bentuk lampau), lima kali di dalam bentuk fi’il mudari’ (kata kerja bentuk bentuk sekarang atau yang akan datang), tujuh kali dalam bentuk fi’il amr (kata kerja perintah), empat kali dalam bentuk masdar, dan isim fa’il (kata benda yang menunjukkan pelaku).

Banyaknya bentuk ini mengindikasikan bahwa begitu luasnya dan beraneka ragam makna jihad, yakni perjuangan secara total yang meliputi seluruh aspek kehidupan. Termasuk juga di dalamnya perang fisik atau mengangkat senjata terhadap para pembangkang atau terhadap musuh.

Dengan demikian, tidak tepatlah kiranya hanya memaknai jihad sebagai jihad yang mengandung pengertian berjuang di jalan Allah atau dalam bahasa lain tidak selalu jihad berkonotasi perang fisik. Apalagi seperti yang telah sedikit diulas di atas, kalau membincangkan ayat jihad tidak serta merta hanya turun pascahijrahnya Nabi SAW, akan tetapi ayat-ayat yang berbicara tentang jihad juga ternyata turun di Makkah.

Sehingga, kalau melihat sejarah ayat-ayat yang turun di Makkah masih berbicara seputar penanaman akidah dan keimanan. Misalnya, pada Q.S. al-Ankabut/29: 6 dan 69. Patron kata yang digunakan ayat ini menggambarkan adanya upaya sungguh-sungguh, atau tepatnya jihad di sini bermakna mujahadah. Jihad yang dimaksudkan adalah mencurahkan segala kemampuan yang dimiliki untuk mencapai ridha Allah SWT. Karena itu, orang yang berjihad di jalan Allah tidak mengenal putus asa.

Dengan demikian, jihad yang dimaksud di sini, bukan dalam arti mengangkat senjata, karena berperang dan mengangkat senjata baru diizinkan setelah Nabi berada di Madinah, sedang ayat ini bahkan surah ini turun sebelum Nabi berhijrah.

Dalam ayat lain, Q.S. al-Furqan/25: 52, yang juga merupakan ayat Makiyah, Allah memerintahkan Rasul, agar berjihad dengan al-Qur’an. Dalam konteks ini, berjihad dengan al-Qur’an jauh lebih penting untuk dipersiapkan dan dilaksanakan dari pada berjihad dengan senjata. Tetapi berjihad dengan al-Qur’an, hanya dapat dilakukan oleh orang yang beriman kepada al-Qur’an sekaligus memahaminya dengan baik. Selain itu, ayat ini ingin menunjukkan bahwa jihad tidak selalu berkaitan dengan mengangkat senjata.

Uraian di atas sangat jelas, stigma teror yang mengatas namakan agama itu jelas keliru. Karena makna jihad bukan hanya bermakna perang, tetapi sangat luas. Kejadian selama ini yang kita saksikan seolah meligitimasi kebenaran makna jihad, padahal itu sangat salah besar.

Jadi siapa saja yang masih terbius dengan pengungkapan makna yang ekslusif, sadarlah karena pemahaman yang sempit akan menyempitkan pula pemahaman ajaran agam itu.

Penulis kandidat Doktor UIN Jakarta dan dosen Fakultas Syariah IAIN Raden Intan Lampung

Tulisan ini pernah dimuat di Radar Banten, 25 September 2010

 

 

Ijtihad sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam bahasa Arab, kata ijtihad berasal dari ijtihada-yajtahidu-ijtihadan. Artinya, 'bersungguh-sungguh.' Tindakan bersungguh-sungguh itu dilakukan terhadap perkara yang berat dan sulit, bukan ringan dan mudah. Seorang yang berijtihad--yakni mujtahid--mengerjakan suatu urusan yang berat dan sulit secara bersungguh-sungguh.

Adapun arti ijtihad dan mujtahid menurut takrif atau istilah disajikan para ulama ushul fiqih. Rumusannya sebagai berikut, seperti dikutip dari uraian KH Moenawar Chalil dalam Kembali kepada Al-Qur'an dan as-Sunnah.

"Ijtihad ialah menghabiskan kesanggupan dalam mendapatkan suatu hukum syara' yang amali dengan jalan mengeluarkan dari Kitab dan sunnah."

Rumusan lainnya: "Ijtihad ialah menghabiskan kesanggupan seorang fakih (ahli hukum agama) untuk menghasilkan zhan (sangkaan) dengan menetapkan satu hukum syara', dan orang yang menghabiskan kesanggupannya tentang demikian itu dinamakan mujtahid."

Ijtihad sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Seperti diriwayatkan Amr bin Ash, Rasulullah SAW bersabda, "Apabila seorang hakim menghukumi lalu ia berijtihad, dan ijtihadnya benar, dia akan mendapatkan dua pahala. Apabila ia menghukumi lalu berijtihad, dan ijtihadnya salah, maka dia akan menerima satu pahala" (HR Bukhari-Muslim).

Seorang ahli hukum agama akan berijtihad manakala menjumpai suatu perkara yang tak didapati nash-nya dalam Alquran dan sunnah Nabi SAW.

Pada saat itu, salah seorang sahabat yang dapat berijtihad adalah Mu'adz bin Jabal. Nabi SAW pernah bersabda, "Umatku yang paling mengetahui ihwal halal dan haram ialah Mu'adz bin Jabal."

Ketika Rasulullah SAW hendak mengutusnya ke Yaman, lebih dulu ia ditanya oleh beliau.

"Apa yang menjadi pedomanmu dalam mengadili sesuatu, wahai Mu'adz?" tanya Rasulullah SAW.

"Kitabullah," jawab Mu'adz.

"Bagaimana jika kamu tidak jumpai dalam Kitabullah?" tanya Rasulullah pula.

"Saya putuskan dengan sunah Rasul."

"Jika tidak kamu temui dalam sunah Rasulullah?"

"Saya pergunakan pikiran saya untuk berijtihad dan saya takkan berlaku sia-sia," jawab Mu'adz.

Maka, berseri-serilah wajah Rasulullah. "Segala puji bagi Allah yang telah memberi taufik kepada utusan Rasulullah sebagai yang diridhai oleh Rasulullah," sabda beliau.